"If you want to go FAST, go alone; but if you want to go FAR, go together"
- African Proverbs.
Sering memperlambat kecepatan bisnis? Saya sering. Kenapa? banyak jawaban, di antaranya dikarenakan sekeliling kita gak siap. Entah istri dan komponen keluarga besar, entah pula karyawan dan sistem atau bahkan market di depan mata.
Pilihan memperlambat laju bisnis, menunda akselerasi ekspansi atau membatalkan membuka market baru adalah pilihan-pilihan yang sering saya lakukan dikarenakan faktor-faktor ketidaksiapan. Apakah itu sebuah kemunduran? kegagalan? atau bukti saya tidak adaptif pada perubahan? bisa disimpulkan begitu, tetapi saya memilih memberikan alasan lain, bukan mencoba defensif dan excuse karena jawaban yang masuk akal: saya memilih kemajuan jangka panjang dan berakar pada hati orang-orang di sekeliling saya.
Seperti catatan ini misalnya, saya buat di Lt. 8 foodcourt Blok A tanah abang di mana denyut bisnis kuliner mengimbangi kecepatan bisnis fashion di tanah air yang mengular sampai manca negara. Saya tidak bisnis fashion, juga (belum) kuliner. Tapi saya berada di sini karena musti mengantar istri saya tercinta belanja barang dagangannya. Mumpung ini tanggal ganjil, sehingga satu-satunya kendaraan roda empat keluarga kami dapat dengan tenang menelusuri jalanan ibu kota yang kian padat. Karena pilihan ini, saya musti membatalkan satu pertemuan dengan EO besar mendiskusikan perkara penting dengan asosiasi yang saya kelola bersama teman-teman praktisi air.
Mengapa saya men-support bisnis istri saya yg secara cash-flow gitu-gitu aja? secara model bisnis kuno, dan secara ilmu manajemen gak kongruen dengan model manajemen manapun, eh kecuali model bisnis tukang sate pada umumnya, yg dari mulai motong daging, bumbuin, kipasin, sampai menyanjikan ke pelanggannya dilakukan oleh dirinya sendiri! Saya rela memperlambat denyut bisnis saya yg ribuan kali lipat kapitalisasinya dibanding bisnis yg saya geluti karena saya ingin saya melakukan apa-apa yg sangat baik dilakukan istri saya seperti: memilih baju (material) yg terbaik (cepat laku), konsisten membeli baju (supplier) tertentu (langganan), mencatat pembelian dan pengeluaran (accounting) dengan disiplin lalu memisahkan keuangan antara pribadi, keluarga dan dagangan sampai mensupport bisnis saya yg terkadang jatuh karena kekurangan cash.
Nah, alasan terakhir itu paling rasional bagi saya. Jadi ketika kita jatuh dikarenakan cashflow berdarah-darah (bleeding), orang-orang di sekitar kita masih sanggup menolong. Kita musti menjaga keikhlasan sekeliling kita untuk menolong kita, karena pertolongan dalam bisnis selalu take & give, orang (lain) hanya akan menolong jika dipandang kita worth bagi mereka dan bisa memeberi balik dirinya di saat mereka membutuhkan. Dengan menjaga independensi anda, bahkan ketergantungan kepada istri anda sendiri, lalu selalu memberikan giving lebih tinggi dan lebih banyak akan membuat bisnis anda lambat, tapi pada hakekatnya akan memperkuat pijakan langkah bisnis anda ke depannya.
Cobalah kurangi kongkow2 anda bersama komunitas bisnis jika secara jujur anda meyakini impact pada bisnis anda gak efektif, kurangi nongkrong dengan jejaring netizen politik jika mereka hanya bagian dari buzzer dan komunitas pengharap ratu adil dan kelompok pengiba fiksi. Begitu banyak "penyakit" dalam masyarakat kita tumbuh dikarenakan kesulitan ekonomi, kita jangan memperparah dengan membuang-buang waktu dalam kelompok tak bermutu. Lebih baik perlambat bisnis kita untuk support orang-orang terkasih dalam lingkungan kita sendiri. Berdaya diri, berdaya keluarga inti. Jika fondasi sudah kokoh, bolehlah kita teriak: "ummati.. ummatii.."
Jakarta, 25 September 2018