17 October 2006

Kisah menarik: Ahmadinejad

AHMADINEJAD

Pagi ini, seperti biasa, setelah sholat Subuh saya menarik sebuah buku
dari rak dan mulai melakukan ritual keluarga, membaca. Anak-anak saya
sudah asyik tenggelam dalam bacaannya masing-masing. Anak saya tertua,
Yubi, yang duduk di kelas 2 SMP telah dua hari ini mulai membaca buku
Karl May "Winnetou" yang agak saya 'paksa'kan untuk membacanya.
Selama ini ia terus membaca buku-buku petualangan macam Harry Potter,
Eragon, dan Narnia dan samasekali tidak tertarik pada buku karangan
Karl May meski telah saya 'rekomendasi' kan berkali-kali. Beberapa buku
petualangan yang lebih 'dewasa' pun ditolaknya. Nampaknya ia telah
'tersihir' oleh buku dengan genre imajinatif macam Harry Potter,
Eragon, dan Narnia tersebut. Meski saya gembira bahwa ia membaca dengan
'rakus' tanda ia sudah masuk dalam tahap ' a real book worm' tapi saya
agak cemas juga dengan materi yang ia baca. Ia semestinya mulai membaca
materi yang lebih luas dan bervariasi.

Setelah upaya 'himbauan' tidak berhasil maka saya akhirnya melakukan
pendekatan 'kekuasaan'. Ketika kami berkunjung ke Gramedia beberapa
hari yang lalu saya sampaikan bahwa ia harus mulai membaca buku-buku
yang lebih 'serius' macam "Winnetou" tersebut. Saya yakin banyak
sekali yang ia bisa pelajari dari buku-buku petualangan macam karya
Karl May tersebut. Saya sendiri tumbuh dengan membaca hampir semua
karya Karl May, yang masih diterbitkan oleh Penerbit Prajna Paramita
waktu itu kalau tidak salah, dan merasa sangat beruntung memiliki
kesempatan untuk menikmatinya. Saya yakin ia akan menyukainya seperti
saya dulu menyukainya. Yubi hanya mengangguk. Dan sejak kemarin ia
telah duduk di pojoknya mulai membaca 'Winnetou'. Seperti yang saya
duga ia menikmatinya.

Ada beberapa buku baru yang saya beli beberapa waktu yang lalu dan
beberapa bahkan masih dalam plastik. Melihat judulnya saja saya sudah
tertarik. Salah satunya adalah "Ahmadinejad, David di Tengah Angkara
Goliath Dunia" terbitan Himah Teladan, kelompok Mizan. Di Balikpapan
buku 'mungil' ini harganya Rp.44.000,-, jauh di atas harga toko
Gramedia lain di Jawa. Biasanya saya memborong buku-buku di toko buku
Uranus di Surabaya dengan potongan harga sampai 30%. Kadang-kadang saya
tinggal pesan dan buku dikirim ke Balikpapan. Dan itupun masih jauh
lebih murah ketimbang beli buku di toko buku di Balikpapan ini.
Dalam hati saya agak menggerutu mengetahui perbedaan harga tersebut.
Tapi buku-buku tersebut begitu 'menggoda' dan saya tidak tahu kapan
lagi saya punya kesempatan untuk ke toko buku di Jakarta atau Surabaya.
Lagipula belum tentu buku-buku yang saya inginkan ada di toko buku
tersebut ketika saya ke sana. Jadi meski tahu harganya lebih mahal
daripada kalau saya belanja di Jakarta atau Surabaya buku-buku yang
'irresistible' tersebut saya ambil juga dengan sedikit rasa bersalah.
'Uang bisa dicari' kata saya dalam hati untuk menenangkan rasa
bersalah yang seringkali muncul jika membeli sesuatu dengan haga mahal.
("Tapi buku-buku ini kan juga bisa dicari di Surabaya atau Jakarta
kalau kamu ke sana" uber hati kecil saya. Sialan! Meski telah lama
lewat dari masa-masa kesulitan finansial tapi 'jiwa pengiritan' saya
ini kok ya nggak hilang-hilang toh! Istri saya sering mengingatkan saya
agar tidak terlalu keras pada diri sendiri dan sesekali memanjakan
diri. Memanjakan diri? Hehehe ... Seandainya saja ia tahu betapa Allah
sangat memanjakan diri saya dengan semua berkat dan rahmat yang Ia
limpahkan pada saya ia tentu akan tahu mengapa saya sering merasa
bersalah dengan segala kemewahan yang saya terima. Allah sangat
memanjakan saya, you know!) . Ada enam buah buku yang saya bawa ke
kasir dan saya harus membayar lebih dari seperempat jeti termasuk
barang kecil-kecil. Gosh! Books are really expensive nowadays. Tapi
saya senang bisa membeli buku tentang Ahmadinejad ini.

Telah agak lama saya tertarik dengan tokoh satu ini. Sepak terjangnya
melawan tekanan Barat dalam masalah nuklir benar-benar membuat saya
penasaran dengan tokoh ini. Salah satu anggota milis CBE juga pernah
menayangkan foto-foto tentang kesederhanaan beliau meski ada yang
meragukan keasliannya. Telah lama rasanya dunia tidak memiliki tokoh
'David' macam Ahmadinejad ini. Dunia kita ini sekarang dipenuhi oleh
para pengecut dan tidak memiliki pendirian. Sosok Ahmadinejad
benar-benar seperti seteguk air di tengah sahara.
Ketika baru saja membaca Pengantar yang dituliskan oleh Rosiana
Silalahi dari SCTV dan Bab I tentang awal-awal kiprah Ahmadinejad dalam
dunia politik di Iran tanpa terasa mata saya terasa hangat dan tanpa
bisa saya kendalikan air mata saya mengalir. Saya sungguh tidak dapat
menahan keharuan saya membaca dan mengetahui betapa sederhananya tokoh
dunia satu ini. Saya terpaksa harus menghentikan membaca buku ini agar
tidak larut dalam emosi saya. I'm such a sentimental person. Tapi terus
terang saya memang hidup dalam kerinduan akan tokoh sederhana macam
Nabi Muhammad, Umar bin Chattab, Umar bin Abdul Aziz, Mahatma Gandhi,
Muhammad Hatta, Hidayat Nurwahid (saya pernah bertemu dengannya dan
nampaknya ia sama sentimentalnya dengan saya).
Ketika masih kecil kami hidup dalam kemiskinan dan tokoh-tokoh itu
mengisi jiwa saya. Saya lantas merasa beruntung pernah mengalami
masa-masa sulit dalam hidup sehingga saya bisa merasakan sebagian dari
apa yang dialami oleh para 'guru' saya tersebut. Ketika saya lapar saya
merasa melihat mereka tersenyum pada saya sambil berkata,"Lapar itu
baik bagimu, Nak! Nikmatilah." Dan saya pun tersenyum terhibur. Ketika
saya tampil dengan pakaian yang tak layak dibandingkan teman-teman
sebaya saya ketika itu, saya melihat Mahatma Gandhi mengerling pada
saya dari balik kacamata bulatnya sambil berkata,:"Kau bisa mengikuti
jejak saya kalau mau." Beliau hanya menggunakan sepotong kain putih
yang dililitkan ke tubuhnya yang kurus. Saya merasa malu pada diri
sendiri dan saya pun berhenti mengasihani diri.

Dan kini ada Ahmadinejad, seorang tokoh in reality! Seberapa
sederhanakah beliau ini? Let me tell you. Berikut ini saya kutipkan
sebagian dari yang saya baca dari buku tersebut. Konon ketika beliau
sudah menjabat sebagai walikota Teheran yang memiliki populasi lebih
besar daripada Jakarta ia masih tampil dengan sepatu yang
bolong-bolong. Ia menyapu jalanan Teheran dan bangga dengan itu. Sampai
sekarang pun ia masih tampil dengan kemeja lengan panjang sederhana
sehingga jika kita tidak mengenalnya dan bertemu dengannya kita tidak
akan pernah mengira bahwa beliau adalah seorang presiden. Ya presiden
dari sebuah negara besar. Di Balikpapan di mana saya tinggal bahkan
hampir semua guru rasanya punya jas.

Sebelum menjabat sebagai presiden Iran beliau adalah walikota Teheran,
periode 2003-2005. Teheran, ibukota Iran, kota dengan sejuta paradoks,
memiliki populasi hampir dua kali lipat dari Jakarta, yaitu sebesar 16
juta penduduk. Untuk bisa menjadi walikota dari ibukota negara tentu
sudah merupakan prestasi tersendiri mengingat betapa Iran adalah negara
yang dikuasai oleh para mullah. Ia bukanlah ulama bersorban, tokoh
revolusi, dan karir birokrasinya kurang dari 10 tahun. Beliau tinggal
di gang buntu, maniak bola, tak punya sofa di rumahnya, dan kemana-mana
dengan mobil Peugeot tahun 1977. Penampilannya sendiri jauh dari
menarik untuk dijadikan gosip, apalagi jadi selebriti. Rambutnya kusam
seperti tidak pernah merasakan sampo dan sepatunya itu-itu terus,
bolong disana-sini, mirip alas kaki tukang sapu jalanan di belanatara
Jakarta. Nah! Kira-kira dengan modal dan penampilan begini apakah ia
memiliki kemungkinan untuk menjabat sebagai walikota Depok saja,
umpamanya?
Dalam tempo setahun pertanyaan tentang kemampuannya memimpin terjawab.
Warga Teheran menemukan bahwa walikotanya sebagai pejabat yang bangga
bisa menyapu sendiri jalan-jalan kota, gatal tangannya jika ada selokan
yang mampet dan turun tangan untuk membersihkannya sendiri, menyetir
sendiri mobilnya ke kantor dan bekerja hingga dini hari sekedar untuk
memastikan bahwa Teheran dapat mejadi lebih nyaman untuk ditinggali.
"Saya bangga bisa menyapu jalanan di Teheran." Katanya tanpa berusaha
untuk tampil sok sederhana. Di belahan dunia lain sosoknya mungkin
dapat dijadikan reality show atau bahkan aliran kepercayaan baru.
Sejak hari pertama menjabat ia langsung mengadakan kebijakan yang
bersifat religius seperti memisahkan lift bagi laki-laki dan perempuan
(ini tentu menarik hati para wanita di Teheran), menggandakan pinjaman
lunak bagi pasangan muda yang hendak menikah dari 6 juta rial menjadi
12 juta rial, pembagian sup gratis bagi orang miskin setiap pekan, dan?Emenjadikan rumah dinas walikota sebagai museum publik! Ia sendiri
memilih tinggal di rumah pribadinya di kawasan Narmak yang miskin yang
hanya berukuran luas 170 m persegi. Ia bahkan melarang pemberian sajian
pisang bagi tamu walikota mengingat pisang merupakan buah yang sangat
mahal dan bisa berharga 6000 rupiah per bijinya. Ia juga menunjukkan
dirinya sebagai pekerja keras yang sengaja memperpanjang jam kerjanya
agar dapat menerima warga kota yang ingin mengadu.
Namun salah satu keberhasilannya yang dirasakan oleh warga kota Teheran
adalah spesialisasinya sebagai seorang doktor di bidang manajemen
transportasi dan lalu lintas perkotaan. Sekedar untuk diketahui,
kemacetan kota Teheran begitu parahnya sehingga saya pernah dikirimi
salah satu foto lelucon dari berbagai belahan dunia dengan judul "Only
in ?Equot; . salah satunya dari Teheran dengan judul "Only in Teheran"
dengan foto kemacetan lalu lintasnya yang bisa bikin penduduk Jakarta
menertawakan kemacetan lalu lintas di kotanya. Secara dramatis ia
berhasil menekan tingkat kemacetan di Teheran dengan mencopot
lampu-lampu di perempatan jalan besar dan mengubahnya menjadi jalur
putar balik yang sangat efektif.
Setalah menjabat dua tahun sebagai walikota Teheran ia masuk dalam
finalis pemilihan walikota terbaik dunia World Mayor 2005 dari 550
walikota yang masuk nominasi. Hanya sembilan yang dari Asia, termasuk
Ahamdinejad.

Tapi itu baru awal cerita. Pada tangagl 24 Juni 2005 ia menjadi bahan
pembicaraan seluruh dunia karena berhasil menjadi presiden Iran setelah
mengkanvaskan ulama-cum-mlliter Ali Hashemi Rafsanjani dalam pemilihan
umum. Bagaimana mungkin padahal pada awal kampanye namanya bahkan tidak
masuk hitungan karena yang maju adalah para tokoh yang memiliki hampir
segalanya dibandingkan dengannya? Dalam jajak pendapat awal kampanye
dari delapan calon presiden yang bersaing, Akbar hasyemi Rafsanjani,
Ali Larijani, Ahmadinejad, Mehdi Karrubi, Mohammed Bhager Galibaf,
Mohsen Meharalizadeh, Mohsen Rezai, dan Mostafa Min, popularitas
Ahmadinejad paling buncit.

Pada masa kampanye ketika para kontestan mengorek sakunya dalam-dalam
untuk menarik perhatian massa, Ahmadinejad bahkan tidak sanggup untuk
mencetak foto-foto dan atributnya sebagai calon presiden. Sebagai
walikota ia menyumbangkan semua gajinya dan hidup dengan gajinya
sebagai dosen. Ia tidak mampu untuk mengeluarkan uang sepeser pun untuk
kampanye! Sebaliknya ia justru menghantam para calon presiden yang
menggunakan dana ratusan milyar untuk berkampanye atau yang bagi-bagi
uang untuk menarik simpati rakyat.
Pada pemilu putaran pertama keanehan terjadi, Nama Ahmadinejad menyodok
ke tempat ketiga. Di atasnya dua dedengkot politik yang jauh lebih
senior di atasnya, Akbar Hashemi Rafsanjani dan Mahdi Karrubi.
Rafsanjani tetap menjadi favorit untuk memenangi pemilu ini mengingat
reputasi dan tangguhnya mesin politiknya. Tapi rakyat Iran punya
rencana dan harapan lain, Ahmadinejad memenangi pemilu dengan 61 %
sedangkan Rafsanjani hanya 35%. Logika real politik dibikin jungkir
balik olehnya.

Ahmadinejad memang penuh dengan kontroversi. Ia presiden yang tidak
berasal dari mullah yang selama puluhan tahun telah mendominasi hampir
semua pos kekuasaan di Iran, status quo yang sangat dominan. Ia juga
bukan berasal dari elit yang dekat dengan kekuasaan, tidak memiliki
track-record sebagai politisi, dan hanya memiliki modal asketisme, yang
untuk standar Iran pun sudah menyolok. Ia seorang revolusioner sejati
sebagaimana halnya dengan Imam Khomeini dengan kedahsyatan aura yang
berbeda. Jika Imam Khomeini tampil mistis dan sufistis, Ahamdinejad
justru tampil sangat merakyat, mudah dijangkau siapapun, mudah dipahami
dan diteladani. Ia adalah sosok Khomeini yang jauh lebih mudah untuk
dipahami dan diteladani. Ia adalah figur idola dalam kehidupan nyata.
Seorang 'satria piningit' yang mewujud dalam sosok nyata.
Sebagaimana mentornya, ia tidak terpengaruh oleh kekuasaan. Kekuasaan
seolah tidak menyentuh karakter-karakter terdalamnya. Ia seolah
memiliki 'kepribadian ganda', di satu sisi ia bisa bertarung keras
untuk merebut dan mengelola kekuasaan, dan di sisi lain ia bertarung
sama kerasnya menolak segenap pengaruh kekuasaan agar tidak
mempengaruhi batinnya. Tidak bisa tidak, dengan karakter yang demikian
kompleks itu seorang revolusioner macam Ahmadinejad memang ditakdirkan
untuk membuat banyak kejutan dan drama pada dunia.
Ia memangkas semua biaya dan fasilitas kedinasan yang tidak
sine-qua-non terutama dengan urusan pribadi. Dalam pandangannya, untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang maju dan sejahtera, pejabat negara
haruslah memiliki standar hidup yang sama dengan rakyat kebanyakan.,
mencerminkan kehidupan nyata dari masyarakatnya, dan tidak hidup di
menara gading. Ia menetapkan PPN baru bagi orang-orang kaya dan
mengunakan dananya untuk membangun perumahan bagi rakyat miskin. Ia
membawa 'uang minyak ke piring-piring orang miskin' dengan program
"Reza Love Fund" (Reza adalah Imam ke delapan kaum Syiah) dengan
mengalokasikan 1,3 milyar dollar untuk program bantuan bagi kalangan
muda untuk menikah, memulai usaha baru, dan membeli rumah.
Meski mengagumi Imam Khomeini dan hidup asketis tidak berarti ia
konservatif. Ia bahkan tampil moderat. Ketika ditanya apakah ia akan
mengekang penggunaan jilbab yang kurang Islami di kalangan remaja
Teheran, ia menjawab,:"Orang cenderung berpikir bahwa kembali ke
nilai-nilai revolusioner itu hanya urusan memakai jilbab yang baik.
Masalah sejati bangsa ini adalah lapangan kerja dan perumahan untuk
semua, bukan apa yang harus dipakai."

Meski telah terpilih menjadi presiden ia sama sekali tidak mengubah
penampilannya. Ia tetap tampil bersahaja dan jauh dari pamor
kepresidenan. Pada salah satu acara dengan kalangan mahasiswa salah
satu peserta menanyakan penampilannya yang tidak menunjukkan tampang
presiden tersebut. Dengan lugas ia menjawab,:"Tapi saya punya tampang
pelayan. Dan saya hanya ingin menjadi pelayan rakyat." Air mata saya
mengalir membaca ini. Subhanallah! Alangkah rendah hatinya pemimpin
satu ini. Tak salah jika ia dicintai oleh bagitu banyak mahluk Tuhan di
seluruh muka bumi.

Saya tidak ingin menulis lebih panjang tentang tokoh satu ini. Saya
menganjurkan setiap orang untuk membeli bukunya dan membacanya sendiri
dan menikmatinya sebagaimana saya menikmatinya. Belikan satu buku untuk
anak Anda dan biarkan ia mengenal satu tokoh besar dunia yang masih
hidup dan mudah-mudahan kelak dapat mengikuti jejaknya. Saya hanya
ingin menutup tulisan ini dengan pendapatnya mengapa ia bersikeras agar
Iran memiliki teknologi nuklir. Katanya,:"Jika nuklir ini dinilai jelek
dan kami tidak boleh menguasai dan memilikinya mengapa kalian sebagai
negara adikuasa boleh memilikinya? Sebaliknya, jika teknonuklir ini
baik untuk kalian, mengapa kami tidak boleh juga memakainya?" Suatu
argumen sederhana yang tidak mampu dijawab oleh negara-negara Barat.
Itu sebabnya Bush tidak bersedia meladeninya dalam suatu tantangan
debat di PBB.

Akhirul kalam, mumpung bulan Ramadhan yang penuh berkah, saya ingin
menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya jika dalam pergaulan di
milis ini ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan siapapun. Semoga
kita semua bisa bertemu di sorga kelak. Amin!

Balikpapan, 4 Oktober 2006
Satria Dharma

1 comment:

  1. assalammualaikum

    blog walking dari google nyari bahan buat tugas kuliah soal biografi ahmadinejad. numpang kopi paste ya mas :)

    wassalam

    ReplyDelete