Oleh : Muhammad Sirod (F03497056)
http://sirod.blogspot.com
s1rod@yahoo.com
Dalam milis IPB@yahoogroups.com ada pendapat
bahwa Mendiknas yang memiliki skor 10 dari total 25 suara (sisanya oleh anggota Majelis Wali Amanat), membagi rata suaranya untuk Prof. Eriyatno dan Prof. Matjik masing-masing 5 suara. Pendapat tersebut berarti sama saja dengan menganggap anggota MWA memilih Prof. Eri : 5 suara dan Prof. Matjik 10 suara dari MWA.
Pendapat ini sangat lemah bila dipandang dari kepentingan politik. Menurut logika sederhana, seorang menteri yang berasal dari kekuatan politik (makanya disebut jabatan politik) akan menyuarakan maksimum/sebagian besar suara tersebut untuk orang yang kira-kira menguntungkan pemerintahan tersebut. Bila kita berfikir positif, Menteri tersebut tentu ingin memiliki anak buah yang dapat bekerja sama dengannya dengan baik dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan penentuan orang no.1 di IPB ini. Jadi Pak Menteri akan memilih salah seorang dari keduanya dengan memberikan nilai penuh, yaitu 10 suara atau memberikan sebagian besar suaranya pada salah satu calon. Itu pendapat saya.
bila kita berlandaskan pada pendapat saya tersebut ada bebarapa kemungkinan peta pemilihan suara antara kedua calon, yaitu sbb:
semua pengandaian ini berdasarkan kenyataan yang telah terjadi. Yaitu Pak Eri 10 Suara dan Pak Matjik 15 Suara, dengan total semua suara 25 suara.
Kondisi
Nama Calon
Prof. Eri 0 10
Prof. Matjik 15 0
kondisi 2
Nama Calon
Prof. Eri 10 0
Prof. Matjik 5 10
kondisi 3
Nama Calon
Prof. Eri 5 5
Prof. Matjik 10 5
*(penulisan di atas berarti : misalnya Prof. Eri 10 5 , artinya MWA memilih 10, dan Mediknas 5 untuk Pak Eri)
Kondisi 1 mengatakan bahwa smua suara menteri jatuh ke tangan Pak Eri, sehingga beliau tidak mendapatkan satu pun dari MWA, hal ini kemungkinannya kecil sekali, karena beliau telah mengatakan bahwa sedikitnya 6 orang anggota MWA telah mengkonfirmasikan kepada beliau bahwa mereka memilih Pak Eri. Jadi pendapat ini gugur.
Kondisi 2 mengatakan bahwa Pak Eri mempunyai 10 suara MWA dan 0 suara Menteri, hal ini mungkin. Begitu juga dengan Pak Matjik yang mengantongi 10 suara dari menteri dan 5 suara MWA, sehingga memiliki skor suara 15. kondisi ini membuktikan juga bahwa pendapat: "bila Mendiknas memberikan seluruh suaranya kepada Pak Matjik, maka Pak Eri akan kalah telak." Ternyata hal ini mungkin saja, karena toh pak Eri ternyata didukung oleh 10 suara MWA tanpa dukungan sedikitpun dari Pak Menteri.
Kondisi 3 adalah pendapat salah seorang anggota milis ipb@yahoogroups tadi. Artinya pendapat ini beranggapan bahwa menteri men-SPLIT suaranya menjadi 2 bagian sama besar. Apakah masuk akal bila Anda sebagai seorang Bos yang akan menentukan bawahan/karyawan yang akan bekerja dengan Anda kepada orang lain? sementara Anda sendiri berjuang mencapai posisi Bos itu dengan pertarungan yang susah payah? kemungkinannya kecil bukan? Bisa saja Mendiknas tidak memberikan suara penuh tetapi angka yang mungkin tidaklah sama besar misalnya berdasarkan informasi dari Pak Eri tadi bahwa minimal 6 orang MWA mendukung beliau, maka bisa saja menteri memberikan suara sebesar 4 dan sisanya (6 suara) untuk Pak Matjik. Artinya Mendiknas mendukung Pak Matjik.
Bila saya Mengandai-andai, saya ibaratkan kedua orang tersebut mirip dengan Anwar Ibrahim dan Ahmad Baidhawi yang harus mendampingi Dr. Mahathir. Keduanya mempunyai kapabilitas yang seimbang, namun tentu saja Pak Mahathir ingin memilih "anak buah" yang lebih se-Visi dengan beliau ketimbang mumpuni tapi tak sependapat.
KESIMPULAN
----------
Berdasarkan analisis di atas, maka Saya berpendapat bahwa: Mayoritas MWA mendukung Pak Eri, namun beliau tidak direstui oleh Prof. Dr. Malik Fajar, MSc., yang dalam hal ini mewakili suara pemerintah, Wallahu alam!
*) analisis ini dilakukan atas informasi sepihak dari Prof. Eriyatno, pada pagi hari tgl. 4 Januari 2003 ketika beliau memberikan bimbingan kepada penulis. Untuk itu bila ada kesalahan logika mohon dikirim lewat milis ini, kembali.
No comments:
Post a Comment