30 November 2014

MENYOAL KEBERPIHAKAN MEDIA

MENYOAL KEBERPIHAKAN MEDIA


Saya bukan seorang lulusan komunikasi atau seorang jurnalis. Pada awal tulisan ini saya merasa perlu menegaskan agar banyak masukan dan kritikan untuk memperbaiki tulisan ini dan perspektif yang lebih kaya. Saya merasa banyak sekali mendapatkan informasi dan pengetahuan baru akhir-akhir ini dengan membiarkan diri saya berfikir terbuka, bijak dalam berfihak dan mencoba mengetengahkan ide seekstrim apapun. Ternyata, dengan menggantungkan diri hanya kepada Tuhan, itu adalah satu-satunya kemerdekaan yang hakiki menurut saya. Tidak bergantung pada apapun, sesulit apapun kenyataan hidup yang kita hadapi.

Media akhir-akhir ini tampak berfihak sesuai dengan era korporasi media yang dimulai oleh Prof. BJ. Habibie melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Habibie, melakukan kebijakan dengan pencabutan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) sehingga mempermudah lahirnya media massa baru. Semangat ini mempertegas tuntutan reformasi dalam memperbaiki demokratisasi di negeri ini selepas era represif orde baru berakhir tahun 1998. Keuntungan bangsa ini begitu banyak selepas beliau melakukan langkah besar tersebut. Media baru tanpa izin kementrian penerangan terus bermunculan. Media-media tumbuh bak kecambah seiring tingginya arus modal masuk dan perubahan cara menikmati media massa dan pola-pola komunikasi digital. 

Jika dulu kita terbiasa membaca koran dan majalah di atas kertas, maka akhir-akhir ini rasa-rasanya media tersebut dapat digantikan dengan mudah kita akses melalui perangkat elektronik dengan beragam fiturnya yang memanjakan. Kita sendiri yang menentukan bagaimana berita akan kita dapatkan, kita sendiri pula yang mengelola itu semua sesuai kebutuhan tentunya. Celakanya, tidak semua pengguna media elektronik mampu mengolah itu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai pengguna, banyak orang kebingungan bagaimana mengelola gadget agar tidak mengganggu produktivitas dirinya. Terlebih lagi, beberapa orang kurang dapat cover both side dalam membandingkan satu media dengan media lainnya dikarenakan sudah mendikotomikan kelompok media, menjadi pro ini atau pro itu. Sebenarnya hal ini “wajar” dan alamiah, karena watak media yang hidup berdasarkan rating iklan dan jumlah readership akan dengan sendirinya beradaptasi dengan itu semua. Jika ada banyak berita yang diakses oleh banyak pula pembaca maka hitung-hitungan bisnis media tersebut bisalah kita sebut bagus dan kredibel (menurut ukuran bisnis media).  Jadi, mau tidak mau mengukur besar tidaknya media sekarang bukan hanya pada kebenaran dari isi berita yang dikabarkan, tetapi seberapa banyak pula media tersebut diakses oleh publik.

Ukuran semakin banyak orang yang percaya maka sebanyak itulah satu berita dianggap benar, nampaknya menjadi satu kenyataan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Siapa yang berbeda dan genuine dengan gayanya akan menjadi “santapan” pemberitaan, betapa pun tidak pentingnya atau tidak mendidiknya sosok tersebut. Siapapun atau apapun yang tampak kontroversial, berbeda dari kebanyakan orang, akan menjadi kata kunci dari mesin pencari. Menjadi berbeda adalah satu tuntutan di kala ratusan juta mata membutuhkan informasi yang berbeda di tengah kejenuhan informasi yang sama atau serupa. Kreatifitas pelaku berita dan berita itu sendiri menjadi tuntutan masyarakat. Etno-branding, sebutannya adalah sebuah pendekatan marketing yang semakin dibutuhkan.

ANTARA MELAWAN ARUS ATAU BERMAIN-MAIN DENGAN ARUS

Arus informasi yang sedemikian banyaknya, berlalu-lalang dalam gadget para pembaca berita. Mulai dari berita ekonomi sampai politik, dari isu perselingkuhan sampai kasus gugat cerai selebritis, bahkan perang minyak di timur tengah mendominasi konsumsi anak negeri. Satu sisi kita bisa memilah informasi yang masuk, di sisi lain berita tersebut masuk lewat orang-orang yang kita kenal dalam media sosial semacam facebook, twitter, whatsapp, lines bahkan mailing list yang tampak kuno sekarang.

Justifikasi para pembaca dan pemirsa seringkali menyeret kelompok masyarakat lain untuk ikut-ikutan percaya pada ide dan pemahaman kebanyakan orang. Hal ini terkadang dianggap sebagai kebenaran kolektif yang dianggap permanen oleh pers kita. Industri media yang sebenarnya tidak pernah netral itu ikut membentuk pola pikir masyarakat kita. Struktur organisasi wartawan yang tak ubahnya hierarki korporasi biasa kemudian menentukan persepsi publik. Siapa yang menguasai persepsi, dia lah penguasa sekarang, dan pertarungan politik dan ekonomi pun tergantung kemenangan dari persepsi publik. Sebuah peperangan soft-power di era informasi web 2.0 sekarang.
Kita boleh saja menentang arus informasi dengan mencoba menayangkan berita dan informasi alternatif untuk satu keadaan. Tapi seperti kata filsuf jerman terkenal Frederic Nietszhe : “Sometimes people don’t want to hear the truth because they don’t want their illusions destroyed”. Kita sendiri sebenarnya secara tak sadar memaksa fikiran terbuka kita untuk mengkondisikan opini dan kesadaran kita untuk mempercayai apa-apa yang kita yakini sebelumnya. Judgment ini akan terus dipelihara sepanjang kita sendiri membiarkan pemikiran kita menolak hal-hal yang tidak kita sukai.

SOAL SALAH BENAR

Lalu di mana letak kebenaran? Kita seringkali tertukar mana informasi yang benar karena terkonfirmasi atau mana informasi yang merupakan “permainan data atau statistik” atau pemilahan informasi atau barangkali sebuah framing dalam pemberitaan. Saking banyaknya informasi yang beredar, kita bahkan seringkali percaya saja informasi yang disebar oleh kelompok kita sendiri. Sedikit sekali saya temukan orang-orang yang mau mencoba meresapi informasi atau kabar berita yang dia tidak suka. Justifikasi fikiran pembaca biasanya mendahului akal sehat. Bahkan berkali-kali dalam diskusi di media sosial, sering saya temukan sikap pembaca yang defensif dikarenakan “cinta buta” pada seorang tokoh, sebagaimana ia mencintai seorang artis karena ketampanan atau mahirnya artis tersebut membawakan sebuah lagu. Tokoh berita yang kebetulan misalnya seorang pemimpin politik, dipuja-puja habis-habisan layaknya nabi baru yang tanpa cela dan noda. Begitu ada informasi yang mengkritisi kebijakan dalam perspektif berbeda, seakan-akan dianggap menyerang dan menghambat. Kata-kata dari kasar sampai halus seperti “biarkan beliau bekerja”, “jangan diganggu” mengalir lancar seolah-olah kata-kata bijak bestari dari orang-orang yang netral. Padahal sejatinya sifat defensif yang berlebihan dari orang-orang lemah anti kritik yang dulu tumbuh subur di masa-masa orde lama dan orde baru.

Jika dulu media hanya satu arah dan pemerintah dengan cara represif memaksa arus informasi kepada masyarakat dengan kekuatan efektif departemen penerangan. Maka sekarang, dengan kekuatan jejaring kapitalisme pers, tangan-tangan kekuasaan memainkan peranan “pemaksaan” persepsi publik dengan serangkaian teknik manipulasi media. Contoh-contoh manipulasi media menurut sumber di wikipedia.org adalah: Kambing hitam – teknik ini caranya mengarahkan mata dan perhatian publik pada kesalahan satu orang, sehingga melupakan kesalahan sistem secara keseluruhan; Fenomena – yaitu memunculkan tokoh atau kejadian yang fenomenal yang menyentuh khalayak ramai yang tujuannya menaikkan pamor satu peristiwa atau orang dan menutupi informasi lengkap dan fakta; Semantics – memunculkan istilah bahasa yang kesannya akan mendapatkan reaksi publik yang dikehendaki. Misalnya “kenaikan harga” disebut “penyesuaian harga”. Sejumlah aktivis diamankan ditulis menjadi “penculikan aktivis”. Atau misalnya “menaikkan harga bahan bakar minyak (bbm)  dengan menyebut istilah “tidak mencabut subsidi bbm”; Pemulihan / Regression – misalnya mengubah persepsi publik terhadap seseorang yang dianggap tidak relijius dengan menampilkan orang tersebut saat sedang beribadah; Penyesatan informasi (misleading) – misalnya menulis kisah sulit semasa kecil seorang pengusaha di media-media bisnis, untuk mendapatkan kesan bahwa si pengusaha tersebut sukses dan pekerja keras. Padahal, pengusaha tersebut memang keturunan pengusaha yang memang sudah kaya sebelumnya; ketakutan / horror – menyebarkan informasi bahwa seseorang adalah biang kekacauan dan pelanggar HAM, sehingga didapat kesan publik bahwa orang tersebut sangat tidak layak mendapatkan jabatan publik apapun.

Wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy mengatakan dalam satu wawancara di MetroTV bahwa media amerika sekelas Washington Post atau Times dianggap itu menyatakan tidak netral, tapi independen. Istilah yang menurut saya terlalu memaksakan diri. Netral adalah benar-benar tidak berpihak, sementara independen adalah memutuskan dirinya bebas berpihak pada siapapun. Satu eufimisme terhadap kalangan sendiri. Entah darimana wartawan senior yang sering memuji-muji presiden Megawati saat berkuasa dulu ini mendapatkan definisi istilah yang agak aneh tersebut. Kita mengatakan independensi artinya kekuatan untuk tidak memihak atau berat sebelah, beliau malah menukar arti tersebut.

Anggapan masyarakat terhadap korporasi media yang berpihak disangkutkan dengan ideologi satu kelompok pers agaknya perlu disuarakan terus pada setiap orang. Dengan era keterbukaan sekarang, kita rasa-rasanya perlu memberi label kelompok NASIONALIS, SEKULER, RELIGIUS berikut sumber-sumber dana pada masing-masing kelompok media yang ada di negeri ini. Perlu adanya sekelompok orang yang berbasis komunitas untuk menyoroti semua media-media yang ada dan mulai meraksasa di negeri ini. Bukan untuk memusuhi dan menghalangi langkah-langkah bisnis mereka, tetapi melindungi kepentingan negeri ini dari mogul-mogul baru yang akan bermunculan mencaplok apa saja yang dianggap harus mereka kuasai. Bisnis apapun jika sudah meraksasa tidak boleh menguasai pemikiran setiap orang. Bisnis hendaknya tetap dalam suasana yang egaliter dan kesetaraan antara penjual dan pembeli. Dalam dunia bisnis media, semakin tinggi kebebasan kita memilih, semakin mahal dan bermutu yang kita dapat. Layaknya media TV nasional melawan TV berbayar, semakin banyak pilihan maka semakin tinggi biaya yang kita harus keluarkan. Dalam bisnis media hiburan juga berlaku, semakin tinggi rating, maka semakin baik acara tersebut dari sisi pendapatan. Persetan dengan edukasi dan pengetahuan yang mencerahkan, yang penting disukai oleh sebanyak mungkin orang. Maka pada ujungnya, karakter rakyat yang dijejali dengan informasi-informasi inilah yang menentukan kualitas pemerintahan dan negara yang kita tinggali ini. Bukan kualitas dari buah fikir orang-orang yang berdedikasi tinggi, tapi buah persepsi kebanyakan orang. Kebenaran yang dimasksud adalah benar karena umumnya orang menganggap benar.


ANTARA SEKULER – LIBERAL DAN KONSERVATIF


Sumber: informationisbeautiful.net

Gambar di atas menjelaskan keadaan masyarakat di barat (Amerika dan Eropa) terhadap kecenderungan keberpihakan dalam isu-isu politik. Artinya, umumnya manusia jika dikaitkan dengan latar belakang, pola hidup dan pandangan hidupnya, akan mempercayai nilai-nilai dan keyakinan yang cenderung ke kiri atau ke kanan. Yang berada di tengah-tengah disebut sebagai kaum moderat, yang bisa saja belum menentukan pilihan, belum bersikap atau bahkan mereka adalah oportunis yang memanfaatkan konflik di antara dua kelompok yang berbeda tadi. Apakah sikap oportunis itu salah? Dalam dunia demokrasi, jawabannya sangat tergantung dari persepsi publik lagi.

Legalisasi pernikahan sejenis, aborsi dan keberpihakan pada kaum pendatang adalah isu-isu yang diangkat oleh partai Demokrat di Amerika Serikat. Partai ini sering mengusung ide-ide dari kaum sekuler liberal. Hampir semua presiden dari katolik (minoritas) di AS berasal dari partai ini. Kristen protestan yang banyak dianut oleh warga AS (sensus tahun 2007 sekitar 51%) biasanya pendukung republik. Sebagai anak muda yang sedikit terlibat di era Mei 98, saya mengamati bahwa perubahan pola kepartaian di negeri ini mirip yang terjadi di negeri Paman Sam tersebut, kemudian ini menjadi hal yang mudah jika kita mencoba memahami persepsi publik dikaitkan dengan pola kiri-kanan dalam ideologi politik. Pengelompokan masyarakat kepada bagan atau gambar di atas tadi akan mempermudah kita menebak dan memprediksi sikap seseorang terhadap isu-isu lainnya.

Penghilangan kolom agama dalam KTP, pengurangan jumlah pegawai negeri dan  citra pemimpin yang dekat dengan rakyat adalah topik-topik yang diusung kelompok sekuler liberal di Indonesia. Menyakitkan memang, ketika kelompok agama dan religius sedikit alfa terhadap isu ini. Kelompok agamawan sepertinya lupa hidup sederhana, memposisikan dirinya suci lalu bersosialita dalam kemewahan bak pengusaha atau elit masyarakat. Masyarakat rindu hal-hal substantif di negeri ini, masyarakat tahu bahwa kaum yang beragama dan ber-Tuhan pada hakekatnya adalah mereka yang menguasai kesejatian hidup dan kesederhanaan. Masyarakat pun mulai menyadari bahwa menjadi pegawai negeri sipil dengan sogokan uang, kemudian kaya raya dari “ucapan terima kasih” para rekanan proyek menjadi musuh bersama kalangan rakyat yang sulit dan terpinggirkan dalam piramida demokrasi kita. Kesulitan hidup yang terus menerus, kemiskinan, ketertinggalan dari kelompok lain dan kecemburuan agaknya menjadikan masyarakat kita menjadi mudah dipermainkan harapannya. Keadaan ini kemudian direspon oleh media dengan menampilkan tokoh-tokoh alternatif yang sama sekali berbeda dengan tokoh-tokoh agama tersebut. Tokoh-tokoh tanpa cela dan noda tersebut lahir dengan serentetan bukti-bukti mahakarya ajaib plus citra merakyatnya. Bila perlu mengumbar sisi relijius-nya, misalnya pemberitaan massif dan terstruktur saat si idola memimpin shalat berjamaah. Sampai-sampai, beberapa media lupa menuliskan betapa indahnya bacaan si Imam tersebut padahal dilakukan pada shalat dzuhur yang siapapun akan men-shir-kan (memelankan) bacaannya. Bahkan sisi relijius di mata media korporat adalah sesuatu yang tidak tabu diumbar, demi kepentingan politik jangka pendek.

MEDIA ALTERNATIF

Saya dan banyak orang masih percaya bahwa demokrasi adalah salah satu jalan untuk mencapai peradaban manusia yang lebih baik. Demokrasi yang dibentuk sesuai nilai-nilai pancasila dipandang sebagai cara paling cocok dikelola di negeri ini oleh para founding fathers kita. Demokrasi Pancasila menghendaki sopan santun dalam mengungkap fakta dan data untuk disalurkan ke masyarakat. Yang menjadi persoalan adalah persepsi tentang demokrasi pancasila itu tidak sama dan bahkan tidak seragam antara satu orang dan lainnya. Pancasila sebagai jalan tengah dari beragam ideologi kebangsaan yang membentuk negeri ini, seringkali ditarik ke kiri dan ke kanan sesuai dengan ideologi masing-masing kelompoknya, apalagi kalau bukan dengan tujuan mencapai kekuasaan dan isme-nya yang memimpin negeri ini. Semakin banyak orang “tercerahkan” maka semakin baik untuk ideologi kelompok tersebut eksis.

sumber: thesleuthjournal.com

Maka tidak heranlah sekarang ini bermunculan media-media alternatif yang menawarkan “rasa baru” pemberitaan. Media-media ini seperti tak mau kalah menyemarakkan hiruk pikuk negeri muslim demokrasi terbesar di dunia ini. Bisnis dotcom yang lesu darah di penghujung tahun 2000, kini mulai menggeliat lagi karena akses internet lebih cepat karena perkembangan industri telepon selular yang didukung oleh perkembangan cepat industri social media dan sistem operasi pendukungnya. Tak ayal, kini bermunculan istilah “generasi menunduk” , sebutan kalangan anak muda yang tak lepas dari perangkat elektronik yang menghubungkan mereka satu sama lainnya. Perubahan teknologi perangkat ini pun mengubah industri pendukungnya dan seakan-akan selalu ada saja penemuan dan kreasi baru industri ini untuk memanjakan para penggunanya.

Jika demikian adanya, maka semua elemen masyarakat baik Academics Business Government atau Community sudah sepatutnya menjadi alat kontrol dari era korporasi media seperti sekarang. Era demokrasi telah melahirkan konglomerat-konglomerat yang menguasai arus informasi, tak ada jalan lain, kita harus membangun kesadaran masyarakat untuk tetap kritis, independen dan melek informasi.














Sirod M. Rasoma
Penggiat sosial media

18 November 2014

Mengenang Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, M.Sc: 1944-2014.

Mengenang Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, M.Sc: 1944-2014.

Oleh Asep Saefuddin
Rektor Universitas Trilogi/Guru Besar Statistika FMIPA IPB

Foto dari Dedy Syahrul


Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin, saya lebih sering menyebutnya Kabg Soleh, adalah angkatan pertama Fakultas Pertanian di bawah IPB tahun 1963. Dimana sebelumnya berada di bawah Universitas Indonesia. Waktu Kang Soleh masuk IPB, Indonesia sedang dalam masa pergolakan politik akibat ketidakpuasaan rakyat terhadap pemerintahan orde lama. Sebagai mahasiswa pejuang, Kang Soleh aktif di gerakan mahasiswa yang tergabung ke dalam KAMI atau Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia dan masuk sebagai eksonen 66. 

Terlahir dari seorang pemimpin informal dan formal Lurah Desa Leuwi Goong di Garut, Bpk H. Solahuddin. Adalah wajar kalau Kang Soleh memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Selalu ingin memajukan organisasi yang dipegangnya. Ketika saya masuk IPB tahun 1976, di kantor PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) dan Asrama Felicia IPB ada beberapa arsp informasi tentang Dewan Mahasiswa dan organisasi ekstra universiter HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Termsuk di dalamnya informasi 'sepak terjang' Kang Soleh. Beliau adalah Ketua Umum HMI Cabang Bogor 1968-1969, lalu Ketua Umum Dewan Mahasiswa IPB 1969-1970. Pada saat itulah Kang Soleh bersama-sama Dr. Harjadi Darmawan Ketua Umum Dema UI menggagas pembentukan Persatuan Mahasiswa Indonesia yang dikenal dengan istilah ISU, Indonesian Student Union. Model inilah yang selanjutnya diteruskan menjadi Persatuan Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian dan berbagai fakultas lainnya di Indonesia.

Pada periode Cak Nurcholis Madjid menjadi Ketua Umum PB HMI 1968-1970, Kang Soleh adalah Ketua Bidang Kemahasiswaan. Setelah lulus, Kang Soleh menjadi dosen Fakultas Pertanian IPB (1972) dan sempat menjadi mahasiswa teladan, selain aktifis. Pada tahun 1974, beliau mendapat tugas belajar ke Wisconsin untuk program master dan doktor. Awal tahun 1981, Kang Soleh kembali ke Indonesia meneruskan statusnya sebagai dosen. Di awal tahun 1981 itulah saya sebagai dosen muda akhirnya dapat berkenalan dengan sosok Kang Soleh yang sudah saya kenal secara virtual sejak 1976 itu. 

Kesempatan diskusi dengan tokoh HMI dan angkatan 66 ini meyakinkan saya bahwa Kang Soleh adalah sosok yang ramah, dekat dengan siapapun, dan berwawasan luas. Pernah kami berdiskusi dengan para aktifitis HMI Bogor di awal kedatangannya, banyak sekali gagasan Beliau yang membuat kami kaget. Pada saat itu pemikirannya jauh melambung ke masa depan. Bayangan aplikasi teknologi yang saat itu utopia, seperti komunikasi cepat lewat dengan berbagai gadget, pernah dilontarkannya supaya informasi tidak tertinggal. Beliau sempat juga menyarankan perubahan pola pengkaderan HMI pola sensasional dirubah menjadi pola rasional. Mahasiswa tidak lagi laku bila kemampuan komunikasi bahasa Inggris masih tidak dikuasai. Kang Soleh saat itu sudah menyarankan agar mahasiswa harus membuka wawasan dan jangan ekslusif. Dewasa ini beberapa jargon itu bukan lagi hal baru, tetapi bagi kami 30-40 tahun yang lalu hal itu sering membuat kami bengong.

Sebagai alumni IPB yang menjadi Dekan Fakultas Pertanian IPB tahun 1986, beliau menggagas perlunya Gedung Alumni IPB. Berkat kepiawaian dan jejaringnya Gedung Alumni akhirnya terwujud ketika Kang Soleh menjadi Ketua Dies Natalis IPB yang ke 25 (tahun 1988). Gagasan kerjasama IPB dengan sektor bisnis untuk pemanfaatan hasil riset dimulai tahun 1989. Awalnya kerjasama dilakukan dengan PT Kodel yang dipimpin oleh Drs. Soegeng Sarjadi (eksponen 66 yang wafat sebulan yang lalu). Pada waktu itu, sebelum saya berangkat ke Kanada untuk tugas belajar, sempat menjadi Sekretaris Eksekutif kerjasama tersebut.

Pada tahun 1990 Kang Soleh mendapat amanah untuk menjadi Rektor Universitas Haluoleo Kendari. Banyak terobosan yang Beliau lakukan waktu di Kendari, salah satunya adalah pengiriman dosen ke Kanada melalui proyek EIUDP (Eastern Indonesia University Development Project) melalui kerjasama dengan Pemerintah Kanada. Pada tahun 1995 civitas akademika IPB kembali meminta Kang Soleh pulang kampung dengan menjadi Rektor IPB. Melalui kepemimpinannya saat itu IPB menyusun Renstra IPB menuju tahun 2020 dengan konsep pertanian berbudaya industri, Darmaga sebagai science city, dan IPB sebagai penentu kecenderungan (trend setter) iptek pertanian di Indonesia. Lalu pada tahun 1998 Presiden BJ Habibie memintanya menjadi Mentri Pertanian.
Di dekade 2000 awal, Kang Soleh membantu IPB melalui Majlis Wali Amanah. Kehadirannya di MWA IPB memungkinkan IPB memiliki unit bisnis secara transparan dalam bentuk Holding Company BLST (Bogor Life Science and Technology) yang membangun pusat bisnis Convention Center dan Botani Square. Walaupun ada usaha pemanfaatan lahan mubazir, Beliau bersama pimpinan IPB saat itu tegas-tegas menjaga gudung hitam IPB sebagai land-mark yang harus diperhatikan keasliannya. Alhamdulillah saat ini gedung tersebut sudah resmi sebagai gedung heritage IPB dan sekakigus Bogor. IPB akhirnya memiliki unit IGA (Income Generating Activity) berbentuk International Convention Center dan Botani Square dalam koordinasi BLST.

Di usia pensiun, Kang Soleh aktif di ormas Nasional Demokrat sebagai Dewan Pembina. Perjuangannya yang tidak pernah lelah untuk kemajuan bangsa, telah melupakan kesehatannya. Kang Soleh dikenal sebagai orang yang jarang mengeluh karena sakit. Beliau sendiri lupa berhak memiliki ASKES yang baru diurusnya satu minggu sebelum Allah swt memanggilnya. Hari Senin 17 November akhirnya Kang Soleh dipanggilNya untuk menghadap Tuhan YME. Hari Selasa 18 November 2014 melalui Upacara Militer di TMP Dreded Bogor. Selamat jalan Kang Soleh, Prof. Dr. Ir. H. Soleh Solahuddin. Semoga Akang berbahagia di sisi Allah swt. Kami yang pernah menjadi murid organisasi Akang di HMI dan murid keilmuan di IPB saat ini sedang berdo'a untuk kebahagian Akang. Alfatihah. Aamiin.

Semoga dedikasi untuk selalu membangun negara bisa kami teruskan melalui berbagai aktifitas dimana saja kami berada. Insya Allah. 

09 November 2014

CHALLENGER, sebuah motivasi diri



Ada satu pemahaman pada diri saya tentang bagaimana menjalani hidup seperti seorang penjelajah. Ini terkait definisi sukses bagai seorang Sirod bin Rasoma. Kata “sukses” yang sangat relatif, sukses dalam definisi saya dan mungkin beberapa orang.
Pernah mendengar atau membaca kisah-kisah para CEO atau direktur perusahaan besar di luar negeri? Tentang hobby mereka yang lain dari kebiasaan orang-orang pada umumnya? Menjadi pilot jet pesawat, terjun payung, menyelam laut dalam atau menjelajah belantara hutan?
Tanpa berniat meniru orang-orang dengan pasokan dana besar tersebut, saya termasuk salah satu orang yang diberikan sifat dan karakter oleh Tuhan seperti demikian. Saya suka menaklukan kelemahan diri saya dengan memberikan tekanan yang besar agar spirit saya melebihi kemampuan sebenarnya yang saya punya. Spirit tersebut akan memanipulasi diri ini dan kemudian perlahan otak saya men-drive tubuh dan fikiran saya menjadi manusia yang Well Thinking dan Well Training.

Challenger, atau Sang Penakluk! Adalah saya, adalah kegalauan yang terus menerus mengalir dalam darah saya sejak kecil. Saya dan juga beberapa orang di dunia ini adalah sekelompok orang yang tidak gampang terpuaskan, tidak gampang percaya pada umumnya pendapat orang. Kami adalah “sekelompok ikan yang terbiasa berenang di kolam air deras” bukan kolam tenang yang tampak dalamnya hanya dengan melihatnya dari atas permukaan saja. Kami adalah manusia-manusia di atas rata-rata.

23 June 2014

Pengakuan mantan sekda Solo




Merdeka.com - Warga Solo ternyata tidak semuanya mendukung Jokowi untuk jadi presiden. Bahkan salah satu mantan anak buah Jokowi mengkritik habis-habisan capres PDIP itu. Adalah Supradi Kertamenawi yang berani mengkritik Jokowi. Supradi adalah mantan anak buah Joko Widodo (Jokowi) semasa menjadi wali kota Solo. Supradi menyebut, mantan atasannya tak sesukses yang diomongkan banyak pihak sewaktu memimpin Kota Bengawan.

Supradi sendiri pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Solo tahun 2009-2010. Menurutnya tidak banyak yang dilakukan Jokowi sewaktu menjadi wali kota Solo.

Bahkan pria yang saat ini menjadi pendukung Prabowo - Hatta tersebut mengatakan, banyak program-program Jokowi yang saat ini mangkrak. Supradi juga tak segan menyebut Jokowi hanya pandai melakukan pencitraan. Apa saja kritikan Supradi kepada Jokowi? Berikut kisahnya:


1.Program Jokowi mangkrak

Merdeka.com - Menurut Supradi banyak program-program Jokowi di Solo yang saat ini mangkrak. Misalnya, pembangunan beberapa taman, seperti Sekar Taji, Terminal Tirtonadi, City Walk yang semrawut, Railbus, Pasar tradisional, dan lain-lain.

"Kalau pemindahan ribuan PKL Banjarsari ke Pasar Notoharjo itu kan peran Pak Rudy (wakil wali kota saat itu). Kemudian juga adanya bantuan modal dari Kementerian Koperasi pada tiap PKL sebesar Rp 5 juta. Itu yang membuat pemindahan PKL lancar," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.

Supradi mengetahui hal tersebut karena saat itu dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi. Menurut Supradi keberhasilan pemindahan PKL tersebut telah membuat nama Jokowi menjadi terkenal. Namun sayangnya, lanjut Supradi, keberhasilan tersebut menjadi tunggangan Jokowi untuk menjadi gubernur dan presiden.

Supradi menyayangkan saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui kinerja Jokowi sebenarnya di Solo. Padahal beberapa bangunan hingga saat ini masih mangkrak. Banyak kios di pasar tradisional yang dibiarkan kosong. Sementara kemiskinan di Solo, juga masih tinggi.


​​
2.Kemiskinan di Solo meningkat

Merdeka.com - Supardi mempertanyakan pihak-pihak yang menyatakan Jokowi sukses membangun Solo. Menurut mantan Sekda itu, banyak program yang saat ini mangkrak. Selain itu di era Jokowi, kemiskinan juga meningkat.

"Sebut saja Terminal Tirtonadi, taman Sekar Taji, City walk, kios pasar kosong, masih banyak yang lainnya. Tingkat kemiskinan di Solo selalu naik, waktu zamannya dia. Sukses dari mana ?," ujarnya saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.

Supradi mengaku tak mempunyai permasalahan apapun dengan Jokowi. Waktu menjadi anak buahnya di Pemkot Solo, dirinya mengaku juga tak pernah ada permasalahan.

"Penilaian saya obyektif, saya hanya bicara fakta. Pak Jokowi belum pantas memimpin Indonesia. Kita butuh pemimpin yang tegas, cerdas, dan bisa mengayomi bangsa," pungkasnya.

​​
3.Mobil Esemka hanya jadi kendaraan politik Jokowi

Merdeka.com - Masih ingatkah anda dengan mobil ESEMKA? Mobil yang diklaim sebagai mobil nasional murni buatan anak negeri, buatan anak-anak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang dirakit di bengkel Sukiyat, Solo. Harus diakui mobil yang diganti plat nomornya dengan pelat merah AD 1 A, dan AD 2 A tersebut, telah melejitkan nama Jokowi sampai setinggi langit.

Apalagi setelah dibawa ke Jakarta, untuk menjalani uji emisi. Publikpun dibuat terpesona, masyarakat terharu dan sulit percaya, ternyata ada putra bangsa yang punya prestasi luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah terpikir sebelumnya, yaitu membuat mobil sendiri. Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu menjabat wali kota Solo dengan bangga memperkenalkan dan mendukung kelahiran mobil itu. Namanyapun dipuja-puja bak seorang dewa, dan menjadi buah bibir di mana-mana.

Nama Esemka, yang dulu dibangga-banggakan, sekarang seolah tenggelam. Berbanding terbalik dengan nama Jokowi, yang semakin moncer, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, hingga sekarang menjadi salah satu calon presiden RI. Tak sedikit kalangan menilai, Esemka hanya digunakan Jokowi sebagai kendaraan politik untuk meraih kursi gubernur Ibu Kota.

Supradi Kertamenawi, misalnya. Mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, mantan bosnya tersebut sengaja menggunakan Esemka sebagai kendaraan politik untuk menuju ibu kota. Setelah tercapai tujuannya, menjadi gubernur, Jokowi tak peduli lagi dengan nasib Esemka. Mobil berpelat merah AD 1 A, dan AD 2 A pun saat ini hanya menjadi pajangan di Solo Tecno Park (STP), tempat produksi Esemka.

"Jelas Esemka itu hanya sebagai tunggangan. Menurut kami, Esemka itu kan sebuah lembaga pendidikan, lembaga pengetahuan. Kalau dia mau bikin mobil kan seharusnya bikin tempat produksi. Kalau STP sekarang dibikin sebagai tempat produksi, namanya itu nyalahi pakem (aturan)," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.

​​
4.Gaya berpakaian Jokowi hanya pencitraan
Merdeka.com - Penampilan capres Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan sederhana dan merakyat, dengan baju putih atau kotak-kotak, celana hitam serta sepatu ket dinilai hanya sebuah pencitraan. Tujuannya adalah merebut simpati atau hati rakyat, agar citranya naik.

Supradi Kertamenawi, mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, penampilan mantan bosnya tersebut hanyalah sebuah pencitraan belaka. Pasalnya dulu sewaktu di Solo, Jokowi tak pernah mengenakan pakaian seperti itu.

"Dulu waktu menjadi wali kota ap
​​
a pernah pakai pakaian seperti itu. Pakainya ya jas dan dasi, selalu jas dan dasi setiap hari. Sekarang kan nyatanya seperti itu. Kalau yang ngerti, ya, Jokowi nyatane mung (ternyata hanya) bohong," ujar Supradi kepada merdeka.com, Minggu (22/6).


​Sumber: MERDEKA ONLINE

-- 
“Aksi kecil yang didasari pemikiran besar, apalagi dilakukan kontinu, efeknya pasti luar biasa!” MSR

07 June 2014

Profil Prabowo Subiyanto: Bintang yang Naik Pesat, Tempo Edisi 12/01 - 18/Mei/1996

Edisi 12/01 - 18/Mei/1996
Analisa & Peristiwa

Profil Prabowo Subiyanto:

Bintang yang Naik Pesat

PRABOWO dilahirkan di Jakarta, 17 Oktober 1951, sebagai anak ketiga dari keluarga Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Di tengah keluarga yang lebih lekat dengan citra sebagai intelektual itu, Prabowo Subianto adalah satu-satunya yang berkarier di lingkungan militer. Karier itu dimulainya tahun 1970, ketika Prabowo masuk AMN setelah lulus SMA. Tampaknya pilihan itu bukan asal pilih, karena pada saat yang sama sebetulnya ia juga diterima di fakultas ekonomi di tiga perguruan tinggi terkemuka di Amerika. 
Lulus AMN 1974, Prabowo langsung bertugas di lingkungan pasukan baret merah yang sekarang dipimpinnya itu. 
Setelah lulus AMN itu masa tugasnya lebih banyak dilalui di lingkungan pasukan tempur. Dengan pangkat Letnan Dua, pada tahun 1976 ia menjadi Komandan Peleton Grup I Kopasandha (nama lama Kopassus). Setahun kemudian, naik menjadi Komandan Kompi di lingkungan Grup I kesatuan yang sama, Kompi Nanggala 28, sampai tahun 1980. Karena tugasnya di lingkungan pasukan tempur inilah kemudian Prabowo termasuk tentara yang punya banyak pengalaman tempur di zaman yang relatif damai ini. Pada tahun 1979, misalnya, ketika berpangkat Letnan Satu dengan jabatan Komandan Kompi, bersama beberapa anak buahnya Prabowo pernah bekerja sama dengan beberapa anggota Batalyon 744. Dalam operasi itu pasukannya berhasil menewaskan Presiden dan Menteri Pertahanan Fretilin Nicolao Dos Reis Labato di Timor Timor. 
Dalam tahun 1980, jabatannya naik lagi menjadi Perwira Operasi di Grup I. Jabatan ini diembannya sampai tahun 1983. Dalam jabatannya ini, pada tahun 1983, sekitar 4 bulan setelah pesta perkawinannya dengan putri keempat Presiden Soeharto, Siti Hediati Harijadi, kembali ia bertugas mengepung Fretilin. Pada kesempatan ini ada sebuah pengalaman yang tampaknya sulit dilupakan oleh siapa pun yang mengalaminya. Pada tugas operasi itu ia sempat terkepung oleh pasukan Fretilin. Kabarnya, di sinilah ketrampilannya sebagai prajurit pernah ditunjukkan. Ketika terkepung di medan yang banyak ilalang, dan kemudian Fretilin membakarnya, ia sempat menyelamatkan diri dengan cara masuk ke sebuah lubang. Seharian ia tak menampakkan diri. 
Setelah itu kembali Prabowo mendapat promosi. Sampai tahun 1985, ia memimpin Detasemen 81, di kesatuan baret merah, dengan jabatan Wakil Komandan.
Prabowo juga pernah bertugas di kesatuan lain. Setelah jabatan yang disebutkan terakhir ini, tugas berikutnya adalah di lingkungan Kostrad, pasukan baret hijau. Kurang lebih 8 tahun ia bertugas di kesatuan ini, tahun 1985 - 1987, sebagai Wakil Komandan Batalyon 328. Kemudian menjadi Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 17 (1987 - 1991), dan Kepala Staf Brigade Infanteri 17 (1991 - 1993). 
Seusai tugas ini, masih dalam tahun 1993, kembali ia ditugaskan di Kopassus, dengan jabatan Pejabat Sementara Komandan Grup III Pusdik Kopassus, dan tak lama kemudian menjadi Komandan Grup. Tahun 1994, kembali ia dipromosikan untuk mendampingi Subagyo Hari Siswoyo (Komandan Kopassus) sebagai Wakil Komandan. Ketika diangkat menggantikan Subagyo itu Prabowo adalah Komandan yang ke-15 di pasukan elit TNI AD itu.
Diangkatnya Prabowo menjadi Komandan Kopassus pertengahan Nopember 1995, dan dinaikkan pangkat dari Kolonel menjadi Brigadir Jenderal, ia menjadi lulusan Akademi Militer Nasional 1974 pertama yang meraih status perwira tinggi. 
Menurut KSAD R. Hartono, banyak alasan yang mendukung promosi Prabowo ini. "Dia dinilai sebagai perwira yang paling sesuai atau paling tepat dari perwira lain yang juga sesuai," kata R. Hartono. Penilaiannya dilakukan oleh sebuah dewan khusus dan dibahas oleh Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi. "Saya tidak melebih-lebihkan, tapi kenyataan menunjukkan bahwa jabatan Dan Kopassus, dari semua calon yang ada, dinilai paling tepat diserahkan kepada Prabowo."
Sebagai militer, ia tetap mewarisi 'tradisi' intelektual keluarga ayahnya. Prabowo kabarnya termasuk paling rajin membaca. Di tempat kerja maupun di rumahnya selalu tersedia koleksi buku-buku yang kebanyakan tentang sejarah dan militer. Soalnya, ia punya kegemaran belanja buku kalau sedang bepergian ke luar negeri. 
Ia juga memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki prajurit pada umumnya, yaitu penguasaannya terhadap bahasa asing. Tak tanggung-tanggung, Prabowo menguasai empat bahasa asing (Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda). Maklum, masa kecilnya memang banyak di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Swiss, dan Inggris, mengikuti orangtuanya yang memang banyak bertugas di luar negeri. 
Pengalaman pendidikan kemiliterannya juga bertambah. Di antara yang penting adalah pendidikan perang khusus di AS dan latihan khusus antiteroris di Jerman.
Sejak menjadi Wakil Komandan Kopassus, aktifitas ayah seorang anak ini di luar tugas keprajuritan makin kentara. Misalnya ia pun tak segan tampil di depan publik dan diliput media massa dalam kegiatannya selaku Ketua Majelis Pertimbangan Keluarga Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar.
SWD

27 May 2014

Koalisi Mancla-Mencle

JOKOWI:


"Saya komitmen jadi Gubernur DKI selama lima tahun"
"Copras capres copras capres... Yang ditanyakan itu terus. Tanya soal
yg lain saja karena saya tidak akan maju jd capres!"
"Saya ndak mikir jd capres! Saya fokus membenahi Jakarta selama lima tahun"
"Saya tidak akan menjadi KUTU LONCAT dengan maju sebagai capres di pemilu 2014"
"Saya sudah jawab berkali-kali. Sampai sepuluh kali, mungkin yang sekarang ini sudah belasan kali bilang soal komitmen saya. Masa
diomongkan lagi, wong sudah bolak balik bilang Jokowi itu komitmen,"
Kami Pegang Janji Jokowi 2014: http://youtu.be/Vz6RNnrbYu8

JOESOEF KALLA (JK):

Wawancara Bisnis Indonesia TV dengan Jusuf Kalla, "Jangan tiba-tiba karena terkenal di Jakarta dicalonkan presiden. Bisa hancur, bisa bermasalah negeri ini. Kalau sukses di DKI: http://www.youtube.com/watch?v=MqUp15V3WCY

MENGUBAH RENCANA PROGRAM DALAM HITUNGAN JAM

Koalisi Jokowi - JK berencana menempatkan kepolisian dalam kementrian tersendiri (di bawah menteri) mengubah dari posisinya yang sekarang yang langsung di bawah presiden. Tapi rupa-rupanya mereka langsung ketakutan tidak dapat suara dari warga POLRI, sehingga program mereka pun langsung direvisi dalam hitungan jam. Bukti bahwa program tidak dibuat dengan matang.



GURUH SOEKARNO PUTRA (GSP)

Guruh Soekarno Putra ditanya pendapatnya tentang pencapresan

Jokowi di Merdeka.com sebelumnya:

  • "Dari zaman dulu saya bilang Pak Jokowi Insya Allah ya orang kan bisa berubah-rubah. Pak Jokowi orang yang suka kerja, giat dan konsisten di bidangnya dari wali kota sampai gubernur. Tetapi gubernur masih setengah jalan, masih waktunya baru 20 persen dari masa baktinya, dia belum menghasilkan signifikan," 
  • "Pak Jokowi itu masih harus perlu waktu banyak belajar apalagi presiden wawasannya harus luas, tahu politik secara dalam dan mau enggak mau harus dibawa ke alam dunia politik nasional atau internasional," 
  • "Kami penerus perjuangan Bung Karno memegang ajaran Bung Karno . Pak Jokowi sudah sematang apa dalam hal ajaran Bung Karno? Ajaran Bung Karno mengajarkan kita tentang ideologi NKRI," "Menurut saya Pak Jokowi tidak untuk tahun ini lah, jadi untuk pilpres mendatang saja"


Komentarnya kemudian di BeritaSatu.Com :

  • "Marilah kita dukung bersama demi menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik. Sebagai kader, kita harus bisa memberikan hal yang terbaik untuk bangsa ini," kata Guruh.
  • "Jangan sampai kita terjebak dikotomi antara suka dan tidak suka, tanpa melihat program dan kebijakan yang akan kita berikan kepada rakyat Indonesia."
  • "Dengan penetapan Bapak Jokowi sebagai capres dan Bapak Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden, semoga akan bisa memberikan sumbangsih yang terbaik untuk bangsa dan negara Indonesia."


ANIES BASWEDAN

Desember 2013
Merdeka.com - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ( Jokowi ) dikenal dengan gaya blusukannya. Sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi lebih banyak blusukan ketimbang berada di dalam kantor. 
Peserta Konvensi Partai Demokrat Anies Baswedan menilai, blusukan Jokowi merupakan pencitraan. Sebab, blusukan sifatnya hanya sekadar mendengarkan keluhan masyarakat tanpa memberikan solusi. 
"Saya gak mau pencitraan dengan blusukan. Bukan cuma mendengarkan tapi mengajak berubah. Blusukan itu hanya nonton masyarakat. Hanya hadir lalu kesannya sudah melakukan," ujar Anies di Jakarta, Kamis (19/12/2013). 
Anies mengaku lebih tertarik berdialog dengan masyarakat dan bersama-sama mencari solusi masalah yang dihadapi. 
"Bukan blusukan, saya akan datang untuk mendengar, ngobrol, dan diskusi," tegas Anies.

19 Februari 2014
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan memuji keberhasilan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo membenahi Kota Jakarta. Bahkan, menurut Anies, Indonesia harus mempunyai 'Jokowi' lainnya untuk menuju perubahan Indonesia. 
"Beliau (Jokowi) merupakan sosok yang berhasil menginspirasi lewat aksi-aksinya dan Indonesia akan lebih banyak membutuhkan tadi saya sebutkan bahwa tidak cukup satu dua orang namun ribuan, banyak sekali yang punya talent management, di mana kita bisa titipkan perubahan, karena engga cukup satu orang, semangatnya itu karenanya saya tidak terlalu khawatir tentang warna-warna. Warna kita tetap merah putih," ujar Anies usai kuliah umum di Universitas Paramadina, Rabu (19/2)

MUHAIMIN ISKANDAR (CAK IMIN)

Desember 2013, Sebelum PILEG: http://pemilu.tempo.co/read/news/2013/12/15/270537535/Kalla-Rhoma-Irama-Mahfud-di-Bursa-Capres-PKB

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyebutkan dua kandidat dalam bursa calon presiden dari partainya. Kedua nama tersebut saling melengkapi.
"Yang pertama Mahfud Md dan kedua Rhoma Irama," kata Muhaimin usai meresmikan posko pemenangan Capres Rhoma Irama di Jakarta, Sabtu, 14 Desember 2013.
Muhaimin mengatakan nama Rhoma Irama sudah final masuk dalam tokoh dalam bursa calon presiden. Nama lainnya adalah Mahfud Md. "Jadi seperti saya katakan, Mahfud dan Rhoma saling melengkapi. Untuk ke depannya nanti kita lihat lagi lah."

Setelah PILEG:

Pedangdut, Rhoma Irama memprihatinkan sikap PKB yang mengabaikan efek dari ketokohan Rhoma Irama sebagai magnet elektoral. PKB pada pileg kali ini berhasil mendulang lebih dari sembilan persen, sekitar dua kali lipat dari perolehan suara 2009 lalu.
"Tentu disini ada Rhoma effect, tapi tidak diakui," jelas Rhoma, di Jakarta, Jumat 16/5). Dia menyatakan sudah bekerja keras membantu peningkatan perolehan suara Rhoma. Kampanye yang dihadiri Rhoma dipastikan membetot perhatian masyarakat. Ribuan orang dipastikan hadir. Hal ini dinilainya menjadi magnet elektoral, karena promosi PKB berjalan maksimal.



Isu tak bermutu pada Prabowo - Hatta


Isu kewarganegaraan ganda:




Pernyataan dari KPU:
http://m.inilah.com/read/detail/2104042/kpu-prabowo-wni-tak-pernah-minta-warga-negara



02 February 2014

Membangun rumah baca berawal dari sarapan gratis

Tulisan ini dibuat untuk menyebar kebaikan, inspirasi dan sekaligus bentuk pertanggungjawaban kegiatan "Kami Gembira Bekerja" (selanjutnya disingkat KGB) yang banyak didukung oleh beberapa kawan dan kenalan. Dengan demikian, saya berdoa agar dari awal sampai akhir tulisan ini agar dijauhkan dari niyat menyombongkan diri, berpuas diri, dan mengurangi keikhlasan member KGB dalam berkreasi, bekerja dan bersemangat gembira ria mewujudkan mimpi-mimpi saudara-saudara kita yang karena nasib yang kurang berpihak pada mereka, sehingga kadang terkubur dalam lingkaran kebodohan dan kemiskinan.


DIAWALI DARI KEPRIHATINAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN


Konsep awal KGB, silahkan lihat selengkapnya di Google Drive

Dimulai dari Bu Andayani Hanefi membuat tulisan di mailing list Fatemeta, beliau berfikir tentang makanan yang terbuang sia-sia dari restoran dan rumah makan, sementara di lain tempat, didapati orang-orang miskin dan pengemis mengais-ngais makanan di tong sampah, lalu dengan pengalamannya dalam menangani makanan/pangan di industri makanan selama karir-nya dia mengajak rekan-rekan untuk membuat gerakan membagi-bagi makanan gratis untuk kaum tidak mampu tersebut. Ajakan tersebut disambut antusias oleh beberapa Fatemania (sebutan alumni fateta/fatemeta IPB). Lalu disepakati akan difikirkan konsep umum akan seperti apa gerakan tersebut. 


Pertemuan perdana membahas konsep awal KGB di Waroeng Kita, Kem Chick - Plaza Senayan, 22 Maret 2012. Dari ki-ke-ka : Hayanis Said, Murman Budijanto, Pepi, Andayani, Irma Badriati dan Ign. Mahendra Kusuma

Tepat 30 Maret 2013, saya memposting pesan pertama di milis KGB di googlegrups. Sengaja membuat di google karena mereka menyediakan layanan yang lebih handal dibanding yahoogroups. Setelah itu, "bantingan dana" dimulai, bantingan ini istilah dari Pak Franky Sibarani, yang artinya agar para penggiat sosial itu memulai penggalangan dana dari dirinya sendiri. Lalu Pak Hayanis Said, berinisiatif mengelola keuangan, dan saya membuat spread sheet sederhana yang dapat diakses publik : kami simpan dia di short URL (agar mudah diingat) di bit.ly/uangkgb. Nomor rekening yang dipakai adalah no rekening pribadi Pak Hayanis di : 
Bank account a/n Hayanis A. Said No rek :

Mandiri 117-00-9702977-1
BCA. 164 024 9150
CIMB Niaga 039 01 22122 117
bagi pembaca yang ingin berkontribusi dalam kegiatan kami, silahkan transfer dana bantuannya dan kabari ke : msirod@gmail.com atau hayanisas@gmail.com setelah transfer untuk kerapihan data. Jika berbentuk "natura" dapat menghubungi salah satu Agen KGB, ya kami menyebut diri kami ini para Agen. Pak Kirbrandoko yang kreatif itu punya ide menyebut kami Agen, mungkin karena nama "KGB" dekat sekali dengan istilah detektif dan spionase :), dan beliau mengurutkan agen-agen ini (setengah maksa) agar semuanya memilih nomor cantik masing-masing. Jangan heran kalau nomor 09 sudah beliau "take" nomor 07 dikasih ke Pak Hayanis, No. 1 dan 2 diberikan ke pencetus KGB paling awal yaitu Bu Andayani dan Bu Irama, "sisanya" diambil para Agen yang lain, saya maunya nomor 69, sebagai bentuk "olok2" kepada beliau, tapi gagal, akhirnya dipilihlah nomor 08, kemudian saya baru tahu kalau ada calon presiden 2014 yang memakai nomor ini.. hihihih..

@ para Agen: nomor2 disamping gaya2an, bisa dipakai utk tahu jumlah anggota.
Yang sdh terdaftar:
Agen-01: Andayani
Agen-02: Irama
Agen-03: Tries
Agen-04: Haniwar
Agen-05: Betsy
Agen-06: Hindah
Agen-08: Sirod
Agen-07: Hayanis
Agen-09: Kiko
Agen-10: Murman
Agen-11: Renny
Agen-12: .... (Siapa yg belum?)
Kang Sirod jadi milih no.69 (becanda or ciyuusss..??)
 
Salut KGB
Agen-09
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Email Pak Kiko (Kirbrandoko) tentang urutan para Agen. 


KETIKA OPERASI PERTAMA DIMULAI


bersambung.. 




21 January 2014

Analisa Media terkait berita : "Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan TB. Simatupang"

Saya ingin mempelajari bagaimana media memberitakan tentang satu kasus yang sifatnya emergency (kejadian tak terduga) direspon cepat oleh Jokowi lalu menjadi polemik/debat/diskusi di sosial media. Video dari youtube Pemprov DKI di bawah ini sepertinya meng-inspirasi banyak media menjadikan tema pemberitaan : "Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan TB Simatupang Dari Pemerintah Pusat"



padahal video lain tidak menyebutkan satupun kata "ambil alih dari pemerintah pusat" tapi justru "corong" Jokowi tersebut-lah yang sedikit arogan. Tentu saja, "kearoganan" diperlukan dalam kondisi tertentu, contohnya situasi begini, betapa tidak, jalan TB. Simatupang adalah akses non-tol yang sedang berkembang pesat, lalu-lalang kendaraan alat berat terkait proyek-proyek konstruksi gedung-gedung komersial baru sedang padat-padatnya. Di ujung mendekati tol BSD, segera dibuka akses tol ke bandara tidak lama lagi. 

MetroTV - News, hanya memberitakan tenggat waktu dipercepat dalam membangun kembali jalan yang amblas ini.  Rakyat Merdeka memberitakan bahwa tanggal 16 Januari, 2 alat berat dari PU sudah ada di tempat. Sementara TribunNews memberitakan pada 14 Januari, Jokowi memang berkomunikasi dengan kemenPU agar mempercepat pekerjaan perbaikan jalan dan dia mengambil alih tanggung jawab ini, karena ".. kami ini ingin masalah di lapangan cepat selesai.." ujar Jokowi. Gatra-pun sama dengan TribunNews, ia tak lupa mengkritik "..ukuran saluran air di jalan tersebut sangat kecil sehingga tidak mampu mengalirkan luapan air.."

SindoNews : Alat berat dikerahkan untuk memperbaiki jalan ambles akibat banjir di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (20/01/2014). Perbaikan tersebut mengakibatkan kemacetan di Tol JORR dari arah Pondok Indah menuju Kampung Rambutan. Kendaraan…

Video lain dari BeritaSatu :



19 January 2014

Mengapa saya mendukung Prabowo untuk Presiden RI 2014 - 2019 (Part 3) - Mengenal Fadli Zon, Sahabat Prabowo

Ada beberapa sahabat yang membaca blog dan posting saya berkenaan tentang Prabowo, baik tulisan pertama maupun kedua. Di antaranya adalah sahabat sekaligus mentor berfikir saya akhuna Pak Firdaus Ibrahim, yang langsung menghubungkan saya dengan Bang Fadli Zon (FZ). Ada lagi Pak Rachmat Pambudy [RP], aktivis HKTI yang bergerak cepat membuat janji dengan FZ di perpustakaan pribadinya Fadli Zon Library. Seorang kawan sekaligus senior Bang AKA (Adriyono Kilat Adhi) malah mem-forward tulisan saya ke orang-orang yg dia sebut "All Prabowo's Men". Tempo menyebut anak-anak muda pendukung Prabowo yang dimaksud Bang AKA ini dengan sebutan khas lain lagi. Adanya mereka merupakan salah satu bentuk kekaguman saya juga, karena ciri khas seorang pemimpin harus bisa merekrut follower yang berbobot. Pemimpin itu sedikit banyak punya kualitas kenabian, sehingga mampu merekrut orang-orang yang memiliki kualitas pribadi yang tinggi. 


Fadli Zon dan saya di Fadli Zon library, Jl. Danau Limboto
Pertemuan saya dengan Pak RP dan FZ sebenarnya tak lama, tapi dalam diskusi tersebut saya telah menyampaikan pandangan saya yang kritis terhadap Prabowo, mencoba menyampaikan kekaguman logis (bukan emosional) kepada PS (Prabowo Subijanto) dan secara langsung saya bilang bahwa saya mendukung beliau untuk pemilu 2014 nanti. Selain itu saya juga menyampaikan ide-ide segar hasil pemikiran saya dari hasil merenung dan mendengarkan kegalauan teman-teman praktisi air perpipaan seraya menyampaikan satu ide besar tentang hal ini. Saya asumsikan bahwa PS dan tim-nya akan mampu mewujudkan ide tersebut karena sesuai dengan kerangka berfikir PS yang sangat nasionalis dan progresif (ini bahasa saya untuk membedakan dengan kalangan nasionalis pengeluh dan nasionalis bermental pengemis). FZ yang memang cerdas tak banyak membahas atau mempertanyakan siapa saya lebih jauh, dia juga memaklumi kekaguman saya itu dan tidak menggali lebih jauh juga, ia langsung membahas ide tersebut seraya menugaskan saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah demi ide besar ini. Saya pun menyanggupi dan akan melaksanakan perintah tersebut dengan bisikan basmallah pelan.. (halahhh... :p)..

FZ mengenal PS sudah lama, 20 tahun lebih. Dia bisa dikatakan kader PS, tapi FZ lebih suka menyebut PS sebagai sahabat-nya, walaupun FZ dari usia terpaut cukup jauh, beliau kelahiran '71 hanya terpaut 6 tahun dari saya. Tokoh pemuda gempal ini adalah "mutiara minang" yang tersisa, saya bisa katakan demikian karena tanah Minangkabau yang merupakan pemasok intelektual di zaman kemerdekaan dulu, kini mulai jarang melahirkan para pemikir besar. Tanah minang sekarang "hanya" banyak melahirkan pebisnis, profesional semacam dokter, arsitek dan insinyur. Tentu ini bukan dominasi Minang saja yang dulu melahirkan Hamka, Tan Malaka, Agus Salim dan Moh. Hatta, tapi hampir-hampir negeri ini tak memiliki lagi tokoh-tokoh muda yang gemar membaca, mendalami masalah secara komprehensif, lintas disiplin ilmu dan "larut" dalam keindahan kehidupan intelektualitas. Sedikit sekali tokoh intelektual dan pemikir yang bisa "beradaptasi" di zaman ini, Tokoh-tokoh kita sekarang, hidup dalam budaya Pop. Jika dia membuat buku, maka buku-bukunya minim pemikiran orisinil dan mendalam, jika ia membuat karya seni, terasa hambar, dan jika dia memutuskan sesuatu ia mengikuti faham orang kebanyakan. Saya melihat ada banyak hal yang berbeda dalam diri FZ dibanding tokoh-tokoh pemuda lainnya, satu hal yang mendasari mengapa saya memilih Prabowo, karena ia sanggup "merekrut" orang sekelas Fadli Zon. 

Hal yang menarik dari FZ adalah timeline dari masa mudanya yang cemerlang. Ia pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) I Universitas Indonesia dan Mahasiswa Berprestasi III tingkat Nasional. Menjadi visiting student di departemen politik National University of Singapore tahun 1995 dan memimpin delegasi mahasiswa Indonesia dalam ASEAN Varsities Debate IV (1994) di Malaysia. Pernah menyuarakan ide-ide dan pemikirannya dalam aktivitas organisasi kemahasiswaan di berbagai negara dalam beragam aktivitas : 
  • Jepang : [1993, ketua delegasi mahasiswa Indonesia dan panelis The 40th International Student Conference]
  • Malaysia : [1994, pembicara di Simposium Dinamika Gerakan Mahasiswa Islam Asia Tenggara, 1995: pembicara dalam South East Asia University Student Conference]
  • Korea Selatan : [1994, ketua delegasi pemuda Indonesia dalam Korea-ASEAN Youth Cooperative Project dan menjadi peserta Saemaul Undong Training]
  • Filipina : [1994 : observer gencatan senjata Filipina-Moro, 1995: Ketua delegasi Indonesia dalam ASEAN Youth Day Meeting IV]
  • Amerika Serikat :[1995: peserta World Friendship Week di Virginia, Delegasi Indonesia dalam Konferensi LSM ke-48 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York]
  • Taiwan [1996: Ketua Delegasi Indonesia dan pembicara dalam Asia-Pacific Youth Leadership Conference]
  • Rusia [1996: Pembicara Seminar National Build-up and Literary Process in South East Asia di Moskow dan St. Petersburg]
  • Thailand [1996: Konferensi ACRP V ]
  • Singapura [1997: Peserta Hitachi Young Leaders Initiative]
Tentu, siapapun yang membiayai acara-acara tersebut dan  mengirim FZ, seyogyanya faham dengan kualitas FZ muda saat itu dan berharap dia membawa ilmu-ilmu tadi kembali ke negeri ini dengan karya nyata dan pemikiran yang memperkuat bangsa ini. Lulusan ilmu sastra Rusia dan Master of Science (MSc) Development Studies dari The London School of Economics and Political Science (LSE) - Inggris ini memang akhirnya terjun ke dunia politik dan banyak berkecimpung dalam kelompok-kelompok kepemudaan dan ke-Islam-an seperti menjadi pengurus pusat Gerakan Pemuda Islam (1996-1999) dan sempat ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) pada tahun 1998 lalu menjadi salah satu Ketuanya hingga 2001 (lantas mengundurkan diri). Menarik mengapa kemudian FZ bergabung dengan PS mendirikan Gerindra sepuluh tahun kemudian. Mungkin FZ berfikiran sama dengan Amien Rais yang dulu pernah mengatakan "baju PBB kesempitan". 

Saya sebenarnya kurang suka dengan perilaku kolektor, karena Kyai Abdul Malik Karim Amrullah atau HAMKA membenci perilaku pengkoleksi ini. Hampir semua politisi muslim era kemerdekaan menghindari mengoleksi benda-benda antik dan seni, dan hidup dalam kesederhanaan, entah itu Mohamad Natsier, Agus Salim atau Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Karena perilaku itu dianggap "berlebihan" dalam memiliki harta. Ide-ide sosialis juga menolak hal ini, kecuali dianggap dapat membangkitkan jiwa-jiwa revolusioner dalam diri seseorang. Itulah mengapa Soekarno turut "membatasi" karya-karya seni apa saja yang patut dikonsumsi masyarakat kita, karena pemahaman tersebut. Islam [kaum salaf] bahkan melarang Masjid diberikan lukisan kaligrafi berlebihan dan benda-benda seni walaupun  itu hanya jam bandul yang berdentang karena dapat mengurangi aktivitas ibadah mahdhoh seorang muslim. Fadli Zon yang aktif dalam gerakan Islam ini justru termasuk kolektor seni.  Yang dia koleksi sebagai berikut: 

Koleksi keris FZL
  1. Koleksi keris dan tombak dari berbagai kerajaan di Nusantara; 
  2. Koleksi prangko sejak pra-filateli awal abad 19,  prangko pertama Hindia Belanda (1864) hingga 2011; 
  3. Koleksi uang logam (coin), medal, dan uang kertas antara lain set coin zaman Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Samudera Pasai (Aceh), Banten, Jambi, Palembang, Cheribon hingga VOC, Hindia Belanda dan Republik Indonesia; 
  4. Koleksi lukisan dan patung dari sejumlah perupa terkemuka Indonesia; 
  5. Koleksi piringan hitam (long play) dari musisi/penyanyi Indonesia sejak 1930-an hingga 1980-an; 
  6. Koleksi rokok yang diproduksi di Indonesia; 
  7. Koleksi tekstil/kain tua dari beberapa daerah;  
  8. Koleksi kaca mata para tokoh seperti Bung Hatta, Mr. Sjafroeddin Prawiranegara, Mr. Mohamad Roem, Ruslan Abdulgani, BM Diah, Sumanang, Rosihan Anwar, Taufiq Ismail, Asrul Sani dan lain-lain.
Koleksi kacamata Mr. Sjafruddin Prawiranegara

FZ, tentu memiliki kekurangan juga sebagaimana saya melihat koleksi-koleksi-nya ini sebagai "penyimpangan kaum intelektual", tapi selalu ada hal positif yang dapat kita ambil dari manusia cerdas, muda dan sangat percaya diri ini. Rahmat Pambudy mengagumi FZ adalah karena kualitas intelektualitas anak muda ini yang seringkali membuatnya terpekur diam karena FZ berfikir 2-3 langkah di depannya. Saya menanggapi komentar Pak RP ini sebagai berikut, "Bapak dan FZ tentu saling membutuhkan karena Bapak juga memiliki karakter seorang guru yang senang dan menghargai sikap intelek. Orang yang tidak memiliki sifat guru, akan cenderung 'bersaing' dengan siapapun apalagi anak muda yang cenderung lebih pintar darinya..", suara Pak RP menghilang sepertinya Ia mencerna celetukan saya di seberang telepon. Sementara Pak Imam Soeseno sebagai sama-sama aktivis di HKTI Prabowo, sempat menyayangkan pola kampanye FZ yang dianggap tidak sempurna karena FZ sebagai tokoh intelektual muda juga melakukan cara-cara biasa dalam berkampanye (ambulan dengan nama dan foto FZ tercetak pada badan mobil, bakti sosial ala sinterklas dan program-program kampanye yang umum dilakukan caleg-caleg lain), inilah yang bisa dianggap kelemahan FZ yang saya dapat maklumi karena saat ini perpolitikan kita hidup dalam alam one man-one vote, sehingga logika berfikir kita musti "menyesuaikan" dengan logika pemilih dan kebutuhan pemilih secara umum.


Koleksi kacamata Bung Hatta

Bila kita amati lebih jauh perilaku masyarakat kita, misalnya mengapa tokoh-tokoh agama yang membawa simbol-simbol keagamaan, cenderung diikuti dan dituruti. Tokoh-tokoh ormas tsb, bahkan sengaja menggunakan isu SARA untuk kepentingan pribadi dan kelompok komunitas yang dibentuknya. Masyarakat kita tentu tahu hal ini, tetapi permasalahan hidup yang sulit dan tekanan ekonomi terus menerus menyebabkan komunitas-komunitas ini hidup dalam relung-relung hati masyarakat kita. Jangan heran mereka tampak "kuat" ketika ber-konvoi di jalanan dengan membawa panji-panji bersimbolkan agama dan ketuhanan. Ibadah diartikan secara militan mengikuti dengan taklid titah dari sang Kyai atau pemimpin mereka tsb. Grass root dan elit sama-sama "melacurkan" dirinya karena ada kue yang dibagi. 

Koleksi catur yang ditandatangani GM. Utut Adianto 

Saya pernah mengatakan dalam satu diskusi di grup whatsapp, bahwa Partai Keadilan Sejahtera itu beruntung memiliki Fahry Hamzah. Karena bila dilihat dari perspektif permainan catur, setiap partai pasti memiliki 1 orang raja (pimpinan) dengan beberapa jenis/karakter perwira. 

  • Ada Bishop (gajah) yg mewakili Ksatria Rohaniawan, yang terdiri dari dua sub-type yaitu Gajah/Peluncur putih dan Gajah/Peluncur hitam, keduanya berjalan diagonal dan hanya bisa menempati satu sisi sepanjang hidupnya. Karakter Gajah/Bishop ini saya anggap sebagai kaum agamawan, yang selalu berpijak pada dogma dan kepercayaan yang dianutnya saja, luwes (dikonotasikan dengan peluncur yang berjalan diagonal). Peluncur adalah perwira yang kuat jika mereka lengkap (keduanya masih hidup, baik hitam atau putih), bisa melumpuhkan Raja pihak lawan di permainan akhir jika sang Raja terampil "menggunakan" keduanya.
  • Perwira kedua adalah Knight / Kuda. Dua knight ini tidak bisa membunuh raja jika hanya keduanya yang tersisa di akhir permainan, walau dua-dua-nya dimiliki sang raja. Tetapi kuda sangat efektif di awal-awal perang, karenya knight adalah satu-satunya perwira yang langkahnya dapat melompati bidak-bidak yang lain. Langkah "L" kuda ini seringkali yang menyebabkan pihak lawan terkecoh olehnya. Karena langkahnya ini, kuda sering tampil di depan "publik" dan berpenampilan menawan untuk tim-nya maupun tim musuh, jenis perwira inilah yang biasanya paling duluan "dikorbankan" untuk membuat permainan menjadi lebih mudah atau mencari komposisi yang paling gampang dalam memenangkan permainan. Terkadang seorang pemain catur kebanyakan tak mampu dihadapkan dengan kompleksitas berlama-lama, sehingga terpaksa atau sengaja mengorbankan atau menukar perwira-perwiranya itu untuk posisi yang menguntungkan di tengah dan akhir permainan.
  • Benteng (Rook), adalah ksatria / perwira yang bisa digambarkan sebagai sosok yang keras dan bergerak selalu lurus. Rook adalah perwira terkuat kedua setelah Menteri / Queen. Jika Bishop dan Knight dihargai 2,5, maka satu bidak Rook dihargai tiga pion. Jika diibaratkan seorang perwira manusia, karakter Rook ini kokoh, tidak suka basa-basi dan menyampaikan apa adanya. Rook "digambarkan" mendampingi panji-panji seorang Raja, dia dapat bertukar posisi dengan Raja dan mengorbankan dirinya dalam posisi "siap diserang" sekaligus mengamankan posisi Raja. Saya mengibaratkan Ruhut Sitompul dan Fahry Hamzah berada dalam posisi ini.
  • Menteri (Queen) adalah perwira terkuat yang di miliki sebuah pasukan atau kerajaan atau partai. Perwira Menteri adalah satu-satunya perwira yang digambarkan memiliki jangkauan / langkah 3 perwira sekaligus, Peluncur putih, peluncur hitam dan sekaligus Benteng, nilai satu bidak Queen dalam catur dihargai sebanyak 5 pion. Menteri juga merupakan perwira yang kedudukannya paling dekat dengan Raja. Umumnya pemain catur mengeluarkan menteri bukan di awal-awal permainan. Saya membayangkan Anis Matta, Anas Urbaningrum dan Fadli Zon termasuk perwira dalam kategori Menteri. Karena kualitas berpolitik, melangkah dan daya jangkau ketiganya sangat kuat dan mengokohkan seluruh pasukan/partainya masing-masing. 
Saya menyukai Prabowo yang memiliki "perwira-perwira" kuat di sekelilingnya dan kualitas rekrutment politik yang baik menunjukkan kualitas hakiki seorang pemimpin. Silahkan bandingkan dengan kualitas rekrutmen yang dilakukan SBY misalnya, bagaimana Nazarudin, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum dan kini Sutan Batugana harus berurusan dengan KPK dan demokrat membiarkan sama sekali "perwira-perwira"-nya "berubah warna" menjadi musuh yang efektif menghancurkan partai ini secara frontal.

Ini adalah bagian tulisan saya yang ketiga tentang dukungan saya ke Pak Prabowo Subijanto untuk posisi Presiden NKRI di 2014, walaupun saya membahas tokoh FZ, bukan berarti saya mendukung Gerindra. Sebagaimana saya kagum pada PKS yang berhaluan "kanan" maka saya pun kagum pada partai ini pada "sisi kiri". Gerindra cenderung mewujudkan cita-cita Soekarno dan Hatta sekaligus. Sementara PKS merupakan partai "Masyumi baru" dengan jejaring internasional yang mereka miliki. Sepertinya kedua partai ini dapat berbuat banyak di masa depan jika saja mereka mau berpayah-payah mempertahankan idealismenya dan mau mengkoreksi dari kesalahan-kesalahannya. Sudah banyak contoh kegagalan dan kesalahan memalukan yang dilakukan partai-partai besar karena "terpeleset" oleh gemilaunya kekuasaan. Awalnya mereka punya jargon yang sama seperti jargon-nya Prabowo : "Kalau bukan sekarang, kapan lagi, kalau bukan kita, siapa lagi!"


Sumber referensi :
kemungkinan masih bersambung.. 

12 January 2014

Mengapa saya mendukung Prabowo untuk Presiden RI 2014 - 2019 (Part 2)

Setelah memberikan gambaran sekilas tentang dukungan saya untuk Jokowi, maka berikut ini akan saya kemukakan alasan-alasan rasional mengapa saya mendukung Prabowo Subijanto sebagai calon presiden RI masa bakti 2014-2019. 

Prabowo Subijanto, masa remaja
Prabowo lahir dari salah satu keluarga elit di negeri ini. Saya sebut elit karena ayahanda beliau, Prof. Sumitro Djojohadikusumo adalah tokoh terpandang negeri ini. Sumitro juga merupakan mertua dari  Soedrajad Djiwandono, dan juga besan dari mantan Presiden Indonesia, Soeharto karena Prabowo menikahi salah satu putri Pak Harto yaitu Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto. Kalau ditarik lagi ke atas, Prabowo merupakan cucu dari  Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua DPAS (Dewan Pertimbangan Agung) pertama dan anggota BPUPKI. Dan jika diselusuri lebih jauh lagi, leluhur Prabowo adalah Panglima Laskar Diponegoro untuk wilayah Gowong (Kedu), yang bernama Raden Tumenggung Kertanegara III. Prabowo juga terhitung sebagai salah seorang keturunan dari Adipati Mrapat, Bupati Kadipaten Banyumas Pertama. Dari segi "darah" dan keturunan, kita mustinya tidak meragukan lagi komitmen Prabowo untuk bangsa ini. Dia lahir dari keluarga pejuang, keluarga ningrat terhormat yang membangun kehormatan bangsa ini. Hal ini sangat penting dalam pembentukan karakter kebangsaan Prabowo sedari kecil.


Prabowo Subijanto : di awal karir militer

Sebagai salah satu anak keturunan pejuang dan pejabat penting, Prabowo tak kesulitan mendapatkan pendidikan berkualitas dari keluarganya. Ia sekolah di American School London, Inggris lulus tahun 1969, lalu melanjutkan ke Akabri Darat Magelang (1970-1974), lalu Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD. Setelah itu beliau berkarir di dunia militer dari tahun 1974 s.d. 1998 yang diakhiri dengan fitnah, kecaman dan pengucilan dari bangsanya sendiri. Prabowo dicitrakan sebagai: penyiksa orang-orang tak bersalah di Timor Timur, penculik para aktivis pro-demokrasi, otak kerusuhan dan perkosaan di Jakarta bulan Mei 1998, konspirator kudeta yang gagal yang mencoba menyandera seorang presiden Indonesia. Silahkan baca sumber-sumber di media/internet, begitu jelas permusuhan pada Prabowo. Karir Prabowo yang dimulai dari Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha (1976) lalu diakhiri sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus - Danjen Kopassus (1996-1998), Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998) dan Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998) habis terkikis oleh "ketidakseimbangan" berita dari media yang memojokkan beliau sehingga sang ksatria ini harus mengungsi dan menenangkan dirinya ke luar negeri.


Jendral Prabowo Subijanto di antara pasukan elit kebanggaan RI : KOPASSUS

Mungkin bukan hal yang aneh, anak-anak dari kalangan elit di negeri ini tiba-tiba menduduki pos-pos penting di birokrasi atau militer. Hanya saja, di antara kalangan elit tsb, pasti ada persaingan baik sehat maupun tidak sehat yang membuat mereka pantas atau tidak pantas menduduki kedudukan terhormat. Prabowo Subijanto (PS) sudah membuktikan pada dunia yang digelutinya yaitu di militer, bahwa dalam 24 tahun karir kemiliterannya, ia bisa membuktikan sebagai salah satu prajurit militer terkuat dan terbaik yang kita punya. Sistem rekrutment militer kita termasuk salah satu terbaik di dunia, Kopassus adalah salah satu pasukan elit terbaik di dunia. Di jelaskan dalam salah satu acara di Discovery Channel Military tentang pasukan khusus terbaik di dunia (Top Elite Special Forces In The World). Seluruh pasukan khusus di dunia dinilai kinerjanya dengan parameter-parameter tertentu, dan tentu saja dihimpun juga pendapat-pendapat dari berbagai pengamat militer dan para ahli sejarah. Menurut siaran tersebut terlihat hasil yang cukup membanggakan kita semua. Bahwa pasukan elit pertama ditempati oleh SAS (Inggris), peringkat kedua MOSSAD (Israel), dan peringkat ketiga adalah KOPASSUS (Indonesia). Narator dari Discovery Channel Military menambahkan mengapa pasukan khusus Amerika Serikat tidak masuk peringkat, ternyata dikarenakan mereka terlalu bergantung pada peralatan yang berbasis teknologi super canggih, akurat dan serba digital.

Prestasi PS sendiri di dunia militer adalah sbb : Membunuh pendiri dan wakil ketua Fretilin, yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Leste, Nicolau dos Reis Lobato. Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo, pada tanggal 31 Desember 1978;  memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma yang berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspediti Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka - 5 orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan 7 sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan Jerman; Memimpin dan memprakarsai Tim Nasional Indonesia ke Puncak Everest yang berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal, tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini mulai bergerak pada tanggal 12 Maret 1997 dan berhasil mencapai puncak Everest pada 26 April 1997. Prabowo menulis : "..Waktu itu kita mendengar bahwa Malaysia sudah mencanangkan akan mengibarkan bendera kebangsaan mereka pada tanggal 10 Mei 1997. Saya tidak rela bangsa Indonesia, sebagai bangsa 200 juta jiwa, harus kalah dengan bangsa lain di kawasan kita. Karena mencapai puncak tertinggi di dunia sudah menjadi salah satu tonggak ukuran prestasi suatu bangsa" tulis Prabowo dalam buku 'Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan'. Seorang fighter sejati dimiliki bangsa ini...