19 January 2014

Mengapa saya mendukung Prabowo untuk Presiden RI 2014 - 2019 (Part 3) - Mengenal Fadli Zon, Sahabat Prabowo

Ada beberapa sahabat yang membaca blog dan posting saya berkenaan tentang Prabowo, baik tulisan pertama maupun kedua. Di antaranya adalah sahabat sekaligus mentor berfikir saya akhuna Pak Firdaus Ibrahim, yang langsung menghubungkan saya dengan Bang Fadli Zon (FZ). Ada lagi Pak Rachmat Pambudy [RP], aktivis HKTI yang bergerak cepat membuat janji dengan FZ di perpustakaan pribadinya Fadli Zon Library. Seorang kawan sekaligus senior Bang AKA (Adriyono Kilat Adhi) malah mem-forward tulisan saya ke orang-orang yg dia sebut "All Prabowo's Men". Tempo menyebut anak-anak muda pendukung Prabowo yang dimaksud Bang AKA ini dengan sebutan khas lain lagi. Adanya mereka merupakan salah satu bentuk kekaguman saya juga, karena ciri khas seorang pemimpin harus bisa merekrut follower yang berbobot. Pemimpin itu sedikit banyak punya kualitas kenabian, sehingga mampu merekrut orang-orang yang memiliki kualitas pribadi yang tinggi. 


Fadli Zon dan saya di Fadli Zon library, Jl. Danau Limboto
Pertemuan saya dengan Pak RP dan FZ sebenarnya tak lama, tapi dalam diskusi tersebut saya telah menyampaikan pandangan saya yang kritis terhadap Prabowo, mencoba menyampaikan kekaguman logis (bukan emosional) kepada PS (Prabowo Subijanto) dan secara langsung saya bilang bahwa saya mendukung beliau untuk pemilu 2014 nanti. Selain itu saya juga menyampaikan ide-ide segar hasil pemikiran saya dari hasil merenung dan mendengarkan kegalauan teman-teman praktisi air perpipaan seraya menyampaikan satu ide besar tentang hal ini. Saya asumsikan bahwa PS dan tim-nya akan mampu mewujudkan ide tersebut karena sesuai dengan kerangka berfikir PS yang sangat nasionalis dan progresif (ini bahasa saya untuk membedakan dengan kalangan nasionalis pengeluh dan nasionalis bermental pengemis). FZ yang memang cerdas tak banyak membahas atau mempertanyakan siapa saya lebih jauh, dia juga memaklumi kekaguman saya itu dan tidak menggali lebih jauh juga, ia langsung membahas ide tersebut seraya menugaskan saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah demi ide besar ini. Saya pun menyanggupi dan akan melaksanakan perintah tersebut dengan bisikan basmallah pelan.. (halahhh... :p)..

FZ mengenal PS sudah lama, 20 tahun lebih. Dia bisa dikatakan kader PS, tapi FZ lebih suka menyebut PS sebagai sahabat-nya, walaupun FZ dari usia terpaut cukup jauh, beliau kelahiran '71 hanya terpaut 6 tahun dari saya. Tokoh pemuda gempal ini adalah "mutiara minang" yang tersisa, saya bisa katakan demikian karena tanah Minangkabau yang merupakan pemasok intelektual di zaman kemerdekaan dulu, kini mulai jarang melahirkan para pemikir besar. Tanah minang sekarang "hanya" banyak melahirkan pebisnis, profesional semacam dokter, arsitek dan insinyur. Tentu ini bukan dominasi Minang saja yang dulu melahirkan Hamka, Tan Malaka, Agus Salim dan Moh. Hatta, tapi hampir-hampir negeri ini tak memiliki lagi tokoh-tokoh muda yang gemar membaca, mendalami masalah secara komprehensif, lintas disiplin ilmu dan "larut" dalam keindahan kehidupan intelektualitas. Sedikit sekali tokoh intelektual dan pemikir yang bisa "beradaptasi" di zaman ini, Tokoh-tokoh kita sekarang, hidup dalam budaya Pop. Jika dia membuat buku, maka buku-bukunya minim pemikiran orisinil dan mendalam, jika ia membuat karya seni, terasa hambar, dan jika dia memutuskan sesuatu ia mengikuti faham orang kebanyakan. Saya melihat ada banyak hal yang berbeda dalam diri FZ dibanding tokoh-tokoh pemuda lainnya, satu hal yang mendasari mengapa saya memilih Prabowo, karena ia sanggup "merekrut" orang sekelas Fadli Zon. 

Hal yang menarik dari FZ adalah timeline dari masa mudanya yang cemerlang. Ia pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) I Universitas Indonesia dan Mahasiswa Berprestasi III tingkat Nasional. Menjadi visiting student di departemen politik National University of Singapore tahun 1995 dan memimpin delegasi mahasiswa Indonesia dalam ASEAN Varsities Debate IV (1994) di Malaysia. Pernah menyuarakan ide-ide dan pemikirannya dalam aktivitas organisasi kemahasiswaan di berbagai negara dalam beragam aktivitas : 
  • Jepang : [1993, ketua delegasi mahasiswa Indonesia dan panelis The 40th International Student Conference]
  • Malaysia : [1994, pembicara di Simposium Dinamika Gerakan Mahasiswa Islam Asia Tenggara, 1995: pembicara dalam South East Asia University Student Conference]
  • Korea Selatan : [1994, ketua delegasi pemuda Indonesia dalam Korea-ASEAN Youth Cooperative Project dan menjadi peserta Saemaul Undong Training]
  • Filipina : [1994 : observer gencatan senjata Filipina-Moro, 1995: Ketua delegasi Indonesia dalam ASEAN Youth Day Meeting IV]
  • Amerika Serikat :[1995: peserta World Friendship Week di Virginia, Delegasi Indonesia dalam Konferensi LSM ke-48 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York]
  • Taiwan [1996: Ketua Delegasi Indonesia dan pembicara dalam Asia-Pacific Youth Leadership Conference]
  • Rusia [1996: Pembicara Seminar National Build-up and Literary Process in South East Asia di Moskow dan St. Petersburg]
  • Thailand [1996: Konferensi ACRP V ]
  • Singapura [1997: Peserta Hitachi Young Leaders Initiative]
Tentu, siapapun yang membiayai acara-acara tersebut dan  mengirim FZ, seyogyanya faham dengan kualitas FZ muda saat itu dan berharap dia membawa ilmu-ilmu tadi kembali ke negeri ini dengan karya nyata dan pemikiran yang memperkuat bangsa ini. Lulusan ilmu sastra Rusia dan Master of Science (MSc) Development Studies dari The London School of Economics and Political Science (LSE) - Inggris ini memang akhirnya terjun ke dunia politik dan banyak berkecimpung dalam kelompok-kelompok kepemudaan dan ke-Islam-an seperti menjadi pengurus pusat Gerakan Pemuda Islam (1996-1999) dan sempat ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) pada tahun 1998 lalu menjadi salah satu Ketuanya hingga 2001 (lantas mengundurkan diri). Menarik mengapa kemudian FZ bergabung dengan PS mendirikan Gerindra sepuluh tahun kemudian. Mungkin FZ berfikiran sama dengan Amien Rais yang dulu pernah mengatakan "baju PBB kesempitan". 

Saya sebenarnya kurang suka dengan perilaku kolektor, karena Kyai Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA membenci perilaku pengkoleksi ini. Hampir semua politisi muslim era kemerdekaan menghindari mengoleksi benda-benda antik dan seni, dan hidup dalam kesederhanaan, entah itu Mohamad Natsier, Agus Salim atau Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Karena perilaku itu dianggap "berlebihan" dalam memiliki harta. Ide-ide sosialis juga menolak hal ini, kecuali dianggap dapat membangkitkan jiwa-jiwa revolusioner dalam diri seseorang. Itulah mengapa Soekarno turut "membatasi" karya-karya seni apa saja yang patut dikonsumsi masyarakat kita, karena pemahaman tersebut. Islam [kaum salaf] bahkan melarang Masjid diberikan lukisan kaligrafi berlebihan dan benda-benda seni walaupun  itu hanya jam bandul yang berdentang karena dapat mengurangi aktivitas ibadah mahdhoh seorang muslim. Fadli Zon yang aktif dalam gerakan Islam ini justru termasuk kolektor seni.  Yang dia koleksi sebagai berikut: 

Koleksi keris FZL
  1. Koleksi keris dan tombak dari berbagai kerajaan di Nusantara; 
  2. Koleksi prangko sejak pra-filateli awal abad 19,  prangko pertama Hindia Belanda (1864) hingga 2011; 
  3. Koleksi uang logam (coin), medal, dan uang kertas antara lain set coin zaman Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Samudera Pasai (Aceh), Banten, Jambi, Palembang, Cheribon hingga VOC, Hindia Belanda dan Republik Indonesia; 
  4. Koleksi lukisan dan patung dari sejumlah perupa terkemuka Indonesia; 
  5. Koleksi piringan hitam (long play) dari musisi/penyanyi Indonesia sejak 1930-an hingga 1980-an; 
  6. Koleksi rokok yang diproduksi di Indonesia; 
  7. Koleksi tekstil/kain tua dari beberapa daerah;  
  8. Koleksi kaca mata para tokoh seperti Bung Hatta, Mr. Sjafroeddin Prawiranegara, Mr. Mohamad Roem, Ruslan Abdulgani, BM Diah, Sumanang, Rosihan Anwar, Taufiq Ismail, Asrul Sani dan lain-lain.
Koleksi kacamata Mr. Sjafruddin Prawiranegara

FZ, tentu memiliki kekurangan juga sebagaimana saya melihat koleksi-koleksi-nya ini sebagai "penyimpangan kaum intelektual", tapi selalu ada hal positif yang dapat kita ambil dari manusia cerdas, muda dan sangat percaya diri ini. Rahmat Pambudy mengagumi FZ adalah karena kualitas intelektualitas anak muda ini yang seringkali membuatnya terpekur diam karena FZ berfikir 2-3 langkah di depannya. Saya menanggapi komentar Pak RP ini sebagai berikut, "Bapak dan FZ tentu saling membutuhkan karena Bapak juga memiliki karakter seorang guru yang senang dan menghargai sikap intelek. Orang yang tidak memiliki sifat guru, akan cenderung 'bersaing' dengan siapapun apalagi anak muda yang cenderung lebih pintar darinya..", suara Pak RP menghilang sepertinya Ia mencerna celetukan saya di seberang telepon. Sementara Pak Imam Soeseno sebagai sama-sama aktivis di HKTI Prabowo, sempat menyayangkan pola kampanye FZ yang dianggap tidak sempurna karena FZ sebagai tokoh intelektual muda juga melakukan cara-cara biasa dalam berkampanye (ambulan dengan nama dan foto FZ tercetak pada badan mobil, bakti sosial ala sinterklas dan program-program kampanye yang umum dilakukan caleg-caleg lain), inilah yang bisa dianggap kelemahan FZ yang saya dapat maklumi karena saat ini perpolitikan kita hidup dalam alam one man-one vote, sehingga logika berfikir kita musti "menyesuaikan" dengan logika pemilih dan kebutuhan pemilih secara umum.


Koleksi kacamata Bung Hatta

Bila kita amati lebih jauh perilaku masyarakat kita, misalnya mengapa tokoh-tokoh agama yang membawa simbol-simbol keagamaan, cenderung diikuti dan dituruti. Tokoh-tokoh ormas tsb, bahkan sengaja menggunakan isu SARA untuk kepentingan pribadi dan kelompok komunitas yang dibentuknya. Masyarakat kita tentu tahu hal ini, tetapi permasalahan hidup yang sulit dan tekanan ekonomi terus menerus menyebabkan komunitas-komunitas ini hidup dalam relung-relung hati masyarakat kita. Jangan heran mereka tampak "kuat" ketika ber-konvoi di jalanan dengan membawa panji-panji bersimbolkan agama dan ketuhanan. Ibadah diartikan secara militan mengikuti dengan taklid titah dari sang Kyai atau pemimpin mereka tsb. Grass root dan elit sama-sama "melacurkan" dirinya karena ada kue yang dibagi. 

Koleksi catur yang ditandatangani GM. Utut Adianto 

Saya pernah mengatakan dalam satu diskusi di grup whatsapp, bahwa Partai Keadilan Sejahtera itu beruntung memiliki Fahry Hamzah. Karena bila dilihat dari perspektif permainan catur, setiap partai pasti memiliki 1 orang raja (pimpinan) dengan beberapa jenis/karakter perwira. 

  • Ada Bishop (gajah) yg mewakili Ksatria Rohaniawan, yang terdiri dari dua sub-type yaitu Gajah/Peluncur putih dan Gajah/Peluncur hitam, keduanya berjalan diagonal dan hanya bisa menempati satu sisi sepanjang hidupnya. Karakter Gajah/Bishop ini saya anggap sebagai kaum agamawan, yang selalu berpijak pada dogma dan kepercayaan yang dianutnya saja, luwes (dikonotasikan dengan peluncur yang berjalan diagonal). Peluncur adalah perwira yang kuat jika mereka lengkap (keduanya masih hidup, baik hitam atau putih), bisa melumpuhkan Raja pihak lawan di permainan akhir jika sang Raja terampil "menggunakan" keduanya.
  • Perwira kedua adalah Knight / Kuda. Dua knight ini tidak bisa membunuh raja jika hanya keduanya yang tersisa di akhir permainan, walau dua-dua-nya dimiliki sang raja. Tetapi kuda sangat efektif di awal-awal perang, karenya knight adalah satu-satunya perwira yang langkahnya dapat melompati bidak-bidak yang lain. Langkah "L" kuda ini seringkali yang menyebabkan pihak lawan terkecoh olehnya. Karena langkahnya ini, kuda sering tampil di depan "publik" dan berpenampilan menawan untuk tim-nya maupun tim musuh, jenis perwira inilah yang biasanya paling duluan "dikorbankan" untuk membuat permainan menjadi lebih mudah atau mencari komposisi yang paling gampang dalam memenangkan permainan. Terkadang seorang pemain catur kebanyakan tak mampu dihadapkan dengan kompleksitas berlama-lama, sehingga terpaksa atau sengaja mengorbankan atau menukar perwira-perwiranya itu untuk posisi yang menguntungkan di tengah dan akhir permainan.
  • Benteng (Rook), adalah ksatria / perwira yang bisa digambarkan sebagai sosok yang keras dan bergerak selalu lurus. Rook adalah perwira terkuat kedua setelah Menteri / Queen. Jika Bishop dan Knight dihargai 2,5, maka satu bidak Rook dihargai tiga pion. Jika diibaratkan seorang perwira manusia, karakter Rook ini kokoh, tidak suka basa-basi dan menyampaikan apa adanya. Rook "digambarkan" mendampingi panji-panji seorang Raja, dia dapat bertukar posisi dengan Raja dan mengorbankan dirinya dalam posisi "siap diserang" sekaligus mengamankan posisi Raja. Saya mengibaratkan Ruhut Sitompul dan Fahry Hamzah berada dalam posisi ini.
  • Menteri (Queen) adalah perwira terkuat yang di miliki sebuah pasukan atau kerajaan atau partai. Perwira Menteri adalah satu-satunya perwira yang digambarkan memiliki jangkauan / langkah 3 perwira sekaligus, Peluncur putih, peluncur hitam dan sekaligus Benteng, nilai satu bidak Queen dalam catur dihargai sebanyak 5 pion. Menteri juga merupakan perwira yang kedudukannya paling dekat dengan Raja. Umumnya pemain catur mengeluarkan menteri bukan di awal-awal permainan. Saya membayangkan Anis Matta, Anas Urbaningrum dan Fadli Zon termasuk perwira dalam kategori Menteri. Karena kualitas berpolitik, melangkah dan daya jangkau ketiganya sangat kuat dan mengokohkan seluruh pasukan/partainya masing-masing. 
Saya menyukai Prabowo yang memiliki "perwira-perwira" kuat di sekelilingnya dan kualitas rekrutment politik yang baik menunjukkan kualitas hakiki seorang pemimpin. Silahkan bandingkan dengan kualitas rekrutmen yang dilakukan SBY misalnya, bagaimana Nazarudin, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum dan kini Sutan Batugana harus berurusan dengan KPK dan demokrat membiarkan sama sekali "perwira-perwira"-nya "berubah warna" menjadi musuh yang efektif menghancurkan partai ini secara frontal.

Ini adalah bagian tulisan saya yang ketiga tentang dukungan saya ke Pak Prabowo Subijanto untuk posisi Presiden NKRI di 2014, walaupun saya membahas tokoh FZ, bukan berarti saya mendukung Gerindra. Sebagaimana saya kagum pada PKS yang berhaluan "kanan" maka saya pun kagum pada partai ini pada "sisi kiri". Gerindra cenderung mewujudkan cita-cita Soekarno dan Hatta sekaligus. Sementara PKS merupakan partai "Masyumi baru" dengan jejaring internasional yang mereka miliki. Sepertinya kedua partai ini dapat berbuat banyak di masa depan jika saja mereka mau berpayah-payah mempertahankan idealismenya dan mau mengkoreksi dari kesalahan-kesalahannya. Sudah banyak contoh kegagalan dan kesalahan memalukan yang dilakukan partai-partai besar karena "terpeleset" oleh gemilaunya kekuasaan. Awalnya mereka punya jargon yang sama seperti jargon-nya Prabowo : "Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi!"


Sumber referensi :
kemungkinan masih bersambung.. 

4 comments: