Showing posts with label Motivasi. Show all posts
Showing posts with label Motivasi. Show all posts

26 August 2018

Mengkapitalisasi Istri sendiri, kok bisa?

#Finance #StartUp #Keuangan #SinergiPasangan #CashFlow #CashCow #HumanResources

Pernah dengar bagaimana Pabrik Apple di China - FoxConn mengelola para pekerjanya? Jadwal kerja padat, shift penuh serta asrama sempit berdesakan untuk karyawan kerah biru mereka. Dari ongkos murah para induatrialis Cina ini, Apple mendapat margin yang menggiurkan ditambah lagi strategi branding yang mengesankan produk-produk Apple adalah produk craftmanship berkualitas tinggi.

Tenaga kerja adalah kunci sumber daya yang paling utama dalam setiap bisnis. Kapitalisasi tenaga kerja yang maksimal akan mendongkrak produktivitas bisnis yang berujung pada revenue maksimum pula.

Nah, bicara efisiensi dan kapitalisasi tenaga kerja oleh para taipan bisnis ini menginspirasi saya untuk menulis soal memaksimalkan resources yang kita punya dalam skala usaha baru yg saya geluti. Sebagai pengusaha pemula, tak banyak karyawan yg bisa direkrut, tak banyak orang yg bisa dilibatkan mengingat terbatasnya sumber daya dan modal. Satu2nya orang lain yg bisa support bisnis saya dari awal adalah istri saya sendiri.

Istri adalah resources yang berdayaguna tinggi. Umumnya pasangan hidup kita mengetahui titik lemah kita dan faham kelebihan kita. Di sisi lain, dia akan memiliki kelebihan sebaliknya yg akan berfaedah sebagai naker dalam bisnis. Misal, saya termasuk yg baik dalam sales & business develoment, risk taker tapi agak gegabah mengelola uang, cenderung boros dan senang belanja.

Saya memaksimalkan kemampuan istri untuk mengelola keuangan keluarga sekaligus perusahaan. Awalnya berat, karena ego dan kenyamanan yg terganggu, belum lagi istri yg terkadang gak tahan akan sikap inkonsistensi dari saya sendiri dalam disiplin keuangan. Tetapi dengan komitmen yg terus diperbaiki dan sikap konsisten bahkan pada saat berselisih, maka perlahan kami menjadi nyaman mendisiplinkan diri dalam soal ini.

Setelah sekian bulan, istri saya libatkan dalam hal reimbursement dan gaji karyawan. Rekening mulai dibuat rekening tabungan bisnis yg dia punya otoritas. Masalah kemudian muncul, soal belum tekunnya dia mengelola keuangan dan habis waktu karena menghitung arus kas bisnisnya sendiri (istri saya jualan es, jualan baju dan mengelola pembiayaan syariah dari barang konsumtif sampai modal bisnis skala mikro). Setiap hari ia dengan tekun menghitung arus masuk, arus keluar dan piutang di dalam buku2 ledger setebal 3 jari miliknya. Ia punya basis data catatan pelanggan sejak dia memulai bisnisnya sendiri.

Saya terus mendampinginya dan membuat situasi-situasi rasional untuk diputuskan. Misalnya, dia sering nyeletuk kalau dia dulu kerja itu untuk fun, saya berhasil mempengaruhinya (walau dia terlalu sombong untuk mengakuinya) untuk berhenti bekerja dan akan fun pula dalam bisnisnya. Eh benar saja, setelah saya support misalnya dengan selalu mengantarnya pergi belanja dagangan pakaian ke tanah abang, atau dagangan handphone ke ITC Depok tak lama ia memutuskan berhenti bekerja dan fokus membangun bisnisnya itu.

Sesekali saya sibuk tak bisa mengantarnya, rupanya ia kesulitan dan terkadang jenuh juga dengan rutinitas yang ia lakukan mirip bisnis tukang sate: dari motong daging, bikin bumbu, panggang sate sampai menyajikannya ke customer dilakukan oleh dirinya sendiri. Saya sering mencoba "mengguruinya" soal membangun sistem dalam bisnis, tapi bukan istri saya kalau gak bisa ngeles, ia akan menyebut kegagalan-kegagalan cashflow saya kalau saya mencoba mengajarinya soal merekrut karyawan atau menggunakan aplikasi untuk menghitung keuangan bisnis ritel yg ia jalankan.

Dan jika sudah adu argumen, saya memilih diam dan mengutuk diri saya sendiri karena lemah sekali soal ini sehingga gak bisa menjawab kritikan balik istri saya itu. Tapi diam2 saya terus belajar dan memperbaiki diri dengan berfikir positif atas masukan beliau itu. Saya belajar menurunkan cost hidup saya, misalnya dari ongkos komunikasi kartu pasca bayar saya yg dulu di kisaran 1.5 s.d. 1.9 juta per bulan sehingga nyaris di 300 ribuan saja per bulan sepanjang 3 bulan ini.

Biasanya saya tak tahan untuk mengantongi 500 s.d. 1 juta minimal di dompet jika saya (meminjam istilah istri saya) "kelayapan". Itu dulu, sementara saat ini saya bisa "hidup" dengan happy jika hanya mengantongi 100-200 ribuan saja di kantong (dengan catatan bensin mobil ada, uang plastik cukup untuk transaksi tol atau KRL/Transjakarta, dan GoPay untuk ongkos Gojek). Kritik dan kalimat2 sinis soal kongkow2, haha-hihi yang dianggapnya gak menghasilkan uang saya senyumin aja karena saya tahu benar untuk sales dan develop bisnis ya memang begini caranya.

Alhasil dalam 2 tahun membangun bisnis ini, saya lebih mampu berhemat, lebih bisa bebas dari pengawasan ketat dan kontrol istri saya dalam soal daily cost dan impactnya istri saya lebih leluasa mengelola keuangan keluarga tanpa diganggu oleh kacaunya arus kas karena salah kelola bisnis dan kesalahan2 keuangan yg saya lakukan.

Nah, itulah sekelumit kisah saya mengelola human resources yg saya punya dan itu adalah istri saya sendiri, dan ini pun baru dari 1 aspek saja: mengelola keuangan. Aspek2 lain bisa teman2 temukan sendiri pada pasangan sesuai dengan anugerah yg Tuhan berikan pada pasangan dan diri masing2, tentu beda2 dan unik, tinggal digali dan kita mau jujur menghadapinya.

Salam Berdaya..

Kang Sirod

30 June 2017

MEMBANGUN SEMANGAT REVOLUSI MELALUI KESENIAN DAN KEBUDAYAAN

Pesantren Kreatif iHaqi 21 Februari 2017, Pelatihan Media Sosial untuk sebagai media dakwah (Republika online


Kang Sirod (blogger, entrepreneur, tukang di arus.co.id)
-disampaikan di WA Group Seni Sastra dan Budaya

#Activism #Revolt #Seni&Budaya

Ada 3 kata penting yang akan disampaikan dalam sharing online di jejaring media sosial whatsapp group ini: Revolusi, Kesenian dan Kebudayaan. Bukan topik yang ringan buat seorang ayah beranak 3, dengan 1 istri, tanpa prestasi apa-apa dalam kesenian dan kebudayaan.

Kalaupun ada prestasi seni, mungkin hanya juara lomba adzan di tingkat RT di sebuah kampung bernama Ngamprah Padalarang saat saya kelas 5 SD, atau jika itu satu pencapaian mungkin juara 3 puisi di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat saat usia 10 tahunan.

Tak layak juga disebut Revolusionist jika disandingkan pada pesohor sejarah yang merubah cara hidup dan nasib banyak orang karena karya-karyanya. Tetapi mungkin sebuah sistem terintegrasi pengolahan air di rumah sakit pertama di Indonesia, sebuah rumah sakit kanker & jantung milik swasta di Semanggi. Sistem ini sering dibangga-banggakan karena itulah pencapaian tertinggi bagi seorang praktisi air bersih seperti saya.  Sistem ini merupakan konsep baru yang merubah sistem air bersih di seluruh rumah sakit - rumah sakit di Indonesia.

MUSIK DIGITAL

Revolusi, Seni, Budaya, adalah tiga kata yang saya gandrungi sebagai seorang penikmat seni "rendahan". Saya bisa menikmati pop jazz seperti Joss Stone, tetapi kesulitan menikmati musik jazz sebenar-benarnya jazz.

Saya juga bisa menikmati musik indah nusantara seperti Kacapi Suling seperti ini: https://soundcloud.com/phiank/kacapi-suling-sunda-bangbara?in=muhammad-sirod-rasoma/sets/kacapi-suling

sampai alunan ritmik dari tanah batak seperti ini: https://soundcloud.com/riki-rotwoa-nababan-1/batak-instrument-indonesia-bii?in=muhammad-sirod-rasoma/sets/musik-nusantara

Sengaja saya nyalakan musik dari ranah minang seperti ini, agar mertuaku yang asli Pantai Painan dapat senang hatinya:



sungguh suatu kenikmatan menjadi awam ilmu musik, miskin budget dengan sedikit ketikkan kata kunci di Soundcloud saya menikmati alunan indah karya seni musikus jenius, tanpa harus repot-repot sebagaimana penikmat musik jaman dulu.

Sesekali boleh juga ketika menyetir, meracau mencurahan isi hati. Entah penyesalah entah motivasi, yang penting narsis tak mengapa, diniatkan untuk ibadah, walau karya itu dianggap sampah, ya pasrah saja..

misalnya:  Memahami komunikasi ala Soekarno: https://soundcloud.com/muhammad-sirod-rasoma/kemampuan-komunikasi-soekarno



Jika Soundcloud berisi cipta karya musikus yg merdeka, maka Joox merupakan gudang musik dari label-label berjaya di industri musik, bolehlah diunduh sebagai pelipur lara saat mengendara. Pilihan lirik di aplikasi lumayan lah pengganti bernyanyi di kamar mandi..

Fasilitas Lyrics Card pada Aplikasi Joox.



PUISI BLOG

Jika pilihan kata menunjukkan kasta, maka puisi adalah gubahan hati sanubari yang tak perlu dikritisi. Puisi saat ini bisa dinikmati dengan hanya mengetikkan beberapa kata kunci, ribuan sastrawan asli sampai gadungan bermunculan.

Tapi bolehlah jika seorang tukang seperti saya mengungkapkan rasa berupa untaian kata yang tak berirama karena saya bukan musikus ternama, ia hanya ungkapan keindahan dan kekaguman atau kebencian yang dipendam atau dibaca sebagai pengingat diri, seperti di sini: http://pujangga-tanggung.blogspot.co.id/2016/03/hidup.html

18 Agustus 2015 di perairan kepulauan seribu
Hidup...

Hidupku kawan, seperti seorang nelayan
pergi di keheningan malam, pulang dalam belaian terik mentari pagi..
tergopoh-gopoh ke pantai membawa sedikit ikan,
menawarkan dengan sisa tenaga di pelelangan,

hidup seperti ini kawan,
mengarungi samudera luas ciptaan sang Maha Kaya,
berjuang demi anak dan istri di rumah,
yang menanti rejeki baik dari kita.

indahnya berjuang itu kawan,
seperti nelayan yang perkasa,
siraman air garam pada tulang dan kulit legam hitam,
menjadi berkah ibadah,
menjadi bukti keikhlasan diri,

Kukusan, 21 Maret 2016



Sedikit sekali karya puisi saya itu. Pernah di kalbar dulu sewaktu SD saya menuliskan puisi dalam sebuah buku, mungkin sudah puluhan saya tulis, tapi ia lenyap dimakan rayap. Jika nanti saya bertemu Tuhan, saya ingin buku itu ia ciptakan kembali. Aamiin..


MEMBACA & MEMBUAT RESENSI BUKU

Membaca, satu kemewahan buat saya kini. Kenapa? karena waktu untuk membaca buku harus ditukar oleh kesibukan lain. Sibuk berdiskusi bertukar fikiran di media sosial. Alhamdulillah, ada penulis-penulis yang telaten menulis dan saya berteman dengan penyalintempel, puluhan whatsapp group saya ikuti, tulisan sama saya baca berulang hehehe..

Tak mengapa, masih tersisa sedikit waktu dulu, ada buku pop (lagi2 pop, karena ringan dan gak butuh kening berkerut), yang saya baca, hasil hadiah dari sebuah provider telekomunikasi. Buku itu ternyata salinan dari sebuah film Hollywood, tentang cerita seorang pencuri baik hati dari seramnya hutan sherwood: http://sirod.blogspot.co.id/2010/10/robin-longstride.html

Ulasan novel Robinhood yg merupakan adaptasi dari film Hollywwod - Russel Crowe

Saya ternyata bukan Indonesia, belum berani ngaku Pancasila juga 😀, karena ada 12,125% saya berdarah China. Bukan China di Glodok yang bicara Hokkian, atau China Medan & Batam yang fasih berbahasa Kanton, ini benar-benar China Daratan (mainland) yang kini disalahmengerti penduduk negeri.

Sila pergunakan geni.com untuk membuat silsilah atau pohon keturunan kita, siapa tahu kita benar-benar memang keturunan bangsawan, pahlawan atau orang-orang hebat untuk sekedar memberi harapan palsu di sekelebat pemikiran kita hahaha..


Jatidiri, begitu orang bilang. Adalah sejujur-jujurnya darah dan kultur yang diberikan Tuhan kepada kita. Tak perlu bangga berbangga karena semua manusia punya suku bangsa, bahasa dan budaya, tak perlu lupa karena ia bukan pilihan melainkan warisan, tak perlu mencaci, karena Tuhan mencipta berbeda untuk salingsapa, bukan dibuat jurang pemisah antara, menguak disparitas menjauhkan solidaritas.

Walau sunda campuran, yang katanya ada trah pangeran, bergelar raden dari seorang perempuan. Dialah Rd. Siti Hawa nenekku, membuat saya mencoba menggali apa kelebihan-kelebihan seorang sunda yang bangsawan. Maka dibacalah sebuah buku, karangan jepun ber-ilmu. Sila ketik kata kunci dalam mesin pencari: "kebudayaan sunda site:sirod.blogspot.com" maka inilah saduran dari buku yang saya baca:

Saduran hasil membaca buku karya Mikihiro Moriyama

Berkompromi dengan Kolonialisme demi kemajuan Budaya Sunda -
http://sirod.blogspot.co.id/2010/12/berkompromi-dengan-kolonialisme-demi.html

Beberapa alternatif media seni budaya tsb dapat diakses dengan mudah, murah meriah dan lumayan melupakan jenuh deru membosankan ibukota. Belum lagi saya bahas betapa banyak karsa dan karya warga indonesia bertemu berinteraksi sampai berbuah cinta seperti saya. Ya! saya menemukan istri dari sebuah kopi darat dari mailing list berbahas inggris.

Betapa revolusi budaya telah terjadi, siap gak siap kita berada di pusaran cepat-nya. Mari eksplorasi, sinergi dan organisasikan semuanya, demi manfaat besar bangsa ini. Bangsa yang ribuan tahun telah ada sebelum puluhan tahun berbentuk negara. Bangsa yang katanya dahulu kala terbentuk dari peradaban atlantis, menyemangati banyak orang untuk optimis.

tempa besi, kena bakar,
tempat buaya, ke penangkar,
tanpa seni jadi kasar,
tanpa budaya, jadi barbar

bersampan ke Kalimantan, malah menepi di Pelalawan
negeri batubara, dalam hutan hujan tropika.
aku bukan seniman apalagi sastrawan
hanya pengembara keindahan di bumi Nusantara


13 March 2017

5 College Degrees That Will Be Extinct In 20 Years

Type of worker
Do you remember when futuristic movies would show a future full of robots? Well, that future isn’t so far away. The robots are coming, and they will take our jobs. The technological revolution we are in is not stopping anytime soon, and automation is a huge part of its growth. We have witnessed this change before, and that was the Industrial Revolution. The solution was creating a more educated workforce to handle more complex issues, and again our solution to this issue lies in education. When choosing a college degree, it is important to be cognizant of the changing world and its changing demands. And so, I have found 5 college degrees that will be sure to be obsolete with the advent of technology.  



Accounting Degree
Basically, if Quickbooks can do it – you don’t really need your accountant. More and more companies are coming up with ways to do taxes online – from Turbo Tax to H & R Block. In house accounting is only truly necessary for larger companies, and tax accounting for most individuals can be done online directly. The changing course of this career requires less number crunching and more insight. A good alternative to this degree is finance, where you can be more dynamic in your career.

Hospitality And Tourism Degree
You know those kiosks that you check in to at the airport? That is the projected future of hotels. Majoring in hospitality and tourism is a mistake, because most of that industry can easily be replaced by technology. The need for hotel desk agents, travel agents, and more are truly dwindling.

Paralegal Degree
Most of the duties of a paralegal can easily be done by a computer these days. Filing and research can easily be done online, and does not require a human touch. Law itself can be replaced by technology, so paralegal studies is the obvious first cut to the industry.



Broadcast Communications Degree
Broadcast is an ever changing field. The TV is no longer the main news outlet, and a degree in broadcast communications focuses on an outdated technology. Communication efforts are changing daily, from Snapchat to Facebook – we get our news in a very different way these days.

Pharmacy Degree
Your prescription can be filled by a robot. That is a simple idea to grasp. More and more drugstores are turning to this idea of an automatic pick up or drop off, and there is no real need for a pharmacist in this world. Compounding is still relatively used, but as big pharmaceuticals dominate the playing field – the need for compounding will dwindle as well. Go big and become a doctor instead, as this job is very replaceable.


18 November 2014

Mengenang Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, M.Sc: 1944-2014.

Mengenang Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, M.Sc: 1944-2014.

Oleh Asep Saefuddin
Rektor Universitas Trilogi/Guru Besar Statistika FMIPA IPB

Foto dari Dedy Syahrul


Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, saya lebih sering menyebutnya Kabg Soleh, adalah angkatan pertama Fakultas Pertanian di bawah IPB tahun 1963. Dimana sebelumnya berada di bawah Universitas Indonesia. Waktu Kang Soleh masuk IPB, Indonesia sedang dalam masa pergolakan politik akibat ketidakpuasaan rakyat terhadap pemerintahan orde lama. Sebagai mahasiswa pejuang, Kang Soleh aktif di gerakan mahasiswa yang tergabung ke dalam KAMI atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia dan masuk sebagai eksonen 66. 

Terlahir dari seorang pemimpin informal dan formal Lurah Desa Leuwi Goong di Garut, Bpk H. Solahuddin. Adalah wajar kalau Kang Soleh memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Selalu ingin memajukan organisasi yang dipegangnya. Ketika saya masuk IPB tahun 1976, di kantor PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) dan Asrama Felicia IPB ada beberapa arsp informasi tentang Dewan Mahasiswa dan organisasi ekstra universiter HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Termsuk di dalamnya informasi 'sepak terjang' Kang Soleh. Beliau adalah Ketua Umum HMI Cabang Bogor 1968-1969, lalu Ketua Umum Dewan Mahasiswa IPB 1969-1970. Pada saat itulah Kang Soleh bersama-sama Dr. Harjadi Darmawan Ketua Umum Dema UI menggagas pembentukan Persatuan Mahasiswa Indonesia yang dikenal dengan istilah ISU, Indonesian Student Union. Model inilah yang selanjutnya diteruskan menjadi Persatuan Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian dan berbagai fakultas lainnya di Indonesia.

Pada periode Cak Nurcholis Madjid menjadi Ketua Umum PB HMI 1968-1970, Kang Soleh adalah Ketua Bidang Kemahasiswaan. Setelah lulus, Kang Soleh menjadi dosen Fakultas Pertanian IPB (1972) dan sempat menjadi mahasiswa teladan, selain aktifis. Pada tahun 1974, beliau mendapat tugas belajar ke Wisconsin untuk program master dan doktor. Awal tahun 1981, Kang Soleh kembali ke Indonesia meneruskan statusnya sebagai dosen. Di awal tahun 1981 itulah saya sebagai dosen muda akhirnya dapat berkenalan dengan sosok Kang Soleh yang sudah saya kenal secara virtual sejak 1976 itu. 

Kesempatan diskusi dengan tokoh HMI dan angkatan 66 ini meyakinkan saya bahwa Kang Soleh adalah sosok yang ramah, dekat dengan siapapun, dan berwawasan luas. Pernah kami berdiskusi dengan para aktifitis HMI Bogor di awal kedatangannya, banyak sekali gagasan Beliau yang membuat kami kaget. Pada saat itu pemikirannya jauh melambung ke masa depan. Bayangan aplikasi teknologi yang saat itu utopia, seperti komunikasi cepat lewat dengan berbagai gadget, pernah dilontarkannya supaya informasi tidak tertinggal. Beliau sempat juga menyarankan perubahan pola pengkaderan HMI pola sensasional dirubah menjadi pola rasional. Mahasiswa tidak lagi laku bila kemampuan komunikasi bahasa Inggris masih tidak dikuasai. Kang Soleh saat itu sudah menyarankan agar mahasiswa harus membuka wawasan dan jangan ekslusif. Dewasa ini beberapa jargon itu bukan lagi hal baru, tetapi bagi kami 30-40 tahun yang lalu hal itu sering membuat kami bengong.

Sebagai alumni IPB yang menjadi Dekan Fakultas Pertanian IPB tahun 1986, beliau menggagas perlunya Gedung Alumni IPB. Berkat kepiawaian dan jejaringnya Gedung Alumni akhirnya terwujud ketika Kang Soleh menjadi Ketua Dies Natalis IPB yang ke 25 (tahun 1988). Gagasan kerjasama IPB dengan sektor bisnis untuk pemanfaatan hasil riset dimulai tahun 1989. Awalnya kerjasama dilakukan dengan PT Kodel yang dipimpin oleh Drs. Soegeng Sarjadi (eksponen 66 yang wafat sebulan yang lalu). Pada waktu itu, sebelum saya berangkat ke Kanada untuk tugas belajar, sempat menjadi Sekretaris Eksekutif kerjasama tersebut.

Pada tahun 1990 Kang Soleh mendapat amanah untuk menjadi Rektor Universitas Haluoleo Kendari. Banyak terobosan yang Beliau lakukan waktu di Kendari, salah satunya adalah pengiriman dosen ke Kanada melalui proyek EIUDP (Eastern Indonesia University Development Project) melalui kerjasama dengan Pemerintah Kanada. Pada tahun 1995 civitas akademika IPB kembali meminta Kang Soleh pulang kampung dengan menjadi Rektor IPB. Melalui kepemimpinannya saat itu IPB menyusun Renstra IPB menuju tahun 2020 dengan konsep pertanian berbudaya industri, Darmaga sebagai science city, dan IPB sebagai penentu kecenderungan (trend setter) iptek pertanian di Indonesia. Lalu pada tahun 1998 Presiden BJ Habibie memintanya menjadi Mentri Pertanian.
Di dekade 2000 awal, Kang Soleh membantu IPB melalui Majlis Wali Amanah. Kehadirannya di MWA IPB memungkinkan IPB memiliki unit bisnis secara transparan dalam bentuk Holding Company BLST (Bogor Life Science and Technology) yang membangun pusat bisnis Convention Center dan Botani Square. Walaupun ada usaha pemanfaatan lahan mubazir, Beliau bersama pimpinan IPB saat itu tegas-tegas menjaga gudung hitam IPB sebagai land-mark yang harus diperhatikan keasliannya. Alhamdulillah saat ini gedung tersebut sudah resmi sebagai gedung heritage IPB dan sekakigus Bogor. IPB akhirnya memiliki unit IGA (Income Generating Activity) berbentuk International Convention Center dan Botani Square dalam koordinasi BLST.

Di usia pensiun, Kang Soleh aktif di ormas Nasional Demokrat sebagai Dewan Pembina. Perjuangannya yang tidak pernah lelah untuk kemajuan bangsa, telah melupakan kesehatannya. Kang Soleh dikenal sebagai orang yang jarang mengeluh karena sakit. Beliau sendiri lupa berhak memiliki ASKES yang baru diurusnya satu minggu sebelum Allah swt memanggilnya. Hari Senin 17 November akhirnya Kang Soleh dipanggilNya untuk menghadap Tuhan YME. Hari Selasa 18 November 2014 melalui Upacara Militer di TMP Dreded Bogor. Selamat jalan Kang Soleh, Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin. Semoga Akang berbahagia di sisi Allah swt. Kami yang pernah menjadi murid organisasi Akang di HMI dan murid keilmuan di IPB saat ini sedang berdo'a untuk kebahagian Akang. Alfatihah. Aamiin.

Semoga dedikasi untuk selalu membangun negara bisa kami teruskan melalui berbagai aktifitas dimana saja kami berada. Insya Allah. 

11 November 2011

Bekerja adalah Kehormatan


“saya sudah bekerja 11 tahun, mengapa gaji saya tidak naik-naik?”
“saya sudah pergi pagi, pulang petang, mengapa saya tetap tidak mendapat penghargaan atasan?”


Dua pertanyaan di atas adalah pertanyaan klasik yang sering ditemukan di manapun kita bekerja. Kekecewaan pada minimnya penghargaan dan penghidupan yang layak adalah masalah  umum yang di temukan pada dunia kerja di negeri tercinta ini. Kalau tidak begitu, mengapa tenaga non terdidik kita bersusah payah bertarung nyawa dan mempertaruhkan kehormatan demi penghidupan layak di negeri seberang?

Tulisan ini bermaksud mengkritisi si penulis (saya sendiri) yang terkadang lalai dan malas dalam bekerja dan syukur-syukur bisa mengajak pembaca lebih bijak dalam bekerja. Bekerja adalah kehormatan, merupakan kalimat pembuka tulisan ini yang isinya sebenarnya panjang dan berliku. Penulis ingin mengajak pembaca untuk mengarungi dunia pekerjaan yang penuh tantangan, harapan serta onak & duri di dalamnya.

Kasus I : “Bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja?”

Seorang teman bekerja pada sebuah bank, masih single dan 12 jam waktunya habis dicurahkan pada tempatnya bekerja itu setiap hari, 5 kali dalam seminggu. Berangkat dari rumahnya di kota penyangga pukul 5.30 pagi dari rumah, mengantri & berdesakan di transportasi publik (Kereta Rel Listrik atau Transjakarta) lalu mulai bekerja di Jakarta pukul 08.00 s.d. 21.00. Terkadang – kira-kira 3 kali dalam seminggu – ia harus bekerja sampai pukul 22.00! Jika perjalanan pulang dari kantornya di Jakarta untuk pulang ke rumahnya memakan waktu yang sama ketika dia berangkat, maka total rata-rata ia menghabiskan waktu untuk pekerjaannya adalah 17 jam! Itu belum termasuk ketika ia terpaksa membawa pekerjaannya ke rumah, karena kita harus menghitung waktu bekerja di rumah sebagai waktu “extra” yang dipakai untuk pekerjaan kita.


Kasus II : “Bekerja untuk uang yang banyak? Bekerja sesuai “panggilan jiwa” atau idealisme background pendidikan?

Saya sekolah di IPB jurusan Teknologi Industri Pertanian. Yang dipelajari adalah hampir semua aspek Industri dari mulai ilmu mengelola orang (Man), uang (Money) dan bahan industri (Material). Akibatnya lulusan TIN IPB punya kemampuan menganalisa yang holistik dan terintegrasi tapi tidak dalam / mendetail. Sulit sekali mencari jenis pekerjaan yang “sangat sesuai” dengan lulusan TIN. Bukannya tidak ada, tidak sesuai maksud saya adalah pekerjaan itu mampu memberikan kewenangan yang sama sesuai yang dipelajari orang tersebut ketika kuliah di TIN.

Seorang teman yang lulusan ilmu komputer malah berujar bahwa anak Teknik Industri sebenarnya cocok untuk mereka yang berasal dari kalangan keluarga pengusaha. Artinya si anak telah punya warisan perusahaan dari keluarganya untuk memimpin bisnis. Maka apa yang dipelajarinya akan lebih maksimal lagi.
Kebanyakan teman saya dari jurusan TIN dalam satu angkatan justru mengambil bidang kerja di perbankan. IPB banget ya? BRI, BNI, Bank Mandiri, BCA, Chinathrust, CIMB Niaga, BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BII dan BTPN. Sebelumnya di antara orang-orang tersebut juga ada yang pernah berkarir di Bank NISP, Bank Lippo dan Bank Danamon. Alhamdulillah yach?

Kasus III : “Mengalir saja, Asal Bapak Senang atau menjadi Mountain Mover”

“Go with the flow is suitable only for the dead fish!”
Kata-kata tersebut bukan tanpa arti. Orang yang sering mengungkapkan “mengalir saja seperti air” pada dasarnya tidak punya visi dalam hidupnya. Ia hanya seolah-olah menikmati pekerjaan lalu larut di dalamnya. Sepintas terlihat biasa-biasa saja, tapi lama-lama orang-orang seperti ini hanya menjadi alat untuk orang lain mencapai visi pribadinya.
ABS, Asal Bapak Senang, adalah sebutan atau ungkapan yang populer di jaman orde baru. Sebutan itu sebenarnya adalah sindiran pada pejabat yang saat itu  memanipulasi keadaan seolah-olah “Everything is all right” , “Under control” atau “On the track”. Sifat ABS mirip-mirip dengan sifat penjilat. Ungkapan yang saya suka untuk karyawan tipe penjilat adalah : “Ibarat ilmu kodok, jilat atas, sikut kiri, sikut kanan, injak bawah”

Montain Mover, adalah istilah dari Antonny Robbins yang saya suka. Dibanding istilah “Agent of change” yang terdengar terlalu “ambisius & self centris”, Mountain Mover adalah mereka atau golongan karyawan yang memiliki kekuatan merubah dan mempengaruhi wajah dan bentuk organisasi. Kekuatan leadership yang sesungguhnya. Saya membayangkan orang tersebut sebagai seorang pekerja keras sekaligus cerdas yang menempatkan team work sebagai cara ia mencapai target / goal. Ia terkadang memimpin di depan untuk memberikan contoh atau teladan yang baik, tetapi terkadang pula di belakang sebagai penyemangat tim serta mengurangi kadar ke-narsis-an pada dirinya. Ia tak segan-segan mengorbankan privileges yang ia punya demi kepentingan tim.



04 October 2011

KETIKA SEBAGAI KAKEK DI TAHUN 2040, KAU MENJAWAB PERTANYAAN CUCUMU

mei '98


Cucu kau tahu, kau menginap di DPR bulan Mei itu
Bersama beberapa ribu kawanmu
Marah, serak berteriak dan mengepalkan tinju
Bersama‐sama membuka sejarah halaman satu
Lalu mengguratkan baris pertama bab yang baru
Seraya mencat spanduk dengan teks yang seru
Terpicu oleh kawan‐kawan yang ditembus peluru
Dikejar masuk kampus, terguling di tanah berdebu
Dihajar dusta dan fakta dalam berita selalu
Sampai kini sejak kau lahir dahulu
Inilah pengakuan generasi kami, katamu
Hasil penataan dan penataran yang kaku
Pandangan berbeda tak pernah diaku
Daun‐daun hijau dan langit biru, katamu
Daun‐daun kuning dan langit kuning, kata orang‐orang itu
Kekayaan alam untuk bangsaku, katamu
Kekayaan alam untuk nafsuku, kata orang‐orang itu
Karena tak mau nasib rakyat selalu jadi mata dadu
Yang diguncang‐guncang genggaman orang‐orang itu
Dan nomor yang keluar telah ditentukan lebih dulu
Maka kami bergeraklah kini, katamu
Berjalan kaki, berdiri di atap bis yang melaju
Kemeja basah keringat, ujian semester lupakan dulu
Memasang ikat kepala, mengibar‐ngibarkan benderamu
Tanpa ada pimpinan di puncak struktur yang satu
Tanpa dukungan jelas dari yang memegang bedil itu
Sudahlah, ayo kita bergerak saja dulu
Kita percayakan nasib pada Yang Satu Itu.

Taufik Ismail, 1998

18 March 2010

Different Perspectives

A blind boy sat on the steps of a building with a hat by his feet. He held up a sign which said:

"I am blind, please help."

There were only a few coins in the hat.

A man was walking by. He took a few coins from his pocket and dropped them into the hat. He then took the sign, turned it around, and wrote some words. He put the sign back so that everyone who walked by would see the new words.

Soon the hat began to fill up. A lot more people were giving money to the blind boy. Tha
t afternoon the man who had changed the sign came to see how things were. The boy recognized his footsteps and asked, "Were you the one who changed my sign this morning? What did you write?"

The man said, "I only wrote the truth. I said what you said but in a different way."

I wrote: "Today is a beauti
ful day but I cannot see it."

Both signs told people that the boy was blind. But the first sign simply said the boy was blind. The second sign told people that they were so lucky that they were not blind. Should we be surprised that the second sign was more effective?


Moral of the Story: Be thankful for what you have.. Be creative. Be innovative. Think differently and positively.

When life gives you a 100 reasons to cry, show life that you have 1000 reasons to smile Face your past without regret. Handle your present with confidence. Prepare for the future without fear. Keep the faith and drop the fear.

The most beautiful thing is to see a person smiling…

And even more beautiful is, knowing th
at you are the reason behind it!!!