04 December 2006

Bila Istri Cerewet

Adakah istri yang tidak cerewet? Sulit menemukannya. Bahkan istri Khalifah
sekaliber Umar bin Khatabpun cerewet.

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin
Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan
istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya
melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun
terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya
yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal
melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan,
berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di
luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal. Istrinya berperan sebagai BP4. Apakah
BP4 tersebut?

1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya,
niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok
di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak,
membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun
demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki
untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia
mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak
diterimanya. Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.
Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api,
ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan
indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan
liuka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan
raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi
penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam.
Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang
tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli
ini, beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar
harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia.
Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh
cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa
pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih
telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada
salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga
harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian
warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan
sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi
menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan
sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil
menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh
kesah atas kecakapannya itu

4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan
istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan.
Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar.
Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah
istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke
depan, mengaku, "akulah yang membuatnya begitu." Baik buruknya sang tunas
beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar
akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di
seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami
Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan
lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya
sempat berdebat, menawar, harga melebihi angaran. Tak perlu suami memotong
sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia
memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu
hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit
saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki
terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan
dibenci suami.

Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel.
Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di
pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara
hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan
untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia
mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan
kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia
menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar
pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak
hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi
keluarganya. Wallahu'Alam (Koko Nata)

Diolah dari Cahaya Iman, edisi kamis, 30 November 2006-11-30
Bersama Ustad Cinta di Indosiar pukul 04:30

No comments:

Post a Comment