Edisi 12/01 - 18/Mei/1996 |
Analisa & Peristiwa |
Profil Prabowo Subiyanto:
Bintang yang Naik Pesat
PRABOWO dilahirkan di Jakarta, 17 Oktober 1951, sebagai anak ketiga dari keluarga Prof. Sumitro Djojohadikusumo. Di tengah keluarga yang lebih lekat dengan citra sebagai intelektual itu, Prabowo Subianto adalah satu-satunya yang berkarier di lingkungan militer. Karier itu dimulainya tahun 1970, ketika Prabowo masuk AMN setelah lulus SMA. Tampaknya pilihan itu bukan asal pilih, karena pada saat yang sama sebetulnya ia juga diterima di fakultas ekonomi di tiga perguruan tinggi terkemuka di Amerika.
Lulus AMN 1974, Prabowo langsung bertugas di lingkungan pasukan baret merah yang sekarang dipimpinnya itu.
Setelah lulus AMN itu masa tugasnya lebih banyak dilalui di lingkungan pasukan tempur. Dengan pangkat Letnan Dua, pada tahun 1976 ia menjadi Komandan Peleton Grup I Kopasandha (nama lama Kopassus). Setahun kemudian, naik menjadi Komandan Kompi di lingkungan Grup I kesatuan yang sama, Kompi Nanggala 28, sampai tahun 1980. Karena tugasnya di lingkungan pasukan tempur inilah kemudian Prabowo termasuk tentara yang punya banyak pengalaman tempur di zaman yang relatif damai ini. Pada tahun 1979, misalnya, ketika berpangkat Letnan Satu dengan jabatan Komandan Kompi, bersama beberapa anak buahnya Prabowo pernah bekerja sama dengan beberapa anggota Batalyon 744. Dalam operasi itu pasukannya berhasil menewaskan Presiden dan Menteri Pertahanan Fretilin Nicolao Dos Reis Labato di Timor Timor.
Dalam tahun 1980, jabatannya naik lagi menjadi Perwira Operasi di Grup I. Jabatan ini diembannya sampai tahun 1983. Dalam jabatannya ini, pada tahun 1983, sekitar 4 bulan setelah pesta perkawinannya dengan putri keempat Presiden Soeharto, Siti Hediati Harijadi, kembali ia bertugas mengepung Fretilin. Pada kesempatan ini ada sebuah pengalaman yang tampaknya sulit dilupakan oleh siapa pun yang mengalaminya. Pada tugas operasi itu ia sempat terkepung oleh pasukan Fretilin. Kabarnya, di sinilah ketrampilannya sebagai prajurit pernah ditunjukkan. Ketika terkepung di medan yang banyak ilalang, dan kemudian Fretilin membakarnya, ia sempat menyelamatkan diri dengan cara masuk ke sebuah lubang. Seharian ia tak menampakkan diri.
Setelah itu kembali Prabowo mendapat promosi. Sampai tahun 1985, ia memimpin Detasemen 81, di kesatuan baret merah, dengan jabatan Wakil Komandan.
Prabowo juga pernah bertugas di kesatuan lain. Setelah jabatan yang disebutkan terakhir ini, tugas berikutnya adalah di lingkungan Kostrad, pasukan baret hijau. Kurang lebih 8 tahun ia bertugas di kesatuan ini, tahun 1985 - 1987, sebagai Wakil Komandan Batalyon 328. Kemudian menjadi Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 17 (1987 - 1991), dan Kepala Staf Brigade Infanteri 17 (1991 - 1993).
Seusai tugas ini, masih dalam tahun 1993, kembali ia ditugaskan di Kopassus, dengan jabatan Pejabat Sementara Komandan Grup III Pusdik Kopassus, dan tak lama kemudian menjadi Komandan Grup. Tahun 1994, kembali ia dipromosikan untuk mendampingi Subagyo Hari Siswoyo (Komandan Kopassus) sebagai Wakil Komandan. Ketika diangkat menggantikan Subagyo itu Prabowo adalah Komandan yang ke-15 di pasukan elit TNI AD itu.
Diangkatnya Prabowo menjadi Komandan Kopassus pertengahan Nopember 1995, dan dinaikkan pangkat dari Kolonel menjadi Brigadir Jenderal, ia menjadi lulusan Akademi Militer Nasional 1974 pertama yang meraih status perwira tinggi.
Menurut KSAD R. Hartono, banyak alasan yang mendukung promosi Prabowo ini. "Dia dinilai sebagai perwira yang paling sesuai atau paling tepat dari perwira lain yang juga sesuai," kata R. Hartono. Penilaiannya dilakukan oleh sebuah dewan khusus dan dibahas oleh Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi. "Saya tidak melebih-lebihkan, tapi kenyataan menunjukkan bahwa jabatan Dan Kopassus, dari semua calon yang ada, dinilai paling tepat diserahkan kepada Prabowo."
Sebagai militer, ia tetap mewarisi 'tradisi' intelektual keluarga ayahnya. Prabowo kabarnya termasuk paling rajin membaca. Di tempat kerja maupun di rumahnya selalu tersedia koleksi buku-buku yang kebanyakan tentang sejarah dan militer. Soalnya, ia punya kegemaran belanja buku kalau sedang bepergian ke luar negeri.
Ia juga memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki prajurit pada umumnya, yaitu penguasaannya terhadap bahasa asing. Tak tanggung-tanggung, Prabowo menguasai empat bahasa asing (Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda). Maklum, masa kecilnya memang banyak di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Swiss, dan Inggris, mengikuti orangtuanya yang memang banyak bertugas di luar negeri.
Pengalaman pendidikan kemiliterannya juga bertambah. Di antara yang penting adalah pendidikan perang khusus di AS dan latihan khusus antiteroris di Jerman.
Sejak menjadi Wakil Komandan Kopassus, aktifitas ayah seorang anak ini di luar tugas keprajuritan makin kentara. Misalnya ia pun tak segan tampil di depan publik dan diliput media massa dalam kegiatannya selaku Ketua Majelis Pertimbangan Keluarga Mahasiswa Alumni Penerima Beasiswa Supersemar.SWD
No comments:
Post a Comment