M Yunus, Risi Punya Gelar DR
Simon Saragih dan Budi Suwarna
Salah satu yang paling membanggakan orangtua adalah jika anaknya menjadi "orang". Kenyataannya, Muhammad Yunus bukan saja membuat bangga orangtuanya, tetapi juga 147 juta rakyat Banglades. Lebih dalam lagi, banyak tokoh dunia yang turut merinding karena bahagia atas kesuksesan Yunus meraih Nobel Perdamaian 2006.
Menteri Luar Negeri Banglades M Morshed Khan memuji Yunus atas jasa-jasa pribadi... memberi hati kepada termiskin dari kelompok miskin, memberi harapan bagi yang tidak punya harapan. "Sebagai teman semasa kecilnya, saya bahagia dan bangga padanya," ujarnya.
Muhammad Yunus bisa dikatakan sudah istimewa sejak lahir. Tahun demi tahun ia lalui dengan prestasi. Nobel Perdamaian adalah yang terbaru dalam daftar penghargaan lokal, regional, dan internasional yang pernah diraihnya. Ia genius dan bertangan dingin. Punya rasa percaya diri dan tak pernah takluk oleh tantangan, tetapi malah suka mencari tantangan.
Ia lahir pada 28 Juni 1940 di Chittagong saat Banglades masih menjadi bagian India, kemudian menjadi bagian Pakistan Timur pada tahun 1947, dan menjadi Banglades pada tahun 1971.
Yunus berasal dari keluarga kaya. Ayahnya, Muhammad Dula Meah, adalah pedagang perhiasan logam mulia. Ayahnya selalu mendorong Yunus dan saudaranya untuk belajar, bepergian, dan mempelajari hal-hal baru. Ibunya, Sufia Khatun, hanya mengecap pendidikan kelas 4 sekolah dasar. Namun, ibunya adalah seorang wanita cerdas. Yunus mengenang ketika ibunya membacakan puisi, menuturkan cerita-cerita dengan lancar.
Yayasan Ramon Magsaysay, Filipina, sehubungan dengan Penghargaan Ramon Magsaysay kepada Yunus pada tahun 1984, menuturkan kisah pribadi Yunus. Anak ketiga dari sembilan bersaudara ini adalah yang pertama di keluarga yang menjadi bintang di sekolah dan berpetualang di dunia.
Pendidikan dasar Yunus dimulai di sekolah dasar Baluardighi, Chittagong, dan meraih juara pertama. Saat duduk di kelas 4 sekolah dasar, salah satu guru menyarankan Yunus bersekolah di Sekolah Menengah Inggris (Middle English School), sekolah ternama di Chittagong untuk kelas 5 dan 6.
Ia pergi ke sekolah itu atas inisiatif sendiri. Sekolah itu, setelah melihat nilai Yunus, langsung menerimanya. Di sekolah baru, Yunus sekelas dengan anak-anak pejabat dan pengusaha Chittagong. Ia sempat gugup dengan lingkungan elite itu. "Namun, ia punya rasa percaya diri dan independen, yang menopang suksesnya," demikian dikatakan Yayasan Ramon Magsaysay.
Di sekolah baru itu, Yunus juga menjadi juara pertama. Prestasi demi prestasi ia raih, hingga duduk di kelas 10, setara kelas 1 SMA. Pada pelajaran ekstrakurikuler, Yunus pun istimewa. Ia menjadi salah satu dari 25 anggota tim kepanduan sekolahnya. Ia dikirim ke Jambore se-Pakistan pada tahun 1952. Ia kemudian ditunjuk menjadi wakil tim Jambore sekolahnya ke Kanada.
Pada tahun 1957, ia memasuki Universitas Dhaka dengan mengambil jurusan seni, di saat orang lain bercita-cita menjadi insinyur dan dokter. Akan tetapi, ia terbukti berbakat sebagai sutradara dan hasil karyanya dipuji. Lalu, Yunus mengambil kursus matematika dan ekonomi, kemudian meraih sarjana muda dari Universitas Dhaka pada tahun 1960, dan setahun kemudian menjadi sarjana penuh.
Ia seperti orang yang gelisah. Sembari belajar, ia ingin memulai bisnis percetakan dan kemasan. Ayahnya tak setuju. Lalu, ia belajar ke Pakistan Barat, mendalami perusahaan serupa. Balik ke Chittagong, ia mendirikan perusahaan dan sukses. Saudaranya meneruskan bisnis itu.
Yunus kemudian belajar ke Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat. Sebenarnya ia ingin bersekolah ke London School of Economics. Namun, beasiswa dari Vanderbilt University membuatnya pergi ke AS dan meraih gelar doktor pada tahun 1970. Saat berada di AS, ia menjadi aktivis mahasiswa yang mendukung pemisahan Banglades dari Pakistan.
Walau bisa hidup tenang dan makmur di AS, dari kegiatan dosen di Tennessee State University, Murfreesboro, Yunus bertekad bulat kembali ke Banglades, yang saat itu sudah merdeka dari Pakistan.
Berguru kepada kaum papa
Di dekat kampus universitas, ada desa Jobra. Di sini, ia bertemu seorang wanita pengemis, Sufia Begum. Yunus juga melihat kemiskinan di sekitar. Ia gelisah oleh gelarnya sebagai doktor ekonomi, tetapi tidak bisa mengangkat derajat hidup warga Banglades yang dilanda kelaparan.
Yunus kemudian meminjam uang ke bank untuk diberikan kepada kaum papa sebagai pinjaman. Ada yang kembali, ada yang tidak. Namun, ia tak jera. Yunus mencari tahu, mengapa ada kegagalan. Dari situ, ia mulai meraih sukses.
Pada tahun 1975 Presiden Zia Ur Rahman mencanangkan program swasembada pangan untuk rakyat. Yunus menjadi salah satu think-tank yang diajak berbicara. Namun, Yunus tak terlalu tertarik terhadap program pemerintah yang bersifat komando. Ia melakukan penelitian ke bawah, langsung di lapangan, mencari tahu cara paling efektif untuk membantu kaum papa.
Ia kemudian mengupayakan pinjaman dari Janata Bank pada tahun 1976. Dana tersebut dia pakai sebagai permodalan bank, yang kemudian bernama Grameen Bank Prakalpa (Proyek Bank Desa), dimulai di Jobra.
Ada tiga karakter utama bank tersebut, peminjamnya adalah warga termiskin, tak punya lahan. Pinjaman diharapkan kembali dan porsi utama peminjam adalah wanita.
"Jangan beri rakyat uang begitu saja. Rakyat tidak perlu belas kasihan," kata suami Afrozi ini. "Beri akses, kesempatan, maka rakyat miskin akan bangkit sendiri," kata ayah dari satu orang putri, Deena.
Itulah yang membawanya meraih Nobel.
No comments:
Post a Comment