Saya setuju dengan pernyataan Bapak Sukardi mengenai betapa
pentingnya pertanian bagi negara kita. Bahkan Amerika, Jerman,
Jepang yang sudah sangat maju dibidang teknologi masih tetap menjaga
sektor ini.
Akan tetapi yang dikhawatirkan bila kita terlalu bergantung kepada
pertanian akan mengalihkan mata kita dari potensi2 lain yang kita
miliki. Selain itu dikhawatirkan beban amanat pertanian yang kita
pikul dapat menjadi pembatas dalam kemajuan kita.
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah biasnya definisi produk
pertanian, baik dari pihak TIN maupun dari luar. Sampai dimana suatu
produk atau teknologi disebut teknologi atau produk pertanian.
Sebagai contoh: perusahaan Phoenix. Perusahaan ini awalnya bergerak
di bidang produksi ban mobil dan suku cadang automotif lainnya, akan
tetapi demi memenangkan persaingan bisnis perusahaan ini membuat
terobosan menjual produk yang disebut voice isolation technology
(kira2 begitu terjemahannya ke bhs inggris). Pada intinya product
mereka dapat mengurangi (menghilangkan) kebisingan yang dihasilkan
oleh mobil. Sedangkan bahan yang dipakai sebagai isolatornya ya
sebagian besar masih karet juga. Dan mereka menjadi innovator dalam
product ini.
Hal inilah yang sebenarnya saya khawatirkan, produk pertanian
dikembangkan oleh bidang lain (otomotif dan khususnya material sains
dalam hal ini). Sedangkan kita masih berkutat dengan pengolahan latex
yang baunya cukup menyengat itu.
Contoh lain seperti yang dilakukan lab. thermal separation (bagian
dari jurusan process engineering) di Univ. saya. Semua penelitian
mereka adalah memisahkan komponen2 dari bahan pertanian, ya mulai
dari kafein, vit.A,C,E sampai minyak ikan. Akan tetapi sulit sekali
bagi mereka untuk menerima lulusan teknologi pertanian karena bagi
mereka ini adalah bidang teknik kimia (processing).
Mungkin alasan mereka benar juga karena di TIN kita tidak belajar
thermodinamika, tidak belajar pindah panas dan massa, tidak belajar,
chemical reaction eng. tidak belajar diffusi koef. Bahkan mungkin
ada mahasiswa TIN yang tidak tau apa fungsi reflux pada proses
distilasi. Maaf untuk hal ini mungkin tidak berlaku pada
perseorangan, tapi gambaran ini adalah mengenai mahasiswa TIN pada
umumnya.
Masalah kedua adalah nama pertanian itu sendiri. Dengan menggunakan
nama pertanian maka bentuk struktur IPB bersifat product structure
dan ini mempunyai kelemahan dalam hal sumber daya yang tidak
terpusat. Misalkan kita punya tiga jurusan dengan singkatan nama
yang sama BDP, hanya tinggal P-nya diganti mau pertanian, perikanan
atau peternakan, Atau SEP sosial ekonomi P 3 macam. Sekarang
bagaimana kalau ada seorang petani (kelapa) yang juga punya ternak
dan kadang2 pergi melaut siapa yang akan mengurus petani, peternak
atau nelayan tersebut, tentu akan terjadi pemborosan sumber daya.
Contoh yang terjadi di jurusan kita, saya masih ingat ada teman saya
yang ditolak pl-nya karena bertempat di pabrik susu dan susu bukan
produk yang menjadi tanggung jawab tin. Padahal yang penting itu
bukanlah produk pangannya, atau peternakan atau perkebunannya tapi
yang terpenting adalah teknologinya atau ilmunya. Sulit bagi
mahasiswa TIN untuk berkembang bila tidak boleh pl di astra int.
misalnya. Memang produk astra umumnya bukan pertanian dan produk
pertanian umumnya mempunyai karakter yang berbeda dengan automotif.
Akan tetapi jumlah industri yang telah menerapkan sistem dan
teknologi yang moderen dan benar2 berbasis pertanian jumlahnya
terbatas. Dalam kasus TIN dan TPG tadi, salah satu prospek teknik
separasi di masa depan adalah penerapan fluida super kritis, harga
alat tersebut diatas 5 juta dolar amerika. Nah bila misalnya TIN
punya 3 juta dan TPG dua juta dalam struktur organisasi berbasis
produk ini tidak ada dari kedua jurusan ini yang mampu untuk membeli
alat tersebut.
Maksud tulisan saya bukanlah merendahkan peranan pertanian, akan
tetapi hanya mengingatkan akan banyak prospek2 lainnya yang akan
muncul dan dapat kita manfaatkan bila kita tidak terlalu berorientasi
pada satu produk saja. Dan juga mengingatkan, bila kita salah dalam
menentukan langkah maka lahan yang kita anggap milik kita akan
terebut oleh orang lain. Contoh yang paling nyata dalam hal ini
adalah kasus substitusi mie yang di temukan oleh dosen teknik kimia
itb (yang kita anggap hanya bergelut dengan etanol dan sejenisnya)
dan bukannya oleh dosen tpg.
Dan contoh terdekat bagi saya adalah teman saya sendiri, dia lulusan
teknik industri UI dan sekarang telah mempunyai pekebunan bunga yang
cukup besar. Bagaimana bisa, ya gampang tinggal gaji sarjana ipb dua
orang masing2 1,5 juta untuk mengurus bunga2 tersebut. Dan untuk
diketahui teman saya itu orang berasal dari keluarga yang tidak mampu
(dia sekolah di ui sebelum bayaran spp 1,5 juta).
Hormat Saya,
Ken Aulia.
No comments:
Post a Comment