/Comment: " waw! nice story... bener² mirip ceritanya Imam Syafi'ie 
waktu mo merit...
seandainya, saja semua pria berprinsip seperti laki-laki dalam dongeng ini..
pasti, jadi cerita...
 /
 
SHREK!..
:)~
-------------
Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya 
saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku 
rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara yang 
menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling 
keras menentang perkawinanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama 
'buntelan karung hitam' itu ...?!?" Duh......, hatiku sempat kebat-kebit 
mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut 'buntelan karung hitam'.
"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, 
gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. 
Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.
"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan 
Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku 
terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat 
tersinggung mendengar ucapanku.
"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. 
baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan 
seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa 
perempuan itu ke rumah ini !!"
DEGG !!!!
****
"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran 
Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi 
Ismail memberi semangat padaku.
"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas 
kawin seperangkat alat sholat tunai !"
Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.
"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. 
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."
****
Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. 
Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah 
sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam 
hati kuberanikan diri untuk menyapanya.
"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan 
De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi 
disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah 
meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan 
Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
"Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. 
Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat 
kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri 
isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak 
menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya. 
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti 
ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak 
menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan 
yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada 
Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada 
istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan 
ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," 
... Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). 
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena 
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya 
kebaikan yang banyak."
(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata 
itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang 
wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam 
Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.
"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan 
kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan 
menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam 
dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih 
menyisakan segumpal ragu.
"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... 
saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.
"Tidak...De'. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. 
Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika 
seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil 
menggenggam erat tangannya.
****
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait 
do'a kubentangkan pada Nya.
"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan 
cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang 
cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam 
ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. 
Karena itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap 
raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku 
benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah 
sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang 
pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa 
melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya.
"...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah 
tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka 
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya 
pada Allah ..."
(QS. al-Baqarah:165)
/Dikutip dari : Majalah Ishlah no 37/tahun III 1995 /
No comments:
Post a Comment