Pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. 
- St. Paul
Li Pai adalah seorang bocah yang suka bermalas-malasan dalam belajar. 
Ia lebih senang bermain-main daripada menghabiskan waktunya untuk 
membaca atau menulis. Suatu hari, saat gurunya tidak masuk, Li Pai 
keluar dari kelas dan pergi bermain-main di tepi sungai. Ketika 
hendak menangkap ikan, ia melihat seorang nenek sedang memusatkan 
perhatiannya pada sebatang besi yang diasahnya di atas sebuah batu. 
Selama setengah hari, Li Pai memperhatikan nenek tersebut bekerja 
namun si nenek tetap saja mengasah batang besi tersebut. Li Pai 
menjadi sangat bingung. Penuh rasa penasaran, Li Pai pun 
bertanya, "Nenek sedang apa?" 
Nenek yang sudah tua itu pun menjawab, "Saya sedang mengasah sebuah 
jarum untuk menyulam." "Mengasah jarum? Batang besi sedemikian 
besarnya, mau diasah sampai kapan?" kata Li Pai penuh rasa 
heran. "Benar, nak!" ujar nenek sambil mengangkat kepala dan 
memandang Li Pai, "walaupun batang besi ini besar, namun jika terus 
diasah akan menjadi semakin kecil. Asalkan saya tidak berhenti 
mengasah, batang besi ini pasti akan menjadi jarum." Mendengar itu, 
terbukalah mata hati Li Pai. Ia menjadi sadar betapa seringnya ia 
membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna. Saat itu juga 
ia mengambil komitmen untuk lebih tekun dalam belajar. Puluhan tahun 
kemudian ia pun dikenal sebagai seorang penyair besar. 
Cerita tentang Li Pai ini seakan hendak "menyindir" begitu banyak 
umat manusia di muka bumi ini. Bagaimana tidak, terlalu sering kita 
menghabis-habiskan waktu dan energi kita untuk hal-hal yang tidak 
produktif. Mulai dari sekadar tidur berlama-lama, melamun hingga 
berjalan-jalan tanpa tujuan yang pasti. Sebagian orang barangkali 
menyadari kesia-siaan tersebut namun tampaknya sebagian besar sama 
sekali tidak menyadarinya. 
Salah satu aset berharga demi meraih kesuksesan hidup adalah waktu 
yang diberikan Tuhan kepada manusia. Selama kita masih hidup, kita 
selalu punya peluang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. 
Saya rasa, Tuhan sangat adil karena semua manusia diberikan waktu 24 
jam sehari. Bukankah tidak ada manusia yang diberikan waktu 23,5 jam 
sehari atau 25 jam sehari? Semua diberikan waktu yang sama namun 
bagaimana kita memanfaatkannya sepenuhnya tergantung kita. 
Dalam berbagai seminar dan training saya selalu menegaskan bahwa 
salah satu hal mencolok yang membedakan orang sukses dan orang gagal 
adalah bagaimana mereka mengisi waktu mereka. Ketika orang-orang 
gagal sedang duduk sambil ongkang-ongkang kaki, orang-orang sukses 
telah memulai menabur dan bekerja keras. Itulah sebabnya ketika orang-
orang sukses menuai, orang-orang gagal hanya bisa gigit jari, bahkan 
terkadang merasa iri. 
Ketika memberikan training di sebuah toko buku besar di Jakarta, saya 
bertanya kepada para staf berapa banyak waktu yang mereka luangkan 
setiap hari untuk membaca. Anehnya, sebagian besar menjawab sama 
sekali tidak pernah. Alasannya sangat sederhana: tidak punya waktu. 
Kemudian saya balik bertanya, setiap hari berapa jam yang mereka 
habiskan di atas kendaraan umum untuk pulang pergi kerja. Umumnya 
menjawab satu hingga dua jam. "Nah, mengapa satu sampai dua jam itu 
tidak diluangkan untuk membaca?" tanya saya. Jika kita tahu mana yang 
penting dan merupakan prioritas maka kita lebih terdorong untuk 
melakukannya secara serius. Jika tidak, kita cenderung diombang-
ambingkan oleh kehidupan dan membiarkan waktu berlalu begitu saja. 
Seorang sahabat pernah memberikan saya sebuah puisi berjudul 
Pentingnya Waktu. Berikut kutipannya: "Untuk mengetahui nilai satu 
tahun, tanyakanlah kepada siswa yang gagal ujian akhir. Untuk 
mengetahui nilai satu bulan, tanyakanlah kepada ibu yang melahirkan 
bayi prematur. Untuk mengetahui nilai satu minggu, tanyakanlah kepada 
seorang editor surat kabar mingguan. Untuk mengetahui nilai satu jam, 
tanyakanlah kepada sepasang kekasih yang menanti untuk bertemu. Untuk 
mengetahui nilai satu menit, tanyakanlah kepada seorang yang baru 
saja ketinggalan bis, kereta atau pesawat. Untuk mengetahui nilai 
satu detik, tanyakanlah kepada seorang yang selamat dari kecelakaan. 
Untuk mengetahui nilai satu milidetik, tanyakanlah kepada seorang 
yang meraih medali perak di Olimpiade." 
Ya, waktu memang sangat penting. Tidaklah berlebihan jika ada orang 
yang selalu berdoa dan mengucap syukur atas waktu yang dikaruniakan 
Tuhan. "Terima kasih kasih Tuhan atas hari ini karena hamba-Mu masih 
Engkau perkenankan melakukan hal-hal berguna demi memuliakan nama-Mu 
di muka bumi ini," begitu doa seorang pemuda setiap bangun pagi. 
Menjelang tidur, ia pun berdoa, "Tuhan terima kasih atas hari ini. 
Terima kasih atas kesempatan yang telah Engkau karuniakan kepada 
hamba-Mu ini. Semoga apa yang aku lakukan hari ini sungguh berguna, 
tidak hanya bagi diriku tapi juga bagi sesamaku dan yang terpenting 
bagi kemuliaan nama-Mu. Barangkali aku memang belum bisa memanfaatkan 
waktuku secara maksimal. Semoga aku masih diberikan kesempatan untuk 
memperbaiki diri esok hari. Amin." 
Ijinkanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan nasihat dari 
seorang sahabat, "Seinci waktu adalah seinci emas tetapi kita tidak 
dapat membeli seinci waktu dengan seinci emas. Jadi, pergunakanlah 
waktumu sebaik-baiknya karena waktu yang telah lewat tidak akan 
pernah kembali lagi." *** 
Sumber: Aset Yang Terabaikan oleh Paulus Winarto. Paulus Winarto 
adalah trainer, penulis buku-buku motivasi First Step to be An 
Entrepreneur, Top Secrets of Success dan Reach Your Maximum Potential
No comments:
Post a Comment