Pernah sekali, seorang tokoh bisnis terkenal Indonesia memberikan wejangan: "Harimau itu paling efektif berburu kalau sedang lapar." Artinya, lapar bisa menjadi faktor motivasi yang positif kalau dipraktekkan dengan benar. Dalam film TV-biopic See Arnold Run yang menceritakan perjalanan aktor Arnold Schwarzenegger menjadi Gubernur California diperlihatkan sebuah adegan di mana Arnold menyatakan bahwa ia senantiasa harus dalam keadaan lapar apabila ingin maju. Secara metafor, Arnold menyamakan rasa lapar menjadi faktor motivasi untuk mendorong ambisinya.
Di dunia bisnis, ungkapan yang sama sering diucapkan. Misalnya, sebagai seorang manajer penjualan, kita harus mampu membuat staf sales tetap lapar, sehingga mereka agresif menjual. Konon, staf sales yang sudah kekenyangan cenderung malas, hilang motivasi, dan pasti akan ogah-ogahan. Kinerjanya akan rendah. Jadi, dalam manajemen, lapar punya arti positif.
Sebaliknya, jangan sampai staf Anda kelaparan. Ini juga berbahaya sekali. Teman saya baru saja memecat sekretaris yang sudah bekerja selama 20 tahun lebih. Semata-mata karena akhirnya teman saya menemukan bahwa sang sekretaris menggelapkan sejumlah uang.
Mulanya teman saya kecewa. Sang sekretaris yang dianggapnya sebagai orang kepercayaan selama bertahun-tahun, kok, tega-teganya berkhianat. Namun, tak lama kemudian, ia menyesal luar biasa. Rupanya, selama 20 tahun ia gagal mengenal sekretarisnya lebih dalam. Banyak hal tentang kehidupan sekretarisnya yang ia tidak tahu. Misalnya ketika sang suami sekretaris dipecat dan kehilangan pekerjaan pada 1998 karena krisis ekonomi. Lalu sang suami kena stroke dan menghabiskan biaya pengobatan sangat banyak.
Tanpa disadari teman saya, ia telah membiarkan sekretarisnya kelaparan bertahun-tahun. Ia merasa kurang peka dalam memberikan kenaikan gaji. Bertahun-tahun ia mempercayakan urusan gaji pada HRD yang menaikkan gaji alakadarnya. Satu peristiwa bertumpuk dengan peristiwa lain, maka sang sekretaris akhirnya tergoda berbuat sesuatu yang tercela karena semata-mata kelaparan.
Kemarin dulu, ketika saya berkunjung ke rumah Mpu Peniti, seorang cucunya berguling-gulingan di lantai. Menangis keras, minta makan dan ingin membatalkan puasanya. Sang cucu menangis karena merasa lapar. Sang pembantu yang tidak tega dengan sigap menyiapkan makanan. Tapi Mpu Peniti malah melotot memberi tanda tidak boleh. Dengan sabar dipeluknya sang cucu dan dipangkunya. Lalu Mpu Peniti mendongeng.
Alkisah, di sebuah kota tua, seorang raja yang sangat berkuasa tiba-tiba terserang penyakit aneh. Sang raja merasa bosan makan. Semua makanan telah dicobanya, dan tidak ada satu pun yang bisa membuatnya puas dan nikmat. Aneka masakan eksotis dihindangkan para dayang dan abdi dalem istana, tapi tidak ada satu pun yang bisa memuaskan raja.
Raja menjadi sangat putus asa. Ia tidak lagi bisa menikmati kelezatan sebuah masakan. Singkat cerita, di sebuah desa, di pinggir jalan, sang raja melihat seorang pengemis makan dengan sangat lahap. Padahal, ia cuma makan ubi rebus. Raja pun tergoda mencobanya. Baru saja dua gigitan, sang ubi rebus sudah dibuang. Menurut raja, ubi rebus itu rasanya tidak enak.
Saking penasaran, sang raja minta sang pengemis bercerita. Dengan hati-hati sang pengemis berkata, "Ampun, wahai rajaku yang agung dan bijaksana. Hamba sudah tiga hari tidak menemukan makanan. Laparnya tak tertahankan lagi. Untung tadi ada seorang ibu yang berbaik hati memberikan saya ubi rebus yang baru matang. Rasanya enak bukan main semata-mata karena saya sangat lapar." Akhirnya raja mengerti bahwa rasa laparlah yang telah membuat ubi rebus itu terasa lezat.
Saya sangat tersentuh oleh cerita Mpu Peniti. Di bulan suci Ramadan ini, saat kita bertarung melawan nafsu dan diuji menahan lapar, barangkali pada saat yang sama kita juga harus mensyukuri rasa lapar itu sendiri. Karena dengan merasakan lapar dan mencoba belajar lapar, kita diberikan pelajaran dan kebijakan untuk bisa menikmati hidup dan merasakan rahmat dan rezeki yang dilimpahkan Tuhan Yang Maha Esa.
Kafi Kurnia <peka@indo.net.id>
[Intrik, Gatra Nomor 46 Beredar Kamis, 28 September 2006]
Copyright © 2002-04 Gatra.com
Hangtuah Digital Library
-
No comments:
Post a Comment