noOleh Christovita Wiloto
CEO Wiloto Corp. Asia Pacific
www.wiloto.com
email: powerpr@...
Majalah Forbes Asia, beberapa waktu lalu merilis daftar orang kaya
Indonesia. Dari 40 daftar orang kaya tersebut, total kekayaannya
mencapai US$22,27 miliar, atau sekitar Rp200 triliun lebih-hampir
separuh dari anggaran belanja negara.
Di urutan pertama, ada nama pengusaha Sukanto Tanoto dengan kekayaan
Rp25 triliun. Kemudian Putera Sampoerna Rp19 triliun, dan ketiga Eka
Tjipta (Rp18,2 triliun). Disusul sejumlah nama yang memang kerap jadi
langganan dalam daftar oran terkaya, seperti Rachman Halim (pemilik
Gudang Garam, Rp18 triliun) dan Budi Hartono (Djarum Kudus, Rp14
triliun) yang tercantum di urutan ke empat dan lima.
Sedangkan para pendatang baru di antaranya adalah Eddie William
Katuari (Wings), Trihatma Haliman (Agung Podomoro) dan Arifin
Panigoro (Medco). Liem Sioe Liong yang biasanya di posisi puncak kini
ada di posisi ke-10 dengan kekayaan Rp 7,28 triliun.
Selain itu, ada dua pejabat negara yan masuk dalam daftar orang
terkaya, yakni Menko Kesra Aburizal Bakrie di urutan keenam dengan
kekayaan Rp10,9 triliun. Pejabat kedua adalah Wakil Presiden Jusuf
Kalla di urutan ke-36 dengan kekayaan sejumlah Rp135 miliar.
Daftar Forbes ini, di satu sisi sangat membanggakan. Karena
membuktikan bahwa banyak pengusaha Indonesia yang luar biasa piawai
dalam berbisnis, tidak hanya di dalam negeri namun juga di manca
negara.
Sebetulnya cukup mudah untuk melihat integritas para pengusaha
tersebut. Karena secara kasat mata kita bisa melihat buah pekerjaan
mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya para raja rokok yang memang penjualannya luar biasa. Juga
grup Wings yang produk consumer goods- nya banyak menguasai pasar.
Atau grup Podomoro, yang dalam beberapa waktu terakhir ini membangun
berbagai properti yang berkualitas di Jakarta dan Bandung. Juga grup
Rajawali yang sukses membesarkan XL, Bentoel, Metro Dept Store dan
jaringan hotel Sheraton & Novotel. Di industri media juga ada Chairul
Tanjung (Rp3 triliun) dan Jacob Utama (sekitar Rp1 triliun), yang
kualias bisnisnya bisa kita rasakan.
Logikanya, para pengusaha yang merupakan orang-orang terkaya di
Indonesia tersebut, mempunyai likuiditas dan kekuatan modal yang amat
besar. Ini, dapat dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program
pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan pengangguran.
Selain itu, keberadaan mereka dan usahanya di Indonesia, semestinya
memberi sejumlah nilai lebih. Mulai dari kontribusi dalam pembayaran
pajak, penciptaan lapangan kerja dan peran mereka dalam mendongkrak
pertumbuhan ekonomi.
Tapi mereka tampaknya tak nyaman karena rumitnya birokrasi di
Indonesia. Pemerintah agaknya harus mawas diri. Dalam arti,
pemerintah juga perlu membenahi iklim investasi di Indonesia. Proses
perizinan, misalnya. Kalau selama ini harus diselesaikan dalam
hitungan belasan hari, pemerintah perlu memangkasnya agar lebih
singkat.
Demikian pula soal keamanan, dan perlindungan hukum. Pemerintah tak
bisa menyerahkan masalah itu pada 'hukum rimba' yang kerap berlaku di
Indonesia. Harus ada jaminan atau kepastian berusaha di Indonesia
dengan tetap berpegang pada aturan dan hukum yang berlaku.
Dengan demikian, para pengusaha tadi juga bisa berbisnis secara fair.
Pemerintah pun harus bersikap adil.
Ternyata sebagian dari mereka mampu bersaing bisnis di negara lain
yang memiliki aturan main yang ketat dan law enforcement yang sangat
galak.
Di sisi lain daftar Forbes ini juga menimbulkan kontroversial.
Misalnya adalah Raja Garuda Mas milik Sukanto Tanoto, ternyata masuk
dalam daftar kredit macet terbesar di Bank Mandiri dengan nilai Rp5,4
triliun.
Selain itu, masuknya nama Aburizal dan Jusuf Kalla-meski keduanya
pengusaha-juga dianggap kontroversial. Karena nilai kekayaan yang
dilansir Forbes Asia, jauh berbeda dengan yang dilaporkan ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, Aburizal mengaku harta yang dimilikinya sesuai dengan yang
dilaporkan ke KPK, yakni Rp1,33 triliun. Ia justru mempertanyakan
keabsahan data Forbes yang menyebutkan dia memiliki kekayaan sekitar
Rp10,2 triliun. Ia mengaku tidak pernah dihubungi Forbes Asia. Dia
juga tak tahu sumber data yang digunakan Forbes untuk menentukan
jumlah kekayaannya, sehingga bisa melejit sebesar Rp9 triliun hanya
dalam tempo dua tahun.
Hal serupa dialami Wapres Jusuf Kalla. Pada 2004, menjelang pemilihan
presiden, Kalla melapor ke KPK bahwa harta kekayaannya Rp122 miliar.
Kalau kemudian Forbes menyebut kekayaannya mencapai Rp135 miliar,
Kalla menolak memberi komentar, soal penambahan kekayaan Rp13 miliar
dalam tempo singkat.
"Saya tidak tahu dari mana data itu. Saya tidak merasa seperti itu.
Jadi terserah Forbes," ujarnya, seperti dikutip sejumlah media massa.
Terlepas dari kontroversi kekayaan sejumlah pejabat-seperi Kalla dan
Aburizal. Agaknya perlu dipahami bahwa orang terkaya di Indonesia
tadi, terlepas dari fakta sebagian ada yang kurang berintegritas,
sebagian lainnya adalah para pengusaha dan pebisnis yang cerdas dan
punya naluri kuat.
Karenanya, dalam kondisi ekonomi yang masih belum mapan seperti
sekarang, pemerintah harus berinisiatif untuk menggandeng mereka
membangun Indonesia, guna menciptakan lapangan kerja. Sebab jika
gagal maka akan banyak negara lain yang akan mengandeng mereka.
No comments:
Post a Comment