Source: http://korpusipb.com |
Tulisan ini saya buat dalam perjalanan Jakarta - Singapore dalam kursi sempit Low Cost Carier yang saya pesan via penyedia layanan tiket online kebanggaan anak negeri. Era cepat, akurat saat ini telah menjadi kebutuhan di mana pun. Siapa yang tidak efisien dan lemah dalam era kompetitif seperti sekarang, pasti lewat dilahap derasnya perubahan teknologi.
Seperti biasanya, waktu perjalanan saya gunakan untuk hal-hal produktif. Membuat presentasi, menulis hal-hal besar dari fikiran-fikiran besar pula. Kata cerdik pandai, fikiran besar akan menghasilkan karya-karya besar pula. Mata saya mengamati setiap sudut kota Singapura setiba saya di sini, sebuah kota yang tidak pernah saya singgahi sebelumnya. Kota yang sibuk, tidak sesibuk Bangkok, Kuala Lumpur dan kota-kota besar di Indonesia.
Rupanya fikiran saya agak terganggu dengan desas-desus gak nyaman dari organisasi tempat saya bercengkrama dan berhimpun, Himpunan Alumni IPB, sebuah organisasi yg sebenarnya lebih nyaman disebut paguyuban, karena rasa persaudaraan yang sangat tinggi di sini. Di HA IPB, anda hanya perlu pernah kuliah tak perlu lulus untuk menyandang gelar alumni. Pelbagai hal-hal positif berikut dinamikanya saya dapatkan di sini dalam mencapai titik-titik usia matang sampai saat ini.
Ialah soal segelintir pihak yang "mempolitisir" bahwa pemilihan rektor IPB masa 2017 sekarang seakan-akan tidak sesuai dengan perundangan dan tata kelola yang baik. Agak lucu sebenarnya, karena HA IPB bukanlah bagian yang "sangat berpengaruh" dalam pemilihan Rektor. Meski, saya perhatikan khusus untuk pemira kali ini, IPB rupanya banyak melibatkan HA IPB, mungkin karena HA IPB sekarang telah menjadi himpunan yang banyak berkontribusi positif bagi IPB itu sendiri. Bukan berarti HA IPB yg dulu kurang kontribusi, tetapi memang di kepemimpinan HA IPB di bawah kendali tim Teh Nelly Oswini dkk, HA IPB menjadi "mesin" organisasi yang efektif dilihat dari banyaknya kegiatan, pengkaderan dan kontribusi pada lingkungan sekitarnya.
Lucu yang kedua adalah adanya surat kepada kementrian riset dikti yang ditanda-tangani oleh bukan ketua umum HA IPB, sebuah surat miss-leading, miss-understanding dan nir-etika menurut saya. Satu kekeliruan besar bagaimana organisasi yang isinya adalah para senior-senior hebat, tetapi mengeluarkan surat yang mustinya tidak punya kewenangan mengeluarkan surat. Setahu saya organisasi seperti Himpunan Alumni biasanya mengeluarkan surat eksternal yang ditandatangani ketua umum atau para ketua / sekjend, tetapi kali ini bukan ketum yang mengeluarkan. Agak aneh, Himpunan jadi berasa partai, karena seperti ada "pemilik" HA IPB de facto yang mencoba mengendalikan organisasi.
Lebih parah lagi, DPP HA IPB mustinya bulan-bulan ini telah rampung menyelenggarakan Musyawarah Nasional Alumni untuk pergantian kepengurusan, tetapi malah mengurusi sesuatu yang diluar tupoksinya itu. Saya prihatin mewakili para alumni muda, mustinya kejadian seperti ini tidak terjadi pada organisasi yang justru sedang berkembang baik diramaikan oleh para alumni muda berkarya, yang bertahun-tahun lalu kurang terasa vibrasi-nya.
Kepada senior yang bekarya lurus dan bekerja dengan hati, saya do'akan agar sehat senantiasa, saya yakin di antara abangda dan kakanda semua pasti merasakan keprihatinan yang mendalam akan kejadian ini. Begitu pun kepada para junior, hendaknya dinamika internal organisasi ini menjadi jalan kita untuk terus semangat berkarya dan untuk tidak ditiru jika satu saat nanti, kita menempati amanah yang cukup berat seperti itu.
Jika slogan Kepengurusan DPP HA IPB saat ini yang sangat saya kagumi yaitu: "Salam Satu Hati" masih dirasa kontekstual, maka baiknya kita mengecek sanubari kita bersama, apakah benar kita masih punya hati? merujuk pada lirik nasheed yang sering diperdengarkan para aktivis kampus dulu
Hati kalau selalu bersih
Pandangannya akan menembus hijab
Hati jika sudah bersih
Firasatnya tepat karena Allah
Tapi hati jika dikotoriPolitik praktis hendaknya dijauhkan dari lingkungan organisasi seperti Himpunan Alumni IPB dan lebih jauh lagi dalam internal lingkungan akademik seperti kampus tercinta Institut Pertanian Bogor. IPB adalah salah satu kampus yang terkena kebijakan liberal kampus sehingga harus menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang harus / wajib memenuhi kebutuhan internal-nya yang merepotkan para civitas akademika di dalamnya. Janganlah kita sebagai alumni, menggunakan "kursi" atau "power" untuk menekan kebijakan internal kampus.
Bisikannya bukan lagi kebenaran
Tapi hati jika dikotori
Bisikannya bukan lagi kebenaran
Salam Satu Hati, Satu IPB.
Muhammad Sirod
TIN18/F34
Ex. Sekjen Dewan Perwakilan Komisariat Fak. Teknologi Pertanian IPB 2012 - 2014