09 May 2009

Artikel Management > Anda Achiever Atau Sekedar Komentator ?


Anda Achiever Atau Sekedar Komentator ?

By Made Teddy Artiana, S. Kom
photographer, graphic designer, profile developer

"Get up, stand up, Stand up for your rights. Get up, stand up, Don't give up the fight."
Bob Marley


Untuk persoalan yang satu ini Indonesia juaranya. Itu bukan opini saya pribadi, tetapi sudah menjadi semacam rahasia umum bahwa kita, sangat jago dalam hal itu. Anda bisa menemukannya tidak hanya dalam pertandingan olah raga, dalam dunia politik juga banyak, bahkan di dunia hiburan. Yang saya maksud adalah komentator alias tukang komentar. Kita memang sangat jago dalam hal berkomentar. Contoh sederhana, coba perhatikan pertandingan sepak bola luar negeri, Anda akan saksikan betapa hebatnya para komentator Indonesia mengomentari pemain-pemain dunia sekelas Ronaldinho atau Ronaldo. Seharusnya mereka begitu, begitu, mengapa mereka tidak begini begitu…dst. Herannya mereka dibayar untuk itu. Jika seorang motivator dibayar untuk memotivasi, trainer dibayar untuk mentraining, dokter dibayar untuk mengobati, photographer dibayar untuk memotret, komentator dibayar hanya untuk berkomentar. Seakan tanpa komentator acara sehebat piala dunia sekalipun, terasa hambar..ha..ha..ha..

It's ok dengan para komentator bola, politik, bulutangkis, pertandingan sulap atau nyanyi, karena jika kita tidak suka, kita tinggal switch channel TV ketempat lain. Persoalan selesai. Tetapi komentator yang berbahaya justru yang berada dikeseharian kita, kantor, sekolah bisnis ataupun dunia bisnis. Setiap saat Anda dan saya dipaksa untuk berhadapan dengan mereka. No where to hide. Jika di dunia hiburan, politik atau olah raga, para komentator dibayar, di dunia real mereka tidak dibayar. Greeetong ! Satu lagi, didunia real para komentator akan nyeletuk, meskipun Anda dan saya tidak meminta pendapat mereka sama sekali. Seakan-akan mereka mencari tempat untuk menyalurkan hobby mereka itu.

Para komentator, sesuai sebutannya sering kali hanya doyan mengamati dan mengomentari –biasanya yang buruk- tentang apa yang Anda dan saya coba kerjakan dengan gagah berani. Betapapun besar perjuangan, seberapa berat mengatasi perasaan takut, seberapa gugup Anda bertahan, seberapa letih perjuangan, tidak akan mereka pedulikan. Hanya hasil yang akan mereka komentari. Wajar. Mereka di tribun penonton, sementara kita di arena pertandingan. Mereka menonton sambil menggenggam ice cream, Anda dan saya berpeluh menahan haus. Pendeknya kita di dunia nyata, mereka di awang-awang. Kita babak belur dihajar resiko, mereka mandi bunga dengan teori-teori.

Anthony Robbin dalam bukunya Unlimited Power menulis demikian, " Another attribute great leader and achievers have in common is that they operate from belief that they create their world. The phrase you'll hear time and again is,"I am responsible, I'll take care of it". (page 75). Itulah bedanya achievers dengan para komentator. Komentator bebas lepas, tetapi achievers selalu siap bertanggung jawab tanpa mencari kambing hitam.

Sering kali para komentator dunia ini membuat para pejuang yang memiliki cita-cita menjadi ciut nyalinya. Mengapa ? karena komentator sangat ahli menyatakan apa yang salah dari perjuangan kita. Itu spesialisasi mereka. Menemukan apa yang salah. Dan kita sebagaimana wajarnya seorang manusia, sangat takut untuk dituding "bersalah" atau "gagal". Siapa sih yang tidak takut terhadap kesalahan ? Dicap demikian serta merta menggiring kita tontonan dan olokan sekitar. Sementara secara psikologis itu sangat berpengaruh melucuti kepercayaan diri kita. Kemungkinan besar menghentikan seluruh potensi kreasi kita, dan langsung membuat kita beku, laksana mayat hidup. Kapok.

Ada sebuah tips, yang sekarang ini terus menerus saya disiplinkan sebagai sebuah "kebiasaan" dalam diri saya. Tips itu adalah, jangan pernah memandang sebuah kesalahan sebagai kesalahan, tetapi sebagai pelajaran. Kita melakukan A, mengharapkan hasil A, tetapi ternyata menghasilkan B. Sebuah kesalahan ? No way ! Toh kita menghasilkan B, hanya saja kebetulan yang kita harapkan adalah A, jadi mari kita ubah usaha kita itu. Dengan begitu tidak ada istilah "sia-sia" atau "failure", yang ada hanya menghasilkan hasil yang lain.

Ndilalah..Anthony Robbin dalam buku yang sama, mengatakan hal yang mirip juga. "Winner, leaders, masters –people with personal power-all understand that if you try something and do not get the outcome you want,it's simply feedback. You use that information to make finner distinctions about what you need to do to produce the result you desire". Tidak ada usaha yang sia-sia alias kegagalan, yang ada hanyalah hasil yang mungkin bukan yang kita harapkan. Dan ini bukan kesia-siaan karena setiap usaha pasti menghasilkan sesuatu, yaitu pengalaman. Experience !! Disinilah bedanya pelaku dengan komentator. Para pelaku entah apapun hasil dari usaha mereka, selalu akan mendapat upah yang mahal berupa experience.

Ada lagi bagian dalam buku Anthony Robbin yang ingin saya share ke Anda, rentetan kalimat yang saya anggap powerfull. "People who believe in failure are almost quaranteed a mediocre existence. Failure is something that is just not perceived by people who achieve greatness. They don't dwell on it. They don't attach negative emotions to something that doesn't work" (page 73).

Itu khan bahasa Sansekerta, nah terjemahan bebasnya kira-kira begini. "Orang-orang yang percaya pada kegagalan dapat dijamin biasa-biasa saja keberadaannya. Kegagalan adalah sesuatu yang tidak dipersepsikan oleh mereka yang mencapai hal-hal besar. Mereka tidak terpuruk pada kegagalan. Mereka tidak mengaitkan emosi-emosi negatif pada sesuatu yang tidak berhasil."

Nah jika sekarang Anda sedang berada dalam keadaan bimbang tentang sesuatu yang Anda perjuangkan atau mungkin berada dalam suatu ketakutan yang sangat terhadap binatang bernama kegagalan. Anda tidak sendirian. Jutaan pejuang seperti Anda, yang dengan gagah berani berjuang demi cita-cita mereka sedang bertarung juga persis seperti Anda, termasuk Saya. Mari kita nikmati proses pembelajaran ini, no matter what will come as a result. Menutup tulisan panjang ini sebuah humor yang saya dapatkan dari seorang tukang taxi, tentang perbedaan reporter bola indonesia dan reporter luar negri.

Kalau reporter luar negri, karena sadar bahwa pemirsa juga sedang menyaksikan apa yang dia saksikan, sedikit ngomongnya. "Ronaldo………Sebastio………Kaka…". Pokoknya yang komentarnya yang penting-penting saja, karena toh sama-sama sedang nonton. Tetapi reporter bola Indonesia beda banget. Sang reporter merasa cuman dia yang lagi nonton yang lain gak punya TV !! "Bambang menahan bola dengan kaki kanannya, kemudian digiring sejenak, mencari teman dia. Kemudian bola dioper ke Morales. Hampir meleset. Kini bola di Morales, mencari kawan terdekat. Ambil inisiatif penyerangan. Disana ada Aliyuddin. Agak ragu Morales, coba memainkan bola sendiri. Lawan datang menghampiri,bergumul mereka. Akhirnya bola dioper ke Aliyuddin. Hati-hati Ali. Dengan cepat Aliyuddin menggiring bola maju kedepan berhadapan dengan kiper lepas tembakan Gooooolllllll…."
 
***

with friendship, respect & blessing
Made Teddy Artiana, S. Kom
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com

"Follow effective action with quiet reflection.
From the quiet reflection will come even more effective action."
(Peter Drucker)

--
"...1000 pcs Rp 3000/ keping.., No Piracy, No Pornography, Legal Replication only. Call (021)71364225 with Sirod..."

No comments:

Post a Comment