07 October 2005

Sabda Rupert Murdock: "Media Cetak, Wassalam!"

RUPERT Murdock skeptis melihat masa depan koran. "Saya yakin, banyak
editor dan reporter yang sudah kehilangan relasi dengan pembacanya,"
kata Rupert Murdock. Berbicara di hadapan Asosiasi Editor Surat Kabar
Amerika pada April lalu, dengan percaya diri Murdock meramalkan bahwa
kematian koran dan media cetak lain tinggal menunggu waktu.

Media cetak akan bernasib seperti dinosaurus. Punah oleh evolusi.
Wassalam. Sebabnya, perusahaan yang memasang iklan di media cetak
akan mengalihkan strategi mereka ke media elektronik dan internet.
Pada akhirnya, media elektronik juga harus bersaing dengan internet.
Terutama dengan produk seperti blog dan news portal. "Sekarang
perusahaan media, termasuk perusahaan saya, harus lebih paham soal
internet," katanya.


Ramalan era kematian koran sebenarnya bukan hal baru. Para peneliti
media pun sebelumnya mengatakan hal serupa. Bedanya, kini yang
mengucapkan kalimat itu tidak lagi seorang peneliti, melainkan Murdock,
sang raja media. Ramalan itu beralasan. Berdasarkan data tahun 1995-2003
dari Asosiasi Surat Kabar Dunia, oplah koran terus menurun: antara lain
turun 5% di Amerika, 3% di Eropa, dan 2% di Jepang. Bila pada 1960-an
empat dari lima orang Amerika membaca koran, di tahun 2005
perbandingannya menjadi dua dari lima orang. Yang tiga lagi sudah masuk
dunia elektronik atau digital.

Tapi, meski peluang media elektronik untuk bersaing dengan internet
masih cukup besar, Murdock tidak ingin terlambat. Ia terbiasa bertindak
cepat. Itulah filosofi bisnisnya, mungkin juga hidupnya. "Tidak ada
istilah yang besar mengalahkan yang kecil. Yang benar adalah yang cepat
mengalahkan yang lambat, "ujarnya. Karena itu, bisa dipahami mengapa
Murdock bergerak cepat. Semacam upaya "restrukturisasi" antara sayap TV
dan sayap internet pun dilakukan. Bila TV memproduksi klip video atau
berita, maka selain di jaringan TV itu sendiri, tayangan itu bisa
diputar di media online. Integrasi yang manis antara jaringan TV yang
dimiliki Murdock - dengan jaringan online-nya yang baru berkembang -
bisa terwujud.

Meski bagi media cetak ramalam semacam itu relatif menakutkan, jelas
keliru bila menyangkalnya. Memang benar tak semua media online dibaca -
seperti halnya tidak semua koran dibaca. Tapi media online bisa berperan
penting, bisa jadi lebih penting dari media tradisional seperti koran
dan majalah. Buktinya adalah peran blog dalam pemilihan presiden Amerika
Serikat terakhir lalu.

Matthew Hindman, professor politik dari Universitas Arizona, mengatakan
bahwa blog-blog top selalu lebih dikunjungi dibandingkan dengan halaman
opini di koran. Karena itu, jelas salah bila menganggap blog bersifat
netral terhadap media cetak. Media online cenderung mengancam eksistensi
media cetak. Seringkali sebuah blog membantah, atau bahkan membuktikan,
bahwa media cetak keliru memberitakan.

Juga salah menganggap para blogger tidak bisa melakukan reportase
layaknya media cetak. Contohnya adalah OhmyNews di Korea Selatan, yang
menganut konsep "setiap warga adalah reporter". Dalam waktu lima tahun,
OhmyNews punya 2 juta pembaca dan memiliki sekitar 3.000 reporter. Para
reporter-warga itu adalah sukarelawan yang memasukkan berita yang diedit
dan dicek faktanya oleh 50 staf permanen.

Jadi, sampai kapan media cetak bertahan? Menurut buku Saving The
Vanishing Newspaper: Journalism in The Information Age karangan Philip
Meyer, bila trend digital semacam ini terus berlanjut, diperkirakan
tahun 2040 masih ada sisa-sisa pembaca koran. Lewat tahun itu, semua
goes digital.

Basfin Siregar

Majalah GATRA edisi 8 Oktober 2005 halaman 73

Ungkapkan opini Anda di:

http://mediacare.blogspot.com

http://indonesiana.multiply.com

No comments:

Post a Comment