Sudah lama rasanya tidak menulis lagi tentang politik. Tulisan-tulisan saya hanya berupa torehan-torehan lepas di jejaring sosial media yang saya ikuti. Mengalir, tanpa pemikiran mendalam, seperti memikirkan negara sambil lalu saja, ah, sebenarnya bukan memikirkan negara, tapi galau yang dibungkus dalam rasa nasionalisme.
Sebelum saya menulis tentang Prabowo ada baiknya, saya ceritakan dulu satu penggalan kisah di lapangan Cikini, saat saya mendukung pasangan Jokowi - Basuki [Jakarta Baru].
|
Sertifikat Jasmev atas nama saya |
Soal dukung-mendukung, mungkin inilah yang saya bisa lakukan, karena sudah terlalu banyak orang pintar, terlalu banyak orang bikin konsep, tapi dua hal yang luput di kita adalah : Menyeleksi pemimpin dengan benar dan Membudayakan kepemimpinan dengan benar. Untuk itu ya, terpaksa jadi "alay-alay" politik yang gemar bersimbol-simbol ria dengan sticker, kaos dan spanduk deh.. :-)
Saya sebenarnya menjadi simpatisan Jasmev (Jokowi Ahok Social Media Volunteer), sayang saya tidak bisa masuk ke ruang pertemuan di lt. 2 restoran bumbu desa cikini, karena saya tidak mendaftar acara tsb, saya kira karena saya sudah mendaftar lewat web jasmev, maka saya otomatis dapat berpartisipasi. Pertemuan ini sendiri digagas pengguna forum daring kaskus (biasa disebut kaskuser). Pernyataan Jokowi di media yang menyebut Kaskus sejajar dengan media sosial lain seperti Facebook & Twitter membuat bangga para kaskuser karena situs kesayangannya itu menjadi tambah populer, dan semakin menegaskan bahwa Jokowi sangat membela apa-apa yang berbau lokal & nasional (karena Kaskus adalah media sosial asli anak bangsa yang penggunanya paling banyak dan proven secara bisnis).
Di Jl. Borobudur sendiri saya datang agak siang karena paginya saya ngasuh anak, istri & saudara2 istri ke kolam renang, mertua lagi ke Padang sementara ipar saya yang sedang kuliah di Taiwan sedang berlibur di Jakarta, ya sudah kami manfaatkan waktu-waktu ini untuk rekreasi sederhana. Perlu dicatat bahwa mereka semua pendukung Hidayat-Didik (Dr. Hidayat Nur Wahid dan Prof. Didiek J. Rachbini) dan PKS mania heheheh... kecuali bapak mertua saya yang memang sering ngobrol persoalan-persoalan politik dengan saya, kayaknya sudah "kotak-kotak"!..
Sebagaimana prediksi, jalan Borobudur yang sering saya lewati sewaktu saya mengerjakan proyek water treatment di RSCM itu sangat penuh sesak dengan baju kotak-kotak, wajah-wajah masyarakat biasa, wajah-wajah garang dan gahar sering saya lihat sebagaimana sering kita lihat dari pendukung partai PDIP & Gerindra, jangan harap bertemu wajah2 yang jidatnya hitam berbaju putih-putih pakai sorban ya.. Saya kira Jokowi harus mengingat wajah-wajah ini dalam memorinya jika ia memenangkan pilkada, karena wajah-wajah inilah yang sedari awal mendukung dirinya dari putaran pertama.
Masuk ke sekretariat pemenangan Jokowi Ahok, Jl. Borobudur no. 22, sudah ada panggung sederhana yang diisi acara bernyanyi dari ibu-ibu pendukung Jokowi, di depan saya lihat para pemakai kursi roda, sementara di jalan masuk / gang saya lihat ada satu mobil
Tawon (salah satu merk mobil lokal selain
Esemka), dan di dalam gedung ada beberapa publik figur yang banyak dikenal orang. Pintu dalam gedung dikunci dan dijaga karena sudah penuh sesak, simpatisan berkumpul di luar.
Seorang ibu-ibu mengeluh karena tidak ada konsumsi, tidak ada bagi-bagi uang pengganti ongkos bahkan air minum sekalipun. Umumnya mereka membeli es atau minuman di warung-warung di sepanjang jalan borobudur. Saya dan seorang pria lalu berbicara satu sama lain, tentu kalau pendukung petahana, mereka bakal kenyang dan pulang dapat uang...
Karena saya terlambat datang, jadi saya tidak tahu acara sebelumnya yang mulai dari jam 10 pagi tadi. Tidak sempat lihat Rieke D. Pitaloka dan Dedi Miing Gumelar di panggung dan jalannya semua acara. Pada pukul 14.30 saya langsung meluncur ke lokasi kaskuser di restoran Bumbu Desa cikini yang di sana ternyata akan didatangi juga oleh Pak Jokowi.
Di Bumbu Desa sudah ada Wardah hafiz dari
Urban Poor Consortium yang menunggu Pak Jokowi untuk membicarakan masalah lahan untuk kaum miskin, saya tak mengikuti pembicaraan secara detail walaupun sebenarnya memungkinkan karena Jokowi sama sekali tak menggunakan pengawal dan body guard. Mulai masuk lantai dua restoran (tempat relawan jokowi - ahok berkumpul) saja, jalan beliau harus tersendat dan rajin-rajin pasang senyum karena banyak orang minta foto bareng, belum lagi wartawan yang selalu mengikuti kemana saja beliau pergi.
Karena handphone saya lobatt, maka saya cari terminal listrik untuk
nge-charge dulu, dan ngobrol santai dengan seorang bapak-bapak yang ternyata anaknya adalah relawan Jasmev yang sudah masuk di ruangan. Kami ngobrol dengan sumringah, karena kita menangkap semangat luar biasa dari semua orang yang hadir, ada semangat optimisme, semangat perubahan dan semangat kebersamaan di antara orang-orang. Berbeda dengan di jl. borobudur, di restoran ini yang datang umumnya bersih-bersih mukanya, banyak yang pakai kerudung, dan tidak sedikit yang pakai kacamata minus, kayaknya anak2 kaskuser alias geek internet kompakan datang ke sini. Dan nanti kita tahu, efek dari JASMEV ini sangat signifikan dalam
"perang" kampanye JB vs HNW atau FOKE.
Cuplikan pengalaman kampanye bersama pasangan Jokowi Ahok tersebut menjadi catatan manis dalam perjalanan kehidupan berpolitik saya sebagai anak bangsa. Sebagai seorang yang berminat mendalami kehidupan berpolitik (bukan politik praktis), saya sangat bersyukur termasuk ke dalam anak bangsa yang mendengar, membaca dan menonton peristiwa politik lalu menentukan pilihan saya sendiri dan sedikit banyak mengajak orang lain mengikuti pilihan yang saya tentukan. Pilihan pada Jokowi Basuki untuk Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 ini akan menentukan pilihan saya, pada jabatan presiden NKRI periode 2014-2019. Alasan saya memilih Jokowi Basuki pada posisi Gubernur DKI, membuat saya harus menentukan figur lain untuk Presiden RI, karena saya tahu betapa sulitnya memenangkan Pilkada DKI dan "melawan arus" lingkungan saya yang umumnya mendukung Pak Hidayat Nur Wahid (kader terbaik PKS dan wakil rakyat dengan suara terbanyak di Indonesia, juga kita tahu Jakarta adalah basis PKS awal-awal partai ini berdiri dulu), selain itu Fauzi Bowo yang betawi asli dan pejabat karir di DKI sangat mengakar pada lingkungan masjid-masjid di Jakarta Selatan. Jokowi yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang kristen akan sangat sulit memenangkan pertarungan. Para Jokowi mania yang belakangan (terlambat) mendukung Jokowi, umumnya tidak tahu sampai sedalam ini, dan umumnya "latah" mengikuti trend yang berkembang para pendukung Jokowi yang semakin tinggi. Mereka, adalah orang-orang kebanyakan, yang hanya tau politik dari berita-berita media yang kadang tidak fair dan punya agenda-agenda sendiri sesuai korporasi-nya masing-masing.