Anak-Anak Karbitan
 
 Anak-anak yang digegas
 Menjadi cepat mekar
 Cepat matang
 Cepat layu...
 
 Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana
 orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan
 yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan
 pendidikan yang baik. Taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa,
 di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga
 bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini
 amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per
 bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar
 berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui
 kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini
 betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan
 yang terkadang menguras isi kantung orangtua ...
 
 Captive market I
 Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita
 amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan
 lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia
 dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar
 penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di
 samping ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat
 ketidaktahuannya!
 
 Anak-Anak Yang Digegas...
 Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak.
 Di antaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan
 intelektual secara dini. Akibatnva bermunculanlah anak-anak ajaib dengan
 kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi
 dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan
 akademik dl dalam dan di luar sekolah.
 
 Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini
 terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah New Yorker. Terjadi
 pada seorang anak yang bernama William James Sidis, putra scorang
 psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk Harvard College
 walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu
 mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi
 berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian ? James Thurber
 seorang wartawan terkemuka. pada suatu hari menemukan seorang pemulung
 mobil tua, yang tak lain adalah William James Sidis. Si anak ajaib yang
 begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada bcberapa
 waktu silam.
 
 Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada
 scorang anak perempuan bernama Edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana
 seorang Ibu yang bemama Aaron Stern telah berhasil melakukan eksperimen
 menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif
 anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya
 telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian
 diajak berbicara dengan mcnggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang
 bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh
 mencengangkan! Di usia 1 tahun Edith telah dapat berbicara dengan kalimat
 sempurna. Di usia 5 tahun Edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi
 Britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku dan Koran New York Times
 setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas. Ketika usianya
 menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di Michigan State University .
 Aaron Stem berhasil menjadikan Edith anak jenius karena terkait dengan
 kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar Edith selanjutnya
 juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih
 anak saat ia mcnjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam
 kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.
 
 Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil
 mengguncang dunia
 dengan pcnemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa
 yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya
 Einsten yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 SD. Dia dicap
 sebagai anak bebal yang suka melamun.
 
 Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di
 masa depan sangat ditentukan oleh faktor kogtutif. Otak memang memiliki
 kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua
 dan para pendidik tergoda untuk melakukan "Early Childhood Training". Era
 pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya. Setiap orangtua dan pendidik
 berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super
 (Superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif
 yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan
 hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua
 belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini
 terjadi sekarang dimana-rnana, di Indonesia...-.
 
 "Early Ripe, early Rot...!"
 Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960 di
 Amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya
 pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila
 mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan
 menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan "peluang emas" bagi
 anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera
 mungkin ke Taman KanakKanak (Pra Sekolah). Taman Kanak-kanak pun dengan
 senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun.
 Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara
 formal sebagai pemula.
 
 Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di Amcrika sudah
 dirasakan saat Rusia meluncurkan Sputnik pada tahun 1957. Mulailah "Era
 Headstart" merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk
 membelajarkan wins dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka
 (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa
 yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.
 
 Puncak keoptimisan era Headstart diakhiri dengan pernyataan Jerome Bruner,
 seorang psikolog dari Harvard University yang menulis sebuah buku terkenal
 " The Process of Education" pada lahun 1960, la menyatakan bahwa kompetensi
 anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang
 mereformasi kurikulum pendidikan di Amerika. "We begin with the hypothesis
 that any subject can be taught effectively in some intellectually honest
 way to any child at any stage of development"-.
 Inilah kalimat yang merupakan hipotesis Bruner yang di salahartikan oleh
 banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan
 dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan
 cepat busuk... early ripe, early rot!
 
 Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia SD.
 Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu
 mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika Glenn Doman
 menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.
 
 Bencana berikutnya datang saat Arnold Gesell memaparkan konsep
 "kesiapan-readiness-" dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang
 mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang "biological
 limitiions on learning'. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan
 intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka
 segera siap belajar apapun.
 
 Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah
 membuat anakanak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi "miniature orang
 dewasa ". Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah
 sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa,
 berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang
 anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan
 internet. Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton
 anak-anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu
 merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. sebagai
 seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan
 bahasa. berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat.
 
 Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah
 faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti
 halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya
 sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat
 berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak
 seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai
 hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan
 tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan
 emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, Cobalah
 perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya "kedewasaan ",
 sementara perasaannya menangis berteriak sebagai "anak".
 
 Seperti sebuah lagu popular yang pernah dinyanyikan suara emas seorang anak
 laki-laki "Heintje" di era tahun 70-an... I'm Nobody'S Child
 I'M NOBODY'S CHILD
 I'M nobody's child I'm nobodys child
 Just like aflower I'm growing wild
 No mommies kisses
 and no daddv's smile
 Nobody's louch me I'm nobody's child
 
 Dampak Berikutnya Terjadi... ketika anak memasuki usia remaja
 Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki
 usia remaja. Mereka tidak segan-segan mempertontonkan berbagai macam
 perilaku yang tidak patut. Patricia 0' Brien menamakannya sebagai "The
 Shrinking of Childhood'. " Lu belum tahu ya... bahwa gue telah melakukan
 segalanya", begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada
 teman-temannya. "Gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks " serunya
 bangga.
 
 Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan
 
 bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai
 gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi
 cepat mekar.... kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan!
 Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan
 untuk berkembang, .... sebuah proses dalam kehidupannya !
 
 Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang
 berkarier di luar rumah tidak menuliki waktu banyak dengan anak-anak
 mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih
 mengandalkan tenaga "baby sitter" sebagai pengasuh anak-anaknva. Colette
 Dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai "Cinderella Syndrome"
 yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau
 menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi rnenghindari
 kehidupan nyata vang mereka jalani.
 
 Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga
 pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai Ies,
 dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini
 dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka
 superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang
 sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan
 dan pendidikan anak-anak mereka. Tidak jarang para baby sitter ini
 mengikuti pendidikan parenting di Iembaga pendidikan eksekutif sebagai
 wakil dari orang tua.
 
 ERA SUPERKIDS
 Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva "be special " daripada "be
 average or normal sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak
 mereka menjadi "to exel to be the best". Sebetulnya tidak ada yang salah.
 Nanun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai
 kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan,
 seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari
 ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya...maka lahirlah
 anak-anak super---"SUPERKIDS'-". Cost merawat anak supcrkids ini sangat
 mahal.
 
 Era Superkids berorientasi kepada "Competent Child". Orangtua saling
 berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya "earlier is better".
 Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam
 diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil Posmant seorang sosiolog
 Amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa
 kanak-kanaknya, maka lihatlah...ketika anak-anak itu menjadi dewasa, maka
 ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!
 
 BERBAGAI GAYA ORANGTUA
 Kondisi ketidakpatutan dalam memperIakukan anak ini telah melahirkan
 berbagai gaya orangtua (Parenting Style) yang melakukan kesalahan
 -"miseducation" terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya.
 Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan,
 antara lain:
 
 Gourmet Parents-- (ORTU B0RJU)
 Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus,
 mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya
 hidup kebarat-baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung
 merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh
 dengan ambisi! Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu
 mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas
 pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka "superkids"
 merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.
 
 Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek
 terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius.
 Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak
 tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita
 melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek
 mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak kelompok orangtua
 "gourmet " atau- kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.
 
 
 College Degree Parents --- (ORTU INTELEK)
 Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke
 atas. Mereka sangat pcduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering
 melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya
 membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular lainnya.
 Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan
 hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka "Superkids
 ", Apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi. Terkadang
 mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius
 sebagai buku bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik
 tentu juga harus dibayar dengan pantas.
 Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum
 yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka
 banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah,
 
 
 Gold Medal Parents --(ORTU SELEBRITIS)
 Kelompok ini adalah kelompok orangtua Yang menginginkan anak-anaknya
 menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan
 anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu
 pengetahuan seperti Olimpiadc matematika dan sains yang akhir-akhir ini
 lagi marak di Indonesia . Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi,
 kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka
 tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan merijadi "seorang
 Bintang Sejati ". Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi
 "Sang Juara", mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none
 abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia TK.
 
 Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di Padang puluhan
 anak-anak TK baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya
 lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang
 molor menunggu datangnya tokoh anak dari Jakarta.Anak--anak mulai resah,
 berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil
 mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar.
 
 Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan kelular sebagai
 pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas
 kertas.Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku
 ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an
 seorang gadis kecil pesenam usia TK rnengalami kelainan tulang akibat
 ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus "bintang cilik" Yoan Tanamal
 yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya.
 Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi
 penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia Heintje yang setelah dewasa
 hanya menjadi pasien doktcr jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak
 bencana pada anak-anak mereka!
 
 Pada tanggal 26 Mei lalu kita sasikan di TV bagaimana bintang cilik "Joshua
 " yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua
 Joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan
 kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat
 bagaimana lucu dan pintarnya.Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia
 muncul di TV sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama
 kepala negara. kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik
 terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan SMU dan bekerja
 di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang "superkid "
 --seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film,....
 
 Do-it Yourself Parents
 Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan
 menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di
 bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat
 ibadah., di Posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan
 anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan
 keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan
 anak-anaknya "Superkids"---earlier is better". Dalam kehidupan sehari-hari
 anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan
 merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini
 merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang
 bersih.
 
 
 Outward Bound Parents--- (ORTU PARANOID)
 Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat
 memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka
 sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan
 permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya.
 Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka Iebih memilih sekolah
 yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran yang berbahaya.
 Seperti halnya Do It Yourself Parents, kelompok ini secara tak disengaja
 juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep "Superkids " Mereka
 mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat
 melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka
 melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan
 anak-anaknya "Karate, Yudo, pencak Silat" sejak dini. Ketidakpatutan
 pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka
 terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah
 panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa
 dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi "steril"
 dengan lingkungannya.
 
 Prodigy Parents --(ORTU INSTANT)
 Merupakan kelompok orangtua yang sukscs dalam karier namun tidak memiliki
 pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, narnun tidak berpendidikan
 yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan
 bakat scmata. Oleh karena itu mercka juga memandang sekolah dengan sebelah
 mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya.
 'Tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat
 dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang
 cocok diberikan kepada anak-anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah
 terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah.
 Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku
 tentang "Kiat-Kiat Mengajarkan bayi Membaca" karangan Glenn Doman, atau
 "Kiat-Kiat Mengajarkan Bayi Matematika " karangan Siegfried, "Berikan
 Anakmu pemikiran Cemerlang " karangan Therese Engelmann, dan "Kiat-Kiat
 Mengajarkan Anak Dapat Membaca Dalam Waktu 6 Hari " karangan Sidney Ledson
 
 Encounter Group Parents--(ORTU NGERUMPI)
 Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka
 terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang
 tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga
 merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka
 menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina
 hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan
 ketidakpatutan dalam mendidik anak-anak dengan berbagai perilaku "gang
 ngrumpi" yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak
 membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka
 sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya
 
 lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat
 mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya.
 Menjadikan anak-anak mereka sebagai "Superkids" juga sangat diharapkan.
 Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan
 prestasi yang diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya
 kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.
 
 Milk and Cookies Parents-(ORTU IDEAL)
 Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak
 yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis.
 Mereka cendcrung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya
 dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang
 anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang
 menjadi oraugtua yang melakukan "miseducation " dalam merawat dan mengasuh
 anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya
 dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang
 tua.
 
 Mereka memenuhi rumah tangga mercka dengan buku-buku, lukisan dan musik
 yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan,
 bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka
 untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun
 meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan.
 Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak
 untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini
 merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada
 anak-anak mereka. Mercka bcgitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses
 dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya.
 
 Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan
 sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar
 scorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!
 
 KAMU HARUS tAHU BAHWA TIADA SATU PUN YAN6 LEBIH TIN66I, AtAU LEBIH KUAT,
 ATAU LEBIH BAIK, ATAU PUN LEBIH BERHARGA DALAM KEHIDUPAN NANTI DARIPADA
 KENAN6AN INDAH TERUTAMA KENAN6AN MAN1S DI MASA KANAK-KANAK. KAMU MENDEN6AR
 BANYAK HAL TENTAN6 PENDIDIKAN, NAMUN BEBERAPA HAL YAN6 INDAH, KENAN6AN
 BERHARGA YANG TERSIMPAN SEJAK KECIL ADALAH MUNGKIN ITU PENDIDIKAN YANG
 TERBAIK. APABILA SESEORANG MENYIMPAN BANYAK KENAN6AN INDAN DI MASA
 KECILNYA, MAKA KELAK SELURUH KEHiDUPANNYA AKAN TERSELAMATKAN. BAHKAN
 APABILA HANYA ADA SATU SAJA KENAN6AN 1NDAH YAh'6 TERSIAMPAN DALAM HATI
 KITA, h1AKA ITULAH KENAN6AN YAN6 AKAN MEMBERIKAN SATU HARI UNTUK
 KESELAMATAN KITA"-DESTOYEVSKY'-S BROTHERS KARAM0Z0V---
 
 
 PERSPEKTIF SEKOLAH YANG MENGKARBIT ANAK
 Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya
 juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada
 produk daripada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah
 "Industri" dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak.
 Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang
 menumpuk.
 
 Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang
 sibuk sebagai "Operator kurikulum" dan tidak punya waktu mempersiapkan
 materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah Sebagai guru
 kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya
 dapat menjadi "pengabar isi buku pelajaran " ketimbang menjalankan fungsi
 edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah
 akan menggunakan "mesin-mesin dalam menskor" capaian prestasi yang
 diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata
 pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di
 sckolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan
 tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang
 mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah
 birokrasi ? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat PR
 yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? Manfaat apa yang
 dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam
 buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh
 otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-pcrilaku
 keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu
 banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran
 yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung
 mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah
 di sekolah untuk sekolah--- dengan tugas-tugas dan PR yang menumpuk....
 Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk
 menyongsong kehidupannya !
 
 Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 %
 kognitif dengan 10 % afektif. Paulo Freire mengatakan bahwa sekolah telah
 melakukan "pedagogy of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya. Dimana
 guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu
 apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak
 mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan
 mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak
 hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program
 dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek
 dari proses pembelajaran (Freire, 1993). Model pembelajaran banking system
 ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi
 persaingan antar sekolah. dan persaingan ranking wilayah....
 
 Mengkompetensi Anak--- merupakan `KETIDAKPATUTAN PENDIDIKAN ?"
 "Anak adalah anugrah Tuhan... sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi
 citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasaYanig
 bertanggungjawab.-.. "(Nature versus Nurture).
 bagaimana ? Karena ada dua pengertian kompetensi----= ` kompetensi yang
 datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau
 kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendir
 Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh John Watson
 (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi
 apapun sesuai kehendak kita-sebagai komponen sentral dari konscp
 kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka juga dapat
 dibentuk melalui pembelajaran dini.
 
 Kata-kata Watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut :
 " Give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to
 bring them up in, and I'll guarantee you to take any one at random and
 train him to become any type of specialist I might select--doctor, lawyer,
 artist, merchant chief and yes, even beggar and thief regardless of this
 talents, penchants.,;-, tendencies, vocations, and race of his ancestors ".
 
 Pemikiran Watson membuat banyak orang tua melahirkan "intervensi dini "
 setelah mereka melakukan serangkaian tes Inteligensi kepada anak-anaknya.
 Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di Institut New Jersey pada tahun
 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur
 "Kecakapan Dasar Minimum (Minimum Basic Skill) "dalam mata pelajaran
 membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan
 kolomnis pendidikan Fred Hechinger kepada New York Times sebagai berikut :
 `The improvement in those areas were not the result of any magic program or
 any singular teaching strategy, they were... simply proof that
 accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off
 in New Yersey".
 
 Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti
 Eleanor Roosevelt, Albert Einstein dan Thomas Edison, yang diilustrasikan
 sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik
 ketika mereka bersekolah di SD kelas rendah. semestinya kita dapat
 menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan
 kompetensi-kompetensi perolehan pengetahuan hanya secara kognitif. Ulah
 karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan
 kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak
 seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial,
 kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah
 secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang
 mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang
 beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes
 dan di skor saja !. Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan
 pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak
 dapat terus menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak
 mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam
 kehidupannya.
 Perilaku keingintahuan -"curiosity" inilah yang banyak tercabut dalam
 sistem persekolahan kita.
 
 Akademik Bukanlah Keutuhan Dari Sebuah Pendidikan ! "Empty Sacks will never
 stand upright"---George Eliot
 
 Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui
 kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun
 secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak
 didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. dan pisik anak akan
 menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah
 dibutuhkannya peranan guru scbagai pendidik akadcmik dan pendidik sanubari
 "karakter". Dimana mereka mendidik anak menjadi "good and smart "-terang
 hati dan pikiran
 
 Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan "how learn to learn" pada anak
 didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak
 didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan
 berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi
 sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik
 yang melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai
 kreativitas.
 
 Leonardo da Vinci seorang pelukis besar telah menghabiskan waktunya ber jam
 jam untuk belajar anatomi tubuh manusia.
 
 Thomas Edison mengatakan bahwa "genius is 1 percent inspiration and 99
 percent perspiration ". Semangat belajar ---"encourige' - TIdak dapat
 muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati---kesukaan
 dan kecintaan--- belajar_ Sementara di sekolah banyak anak patah hati
 karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.
 
 Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan
 "moral litermy" melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa
 kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karaktcr inilah tujuan sejati
 sebuah pendidikan (Martin Luther King, Jr). lnilah keharmonisan dari
 
 pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara
 kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan
 perbuatan yang baik ....
 
 PENUTUP
 Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang
 terang hati dan terang pikiran--- "good and smart "--- merupakan tugas kita
 bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang
 mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya
 antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang
 tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan
 segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah
 ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan
 faktor emosi.
 
 Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini
 kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi "SUPERKIDS". Inilah
 fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini. Inilah juga awal dari lahirnya
 era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti...ketika anak-anak karbitan itu
 menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke
 kanak-kanakan.
 
 Sumber: Anak-Anak Karbitan oleh Dewi Utama Faizah, bekerja di Direktorat pendidikan TK dan SD Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Program Director untuk Institut Pengembangan Pendidikan Karakter divisi dari Indonesia Heritage Foundation. 
No comments:
Post a Comment