Roy Sembel, PhD  (Smart_WISDOM@yahoogroups.com)
Sandra Sembel, MM  (edpro@cbn.net.id)
Lalu lintas dua arah seringkali menimbulkan kemacetan,  terutama di daerah yang padat kendaraan. Tetapi, tidak demikian dengan  komunikasi. Komunikasi dua arah justru memperlancar hubungan di berbagai bidang,  baik di tempat kerja maupun di rumah. Membangun komunikasi dua arah memang tidak  mudah, tetapi siapa tahu dengan menyimak yang berikut, Anda pun bisa  melakukannya.
APAKAH PERLU KOMUNIKASI DUA ARAH?
Untuk mengetahui  apakah Anda memang perlu membangun komunikasi dua arah, coba jawab beberapa  pertanyaan berikut. . Apakah anak buah atau bawahan Anda sering datang kepada  Anda dan secara nyaman menyampaikan "unek-unek" mereka? . Apakah Anda dan tim  Anda bisa saling menerima kritik tanpa mengambil sikap defensif? . Apakah Anda  tahu rasa frustrasi, masalah, keinginan, minat anggota tim Anda? . Apakah Anda  sering menanyakan pendapat atau masukan dari anggota tim tentang suatu keputusan  yang akan Anda ambil? . Apakah dalam rapat dengan tim, ada kebebasan menyatakan  pendapat, memberi usulan dan saran?
Jika sebagian besar jawaban Anda  adalah "tidak", maka kemungkinan besar Anda perlu membangun komunikasi dua arah.  Namun, jika sebaliknya, jawaban Anda kebanyakan adalah "Ya", Anda telah memupuk  terjadinya komunikasi dua arah, namun tidak ada salahnya untuk menyimak beberapa  kendala komunikasi dan usulah strategi komunikasi berikut.
KENDALA  KOMUNIKASI
Roger Neugebauer dalam artikelnya "Communication: A two-way  Street" mengungkapkan beberapa kendala yang sering dialami oleh sebuah  organisasi dalam berkomunikasi dua arah.
Protectiveness (Perlindungan).  Pimpinan seringkali tidak memberitahukan informasi tertentu pada karyawannya  atau timnya karena takut akan menyakiti hati karyawan. Alasan lain adalah bahwa  pimpinan menganggap bahwa informasi tersebut harus dilindungi, dan bukan untuk  konsumsi karyawan karena karyawan tidak akan mungkin mengerti apa yang akan  disampaikan. Demikian pula dengan karyawan, mereka sering tidak menyampaikan  informasi tertentu kepada pimpinan untuk melindungi dirinya dari tindakan  pemecatan atau peringatan. Mereka takut jika informasi disampaikan maka pimpinan  akan marah, lalu mendiskreditkan mereka, memberikan penilaian yang negatif  terhadap mereka (sehingga berdampak pada kenaikan gaji yang kecil), atau bahkan  yang paling ekstrem adalah memecat mereka.
Defensiveness (Pertahanan).  Selain menahan informasi, seseorang juga bisa saja tidak mau menerima informasi  (menolak untuk mendengar informasi yang disampaikan). Hal ini terjadi jika  mereka sudah membentuk emosi negatif terhadap orang yang memberi informasi,  mungkin karena orang tersebut telah merendahkan dengan kata-kata yang  menyakitkan. Hal ini membuat ia merasa "diserang", sehingga secara alami, orang  yang merasa diserang tersebut membangun benteng pertahanan dengan menahan  informasi yang masuk. Ia menganggap informasi tersebut juga akan membuatnya  sakit hati. Misalnya saja ada Pak Arief yang memberi komentar kurang baik  tentang prestasi seorang anak buahnya. Anak buah Pak Arief cenderung merasa  bahwa masukan tersebut "menyerang" harga dirinya, egonya, dan kualitas kerjanya.  Padahal sebenarnya Pak Arief hanya ingin memberikan masukan untuk perbaikan,  tetapi masukan ini disampaikan dengan kata-kata yang tidak dipikirkan dulu  penyampaiannya. Ketika merasa diserang maka anak buah Pak Arief cenderung akan  marah, dan menutup "telinga" terhadap informasi lainnya yang mungkin saja  berguna untuknya (misalnya: informasi mengenai strategi memperbaiki  kinerjanya).
Tendency to evaluate (Kecenderungan untuk menghakimi). Jika  mendapat informasi dari seseorang mengenai keburukan orang lain, pimpinan  cenderung mengambil sikap yang mengevaluasi tanpa mengumpulkan data yang lengkap  sebelum berkomunikasi dengan orang yang dibicarakan tersebut. Karena terpengaruh  oleh pandangan satu orang, pimpinan langsung membentuk opini tertentu dan  mengambil keputusan sepihak tanpa melibatkan orang-orang yang terkait, dan tanpa  mengumpulkan fakta lapangan yang cukup. Ini bukanlah merupakan komunikasi dua  arah, tetapi komunikasi satu arah, atau bahkan bisa dikatakan bahwa tidak  terjadi komunikasi sama sekali.
Narrow perspectives (Perspektif yang  sempit). Karena jarang meninjau pekerjaan orang lain, atau keluar dari  lingkungan pekerjaan sendiri, seseroang seringkali dibatasi pada cara pandangnya  sendiri. Ia tidak mencoba melihat dari sudut pandang orang lain. Pimpinan yang  sering mengambil keputusan besar yang menyangkut keputusan keuangan dan strategi  operasional secara umum, seringkali tidak mempertimbangkan detail pelaksanaan  pekerjaan dan sudut pandang para pekerjaan. Sebaliknya, para karyawan,  seringkali hanya melihat suatu masalah dari sudut pandangnya sendiri  (kepentingan individunya semata, tanpa mencoba memahami sebuah situasi dari  sudut pandang yang berbeda). Sempitnya perspektif inilah yang sering menyebabkan  konflik (tiap orang hanya melihat dari sudut pandang sendiri, dan tidak mencoba  memahami orang lain). Sebagai contoh, keputusan seorang pemimpin untuk membatasi  percakapan telepon selama tiga menit saja, dianggap sebagai keputusan yang tidak  populer, apalagi untuk bagian marketing yang sering kali menggunakan telepon  untuk berhubungan dengan calon pelanggan atau pelanggan yang  ada.
Mismatched expectations. Peter Drucker mengatakan bahwa pikiran  manusia seringkali hanya membatasi informasi yang cocok dengan ekspektasinya  Jika, ternyata informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan apa yang  diharapkan, maka orang tersebut cenderung tidak termotivasi untuk mendengarkan  informasi yang disampaikan. Misalnya: jika dalam rapat-rapat ternyata seringkali  tanggapannya tidak diperhatikan, maka karyawan cenderung enggan menyatakan  pendapat, karena ia beranggapan percuma saja menyampaikan pendapat, karena  biasanya juga tidak ada follow-up-nya. Demikian pula dengan pimpinan, yang  sering mendengarkan pendapat karyawan yang dianggapnya tidak relevan dengan  keputusan yang akan diambil. Pimpinan tersebut cenderung tidak mendengarkan  pendapat dari orang tersebut di waktu-waktu yang berikutnya.
Insufficient  time. Alasan lain adalah keterbatasan waktu untuk menyampaikan informasi secara  menyeluruh. Karena kegiatan rutin yang harus diselesaikan dengan segera,  seringkali waktu berkomunikasi dilupakan, atau komunikasi dilakukan dengan  tergesa. Akibatnya, informasi yang disampaikan kepada orang lain pun tidak  lengkap. Dampaknya adalah orang lain hanya menerima sebagian informasi (tidak  utuh), sehingga ada kemungkinan informasi tersebut salah  dipahami.
MEMBANGUN KOMUNIKASI DUA ARAH
Setelah memahami berbagai  kendala yang menghambat terjadinya komunikasi dua arah, kita akan lebih mudah  untuk menyusun strategi guna membangun komunikasi dua arah tersebut. Berikut  adalah beberapa strategi yang bisa dicoba.
Mendengar. Dalam komunikasi  dua arah, ada yang berbicara, dan ada yang mendengar. Yang sering terjadi adalah  tiap pihak saling menunggu kesempatan untuk berbicara tanpa meluangkan waktu  untuk mendengar apa yang disampaikan pihak lain (karena ia sibuk menyiapkan apa  yang akan disampaikan). Seringkali, banyak permasalahan dapat terselesaikan  justru bukan karena seseorang menjadi pembicara yang handal, melainkan karena ia  bersedia memahami orang lain dengan cara mendengarkan dengan saksama apa yang  disampaikan (keluhan, masalah, keinginan, harapan). Informasi yang didengar  inilah yang bisa dijadikan dasar untuk menentukan langkah selanjutnya untuk  menyelesaikan masalah.
Terbuka. Untuk mendorong tiap pihak untuk saling  terbuka, seorang pimpinan hendaknya tidak menghukum orang yang menyampaikan  pendapat, masalah, atau perasaannya. Keterbukaan bisa juga dibuatkan wadahnya,  yaitu melalui bulletin board, kotak saran, atau media antarkaryawan. Karyawan  yang menyampaikan pendapat atau ide yang bisa dimanfaatkan perusahaan, bisa  diberikan hadiah, atau penghargaan. Demikian juga dengan karyawan yang bisa  mengidentifikasi atau mengantisipasi masalah serta mengusulkan alternatif  pemecahannya.
Menyamakan persepsi. Komunikasi dua arah sering terhambat  karena adanya perbedaan persepsi terhadap suatu masalah. Dengan demikian, dalam  berkomunikasi, ada baiknya disampaikan juga latar belakang pemikiran dari ide  yang disampaikan, sehingga orang lain juga bisa memiliki persepsi yang sama,  berangkat dari persepsi yang sama, atau paling tidak memahami persepsi orang  yang menyampaikan informasi tersebut. Jika pemahaman sudah tergalang, maka  komunikasi dua arah akan lebih mudah mengalir.
Komunikasi empat mata.  Banyak juga karyawan yang enggan menyampaikan pendapat karena sungkan berbicara  di hadapan banyak orang, padahal mungkin saja karyawan tersebut memiliki ide  yang brilian. Seorang pimpinan bisa mencoba melakukan komunikasi dua arah  terhadap anak buahnya secara regular untuk memahami kebutuhan, ekspektasi,  masalah mereka. Dengan komunikasi empat mata, bawahan mungkin saja lebih nyaman  menyatakan pendapat atau menyampaikan permasalahan yang ditemuinya di lapangan.  Jadi, komunikasi empat mata penting untuk dilakukan dengan lebih sering, tidak  hanya ketika melakukan evaluasi kerja tahunan.
Ada banyak cara untuk  membangun komunikasi dua arah, beberapa di antaranya baru saja kita bahas  bersama. Mungkin Anda bisa memilih mana yang paling cocok untuk Anda, atau  mengkombinasi beberapa strategi untuk mencapai komunikasi dua arah dengan lebih  mudah, dengan hasil yang lebih baik. Selamat  berkomunikasi!