RUPERT Murdock skeptis melihat masa depan koran. "Saya yakin, banyak  
editor dan reporter yang sudah kehilangan relasi dengan pembacanya," 
kata Rupert Murdock. Berbicara di hadapan Asosiasi Editor Surat Kabar  
Amerika pada April lalu, dengan percaya diri Murdock meramalkan bahwa 
kematian koran dan media cetak lain tinggal menunggu waktu.
 
    Media cetak akan bernasib seperti dinosaurus. Punah oleh evolusi. 
    Wassalam. Sebabnya, perusahaan yang memasang iklan di media cetak 
    akan mengalihkan strategi mereka ke media elektronik dan internet. 
    Pada akhirnya, media elektronik juga harus bersaing dengan internet.
    Terutama dengan produk seperti blog dan news portal. "Sekarang
    perusahaan media, termasuk perusahaan saya, harus lebih paham soal
    internet," katanya.
 
Ramalan era kematian koran sebenarnya bukan hal baru. Para peneliti 
media pun sebelumnya mengatakan hal serupa. Bedanya, kini yang 
mengucapkan kalimat itu tidak lagi seorang peneliti, melainkan Murdock, 
sang raja media. Ramalan itu beralasan. Berdasarkan data tahun 1995-2003 
dari Asosiasi Surat Kabar Dunia,  oplah koran terus menurun: antara lain 
turun 5% di Amerika, 3% di Eropa, dan 2% di Jepang. Bila pada 1960-an 
empat dari lima orang Amerika membaca koran, di tahun 2005 
perbandingannya menjadi dua dari lima orang. Yang tiga lagi sudah masuk 
dunia elektronik atau digital.
 
Tapi, meski peluang media elektronik untuk bersaing dengan internet 
masih cukup besar, Murdock tidak ingin terlambat. Ia terbiasa bertindak  
cepat. Itulah filosofi bisnisnya, mungkin juga hidupnya.  "Tidak ada 
istilah yang besar mengalahkan yang kecil. Yang benar adalah yang cepat 
mengalahkan yang lambat, "ujarnya. Karena itu, bisa dipahami mengapa 
Murdock bergerak cepat. Semacam  upaya "restrukturisasi" antara sayap TV 
dan sayap internet pun  dilakukan. Bila TV memproduksi klip video atau 
berita, maka selain di jaringan TV itu sendiri, tayangan itu bisa 
diputar di media online. Integrasi yang manis antara jaringan TV yang 
dimiliki Murdock -  dengan jaringan online-nya yang baru berkembang - 
bisa terwujud.
 
Meski bagi media cetak ramalam semacam itu relatif menakutkan, jelas 
keliru bila menyangkalnya. Memang benar tak semua media online dibaca - 
seperti halnya tidak semua koran dibaca. Tapi media online bisa berperan 
penting, bisa jadi lebih penting dari media tradisional seperti koran 
dan majalah. Buktinya adalah peran blog dalam pemilihan presiden Amerika 
Serikat terakhir lalu.
 
Matthew Hindman, professor politik dari Universitas Arizona, mengatakan 
bahwa blog-blog top selalu lebih dikunjungi dibandingkan dengan halaman 
opini di koran. Karena itu, jelas salah bila menganggap blog bersifat 
netral terhadap media cetak. Media online cenderung mengancam eksistensi 
media cetak. Seringkali sebuah blog membantah, atau bahkan membuktikan, 
bahwa media cetak keliru memberitakan.
 
Juga salah menganggap para blogger tidak bisa melakukan reportase 
layaknya media cetak. Contohnya adalah OhmyNews di Korea Selatan, yang 
menganut konsep "setiap warga adalah reporter". Dalam waktu lima tahun, 
OhmyNews punya 2 juta pembaca dan memiliki sekitar 3.000 reporter. Para 
reporter-warga itu adalah sukarelawan yang memasukkan berita yang diedit 
dan dicek faktanya oleh 50 staf permanen.
 
Jadi, sampai kapan media cetak bertahan? Menurut buku Saving The 
Vanishing Newspaper: Journalism in The Information Age karangan Philip 
Meyer, bila trend digital semacam ini terus berlanjut, diperkirakan 
tahun 2040 masih ada sisa-sisa pembaca koran. Lewat tahun itu, semua 
goes digital.
 
Basfin Siregar
 
Majalah GATRA edisi 8 Oktober 2005 halaman 73
Ungkapkan opini Anda di:
http://mediacare.blogspot.com
http://indonesiana.multiply.com
No comments:
Post a Comment