26 May 2004

Emansipasi, buat Ani dan Novi

Dear Ani.. (dan novi deh :)

Emansipasi:
menurut aa, emansipasi boleh2 aja tetapi harus disimpan dalam koridor Islam. Islam itu tidak masalah dengan Istilah, apakah emansipasi atau pemberdayaan perempuan atau kesetaraan jender yang penting harus dipahami bahwa Perempuan dan Laki-laki diciptakan dengan misi yang sama yaitu menjadi Khalifatul Fil Ard.

dalam pelaksanaannya tentu harus ada peran yang adil. Islam memandang unit masyarakat terkecil adalah keluarga, nah kesetaraan jender dapat diimplementasikan dalam keluarga tsb. Misalnya peran Ayah dan Ibu atau peran Suami dan Istri. Harus ada pembagian yang adil dan sesuai tuntunan syariat dengan melihat kenyataan-kenyataan di lapangan.

kalau wacana yang berkembang sekarang tentang kesetaraan jender dan feminisme. Terus terang AA kurang bersemangat karena di negara asal mula kesetaraan jender pun (AS, Inggris) justru wanita jatuh ke tempat yang serendah-rendahnya. Sebagai orang Islam, sebaiknya kita ikhlas tentang sistem yang sudah lengkap (Almaidah ayat 3) bahwa Islam ini merupakan sistem hidup yang sempurna yang tidak perlu diperdebatkan lagi.

Perempuan yang menuntut terlalu banyak kepada kaum lelaki ternyata tidak akan mampu, karena lelaki itu sendiri adalah makhluk, bukan tempat meminta dan bergantung. Tempat kita meminta adalah Allah yang membuat Sistem ini sudah sempurna, sehingga kita tidak perlu lagi susah-susah berbicara teori ini dan itu, cukuplah kita mempelajari kehidupan muslimah di jaman Rasulullah dan bagaimana Rasulullah mengangkat harkat kaum wanita.

Untuk ini ada buku yang bagus berjudul KEBEBASAN Wanita (aa cuma punya jilid 5: ttg munakahat saja.. :)
di situ sudah gamblang dijelaskan peranan wanita yang lebih menyeluruh bahkan dari semua segi kehidupan (IPOLEKSOSBUDHANKAM tea).

jadi bukan masalah setuju atau tidak setuju. Sebuah Istilah harus dipahami dulu batasan2nya. Seperti istilah pacaran, apakah akan disejajarkan dengan taaruf? atau mendekati zina? ini sangat berbeda lho! begitu pula dengan kesetaraan jender atau feminisme. Kita harus melihat siapa yang membawa pesan dan apa maksud mengangkat pesan tersebut?

misalnya kesetaraan jender dalam pekerjaan. Maka akan berurusan dengan standar gaji antara pria dan wanita, cuti hamil/melahirkan dlsb. Atau kesetaraan jender dalam politik, ujung2nya minta jatah kursi yang 30% itu, tetapi ternyata orang2 di daerah pun tidak banyak yang bisa se"cerdas" orang2 Jakarta untuk mengakomodasi ini. Jadi kesetaraan jender disini sangat rawan politisasi istilah dan kepentingan.

mungkin ini saja yang aa tau. Maaf banyak kterbatasan ilmu di sana sini.

No comments:

Post a Comment